Wednesday, October 1, 2014

[Resensi Novel Remaja] Beautiful Liar by Dyah Rinni


Cantik-cantik, kok, suka nipu...
Sebagian besar manusia mengambil keputusan berdasarkan emosi, begitu ayahku berkata. Jika semua orang mengambil keputusan berdasarkan logika, tidak akan ada orang yang tertipu.

Jadi, aku mempermainkan pikiran teman-temanku dan mengambil uang, bahkan apa pun, yang mereka miliki.
Kau tak akan menyangka betapa mudah membuat mereka memercayaiku.
Mereka benar-benar polos. Aku bisa mendapatkan apa yang kuinginkan tanpa kesulitan dan keberhasilan ini patut dirayakan.

Namun, kali ini, mengapa seperti ada yang mengganggu nuraniku, menyuruhku berhenti, lalu berbalik arah?

Seorang penipu sepertiku tak akan bisa terbawa emosi. Tidak akan, meski ada "badai" memorak-porandakan hatiku sekalipun.

Judul: Beautiful Liar
Pengarang: Dyah Rinni
Editor: Jia Effendie
Proofreader: Mita M. Supardi
Penata letak: Gita Ramayudha
Pewajah sampul: Levina Lesmana
Penerbit: Gagas Media
Tebal: 294 hlm
Harga: Rp55.000
Rilis: Agustus 2014
ISBN: 9789797807399

7 Deadly Sins merupakan salah satu serial kreatif dari banyaknya ide kreatif yang dicetuskan oleh Gagas Media. Penjaringan naskah dilakukan melalui lomba penulisan novel dengan tema tujuh dosa mematikan itu. Dari yang saya tangkap, peserta lomba diwajibkan untuk membangun cerita novel dengan menghadirkan tokoh yang menunjukkan satu (yang menonjol) atau lebih sifat-sifat dari Tujuh Dosa Mematikan. Seperti halnya ditulis di kover belakang novel-novelnya:


Beautiful Liar menjadi buku yang pertama terbit dari tujuh buku yang direncanakan, sesuai dengan jumlah dosa dari 7 Deadly Sins. Merujuk pada tingkat dosanya, novel karya Dyah Rinni ini menonjolkan dosa keserakahan (greed) yang dipadu dengan kerakusan (gluttony) serta dibumbui amarah (wrath) dan iri hati (envy) yang cukup tinggi. Dan, benar saja, dari beberapa tokoh yang dihidupkan di novel ini, dosa-dosa itu memang dieksplorasi dengan sangat bagus oleh pengarangnya.

Bagi pembaca seperti saya, dengan adanya pakem bahwa tokoh mesti menonjol dari segi karakter, maka cerita tak akan melenceng jauh karena plot harus dijaga agar tetap menggambarkan dosa mematikan tersebut. Hal tersebut semestinya memudahkan bagi pengarang untuk tak liar mengembangkan cerita supaya tidak kehilangan imej "pendosa" dari karakter yang dihidupkannya.


Dyah Rinni cukup sukses menghadirkan tokoh Lunetta, gadis usia SMA yang terpaksa terpisah dari sang ayah yang menjadi panutan hidupnya selama ini untuk hidup serba teratur di rumah mama dan ayah tirinya yang dirasanya tak ubahnya bak dipenjara. Lulu --panggilan Lunetta-- tak lagi sebebas sebelumnya. Jiwa petualang agak menyerempet kriminal yang diturunkan ayahnya memerlukan pelampiasan. Nah, dari sinilah Dyah Rinni mengembangkan karakter Lulu dan orang-orang di sekitarnya dengan cukup baik serta konflik yang terjaga rapi dari dosa-dosa yang sudah dipilih dan ditetapkan untuk digali lebih dalam.

Jika kamu tak lagi duduk di bangku SMA, maka membaca novel ini pasti akan dengan mudah membuatmu bernostalgia dengan suasana masa putih abu-abu dahulu, atau juga tidak, karena tentu ada benturan budaya antara masa lalu dengan masa kini, kan? Nah, buat yang masih SMA apalagi di SMA elite di kota besar, mungkin dengan mudah merasuk ke setting-nya. Secara pribadi, saya menilai setting lokasinya agak unik menjurus awkward, sih, ya dengan SMA Soulja (South Jakarta Olympia High School) ini, di mana nama-nama tempat (kelas, kantin, ruang guru, ruang olahraga, kolam renang, dsb) diberikan nama dewa-dewi dari mitologi Yunani.


Keunikan lain dari novel ini adalah selipan dongeng lokal Si Kancil yang terkenal cerdas, meski sebenarrnya si kancil memiliki sifat negatif yaitu: licik. Dalam satu kesempatan siaran bareng di radio Pelita Kasih (27/9) Dyah mengungkapkan bahwa salah satu alasannya menyelipkan dongeng adalah karena dia memang menyukai dongeng. Bahkan, pada naskahnya yang berikutnya dia pun akan kembali menyelipkan dongeng di dalamnya.

Pada dasarnya Beautiful Liar adalah cerita romance remaja, jadi unsur cinta-cntaan, saling memperebutkan gebetan, adegan kucing-anjing, hingga sahabat jadi cinta semua ada di sini. Subplot yang disiapkan juga cukup pas meskipun beberapa terkesan tempelan, begitu kelar ya sudah, dilupakan begitu saja. Dalam artian tak memberikan pengaruh yang signifikan untuk pembangunan karakter dan konflik utama.

Sayang sekali, sepertinya buku ini memang bukan buat saya. Dari sejak lembaran awal saya sering dibuat mengernyitkan dahi karena guntingan proses editing yang kurang mulus. Proses membaca saya menjadi sering macet karena bertabrakan dengan hal-hal teknis macam itu. Contohnya:
Tanpa peduli pada nasib si gelas plastik, kepadanya meneruskan pembicaraannya. (hlm.2) 
Enggak mudheng
Setidaknya, itu akan memberikannya pelajaran kepadanya agar tidak belagu. (hlm.10) 
Kebanyakan partikel -nya kayaknya, sih.
Lunetta lebih merasa tempat itu lebih mirip kuil Yunani daripada sekolah...(hlm.35) 
Kebanyakan kata lebih.
Kalau dia adalah pemandu wisata, ia pasti akan segera menjadi favorit para turis. (hlm.38) 
"Dia" dan "ia" tidak konsisten BAHKAN di dalam satu kalimat pendek begitu.
Kayak nggak ada cewek lain aja di dunia ini aja. (hlm.51)
Kelebihan kata "aja". 

Dan... masih buanyaaakkk lagi yang seperti itu hingga akhir buku, ditambah beberapa typo di sana-sini. Buat saya, itu bikin capek. Dan, membuat saya dengan ringan membuang satu bintang untuk buku ini. Saya saja kayaknya, sih. Ini sudah seperti penyakit kronis yang susah diobati. Enggak pas sedikit saja, mood membaca langsung drop.

Hal lain yang membuat saya membuang satu bintang lagi adalah beberapa hal yang saya tanyakan "Kenapa? Kenapa? Kenapa?" bukan dengan nada penasaran tapi nada mempertanyakan. Mulai dari adegan klise hari pertama masuk sekolah, karakter Miss Nadine dan Heinri Sensei dan Bu Widhie yang tebak-able banget (kecuali twist di ending-nya), serta pertanyaan mengapa level tipuan yang dilancarkan Lulu selalu berakhir dengan kegagalan, padahal sejak mula dia digambarkan memiliki kemampuan menipu yang sudah cukup canggih. Saya sempat berharap satu atau dua trik Lulu yang berhasil, nyatanya enggak.

Persoalan karakter, sejatinya tokoh Lulu tetaplah misterius bagi saya. Dalam arti kurang bagus. Maksudnya... saya tidak bisa 100% terhubung dengan Lulu karena tak banyak penjelasan tentang apa alasan paling mendasar Lulu bersikap seperti itu. Kalau hanya dengan alasan yang menyangkut ayahnya, saya rasa itu tetap kurang kuat untuk membenarkan pewatakan Lulu. Pun, flashback yang dibuat tak banyak membantu mencitrakan Lulu secara utuh. Oke, Lulu suka nipu karena ikut ajaran ayahnya, tapi tak ada bukti-bukti yang memperkuatnya selain wejangan-wejangan saja. Saya butuh diyakinkan soal gangguan psikologis yang dialami Lulu sehingga dia begitu terobsesi menjadi seperti ayahnya. Saya tak menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu selama proses membaca hingga lembar terakhir novel ini.

Overall, lumayan, meski tak benar-benar outstanding, namun penggambaran dosa-dosanya cukup eksploratif. Sayang memang, beberapa bagian kurang tersunting dengan rapi sehingga merusak mood membaca. Sangat berharap, apabila nantinya cetak ulang, agar bisa dipertimbangkan untuk merapikannya kembali. 

Catatan: rekaman siaran bersama Dyah Rinni bisa disimak di akun chirbit Klub Siaran GRI di sini.


Check this out on Chirbit

Selamat membaca, tweemans. Oiya, sambil membaca buku ini, bisa juga mendengarkan lagu Beautiful Liar dari Beyonce featuring Shakira berikut. Enggak ada kaitannya, sih, hanya ada eksamaan judul belaka, hehehe.



My rating: 3 out of  5 star.

1 comment: