Tuesday, June 30, 2015

[GIVEAWAY] Pengumuman Pemenang Giveaway Novel The Chronicles of Audy 4/4 by Orizuka


Sebelumnya saya sampaikan banyak terima kasih kepada seluruh tweemans yang sudah berkenan ikut berbagi rasa dan kesan-kesannya tentang novel serial remaja kronik Audy karya Orizuka terbitan Penerbit Haru. Semoga kesan-kesannya bisa tersampaikan baik ke Orizuka maupun Penerbit Haru, ya, sehingga paling tidak bisa jadi pemicu semangat untuk terus menerbitkan karya-karya lokal yang seru. Apalagi buku keempat kronik Audy sudah dijadwalkan rilis tahun depan. Semangaaattt!!!


Baik, tanpa berpanjang kata, kita langsung ke pemilihan pemenang giveaway satu eksemplar novel Audy episode 4/4-nya, ya. Karena kemarin menggunakan pertanyaan terbuka, tidak ada benar dan salah menyoal pendapat kalian tentang novel serial Audy ini, maka beberapa jawaban paling "beda" saya pilih secara subjektif, lalu saya pilih kembali secara random dengan diundi. Dan, yang terpilih sebagai pemenang giveaway kali ini adalah...

 

Selamat untuk Esa, kamu berhak mendapatkan satu eksemplar novel The Chronicles of Audy: 4/4 by Orizuka persembahan dari Penerbit Haru. Nanti akan saya hubungi via DM Twitter atau Email, ya. Untuk tweemans yang lain, tetap semangat yaaa.... Jika memang ada kelonggaran dana, yuk dibeli novel seri ketiga dari kronik hidup Audy ini. Atau meminjam di perpustakaan atau taman baca atau teman yang sudah dibeli juga boleh, yang penting baca buku ini, hehehe... *maksa

Sampai bertemu di kuis atau giveaway lainnya, ya...

Wednesday, June 24, 2015

[Waiting on Wednesday] ...Critical Eleven


"Waiting On" Wednesday is a weekly event, hosted by Breaking the Spine, that spotlights upcoming releases that we're eagerly anticipating.

Untuk pertama kalinya saya ikut meme yang satu ini. Berhubung info buku siap rilis di Indonesia tidak seterbuka di luar, agak sulit memang bisa mengikuti meme ini. Para blogger luar bahkan terkadang bisa memuat artikel tentang sebuah judul buku lengkap dengan kovernya yang baru akan terbit enam bulan mendatang. Yap, ENAM bulan lagi. Di Indonesia? Hmm, kayaknya mustahil, ya. Kecuali kita penulisnya atau penerbit atau distributor atau edior in house-nya. Entahlah, apa yang membuat dunia perbukuan Indonesia tidak semenggairahkan seperti di luar, ya?

Hmm, nggak jadi soal, saya ikutan meme ini, yah untuk buku yang akan segera rilis yang benar-benar sangat menarik minat dan bikin enggak sabar baca. Dan, untuk edisi Rabu, 24 Juni 2015 ini yang masuk dalam daftar tunggu---my Waiting on Wednesday, adalah...
Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat—tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing—karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It's when the aircraft is most vulnerable to any danger.

In a way, it's kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.

Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah Ale yakin dia menginginkan Anya.

Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.

Diceritakan bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita jatuh cinta atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya.

Berdasar informasi yang dikabarkan pengarangnya, Critical Eleven akan siap dipesan awal mulai tanggal 1 Juli 2015, pukul 11.00 WIB, di beberapa toko buku online. Dan, unuk edisi pesan awal ini hanya akan tersedia 1.111 eksemplar dengan bonus tanda tangan dan luggage tag spesial dari Ika Natassa dan Gramedia. Sedangkan, untuk edar secara luas baru akan dilaksanakan pada tanggal 11 Agustus 2015. Jadi, buat para penggemar tulisan Ika Natassa, persiapkan dirimu untuk ikut serta dalam perayaan penyambutan terbitnya novel terbaru Ika Natassa yang merupakan pengembangan dari cerita pendek berjudul sama yang termuat dalam buku antologi metropop, Autumn Once More, yang terbit tahun 2013 silam.


Jadi, apakah kamu juga ikut menunggu kehadiran buku ini? Ataukah ada buku lain yang sedang sangat kamu nantikan kehadirannya? Tell me!

Tuesday, June 23, 2015

[Resensi Novel Teenlit] Minoel by Ken Terate


Jangan jadi IDIOT karena cinta...


Kata orang, cinta butuh pengorbanan. Kata orang, cinta berarti memberi. Itulah yang dipercaya Minoel saat Akang menawarkan cinta dan mimpi indah. Minoel melayang ke awang-awang. Akhirnya ada juga cowok yang mencintai dirinya yang cacat.

Minoel menerima cinta Akang. Meskipun itu berarti dia tidak bisa ikut kegiatan hadrah dan pramuka lagi. Meski itu berarti dia tidak bisa sering-sering main dan gosip bareng Lilis dan Yola lagi.

Namun, Akang berubah. Lelaki itu mulai bertingkah kasar dan tak masuk akal. Inilah ujian cinta Minoel. Akang mau menerimanya yang serba kekurangan, miskin, bodoh, dan cacat. Sudah seharusnya dia menerima kelakuan Akang yang buruk, kan? Toh buruknya hanya kadang-kadang.

Yola dan Lilis terus membela dan mengingatkan Minoel bahwa Akang tidak baik untuknya, dan Minoel terus mengabaikan teman-temannya. Tapi, ketika Akang mulai menuntut Minoel menyerahkan diri sepenuhnya, Minoel mulai bertanya apakah cinta memang butuh pengorbanan SEBESAR itu? Lebih jauh lagi, apakah itu benar-benar cinta?

Judul: Minoel
Pengarang: Ken Terate
Pewajah sampul: Erick Pramono
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 272 hlm
Harga: Rp55.000 (beli di Gramedia Gandaria City)
Rilis: Mei 2015
ISBN: 9786020316802

https://www.goodreads.com/book/show/25579184-minoel?ac=1

Disadari atau tidak, salah satu tugas seorang pengarang adalah menyediakan sepasang sepatu untuk bisa dicoba dikenakan oleh pembacanya. Mau tak mau, pembaca mesti rela melepaskan sepatunya sendiri terlebih dahulu dan mencoba sepatu yang disediakan si pengarang tersebut. Harus ada kerelaan, kalau tidak maka sedari awal pembaca sejatinya sudah menolak menerima gagasan apa pun yang akan disampaikan pengarang dalam bukunya.

Kali ini, lewat Minoel, Ken Terate menawarkan sepasang sepatu milik Minoel untuk saya coba kenakan agar saya bisa menyelami suasana batin Minoel, seorang gadis SMA yang dikisahkan difabel (pincang), melarat, orangtua pemarah, dan lingkungan yang serbaberat. Beragam konflik mesti ikut saya rasai dan dari situlah saya ikut terlibat secara emosional dalam kisah ini. Mencoba memahami dan meresapi setiap adegan kehidupan remaja penuh liku ini.


Temanya memang jarang diangkat oleh penulis lokal, apalagi di genre-lini ini, tapi bukannya enggak pernah. Keberanian Ken mengangkat tema ini dengan latar belakang daerah Gunungkidul yang masih dalam banyak stigma terbelakang dan tertinggal (termasuk saya), patut diacungi jempol. Nuansa kedaerahan berhasil dikemas sebagai penguat konflik dan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Hebatnya, nuansa itu tetap membuat novel ini dapat dibaca oleh siapa pun, dari daerah mana pun (menurut saya, sih, begitu).

Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) hampir sama dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), sama-sama terjadi kekerasan dalam hubungan, baik yang menimbulkan luka fisik maupun luka psikis. Biasanya tindak kekerasan terjadi karena salah satu pihak lebih lemah dibanding yang lain. Ini tidak hanya menyangkut soal KDP atau KDRT tapi juga tindak kekerasan pada umumnya. Minoel adalah gambaran yang tepat sebagai sosok yang lemah dalam hubungan berjudul pacaran dalam buku ini. Ia adalah gadis yang merasa serbakurang tapi beruntung bisa dipacari Akang. Oleh karenanya, ia bersedia menyerahkan semua-muanya pada kekasihnya itu. Sampai pada satu titik, datanglah dilema utama dalam hubungan di luar pernikahan, SEX. Apakah berhubungan intim menjadi syarat sah pacaran? Itulah titik puncak pemasrahan diri Minoel pada Akang. Dilema berat yang mengguncangkan dirinya. Apa pilihan yang akhirnya diambil oleh Minoel? Silakan baca sendiri novel ini untuk mengetahui jawabannya, ya. 


Karakter para tokohnya pun tersaji dengan sangat kuat, baik tokoh protagonis maupun antagonisnya. Setiap celah dieksplorasi dengan saksama untuk mendukung alur cerita. Pada banyak bagian, saya gemas bukan main dengan "idiotnya" Minoel yang mabuk kepayang pada Akang yang sudah jelas-jelas buruk perangainya. Mohon untuk tidak emosi lalu tak menyelesaikan membaca novel ini, ya. Kalau kamu hanya berhenti sampai tengah, maka kamu tak bisa mengambil apa-apa. Yang ada hanya emosi belaka. Tapi, bertahanlah hingga halaman terakhirnya. Di sana, kamu bisa menentukan pilihan apa yang baik diambil untuk mengatasi permasalahan yang diceritakan terjadi pada Minoel. Soal kamu setuju atau tidak, itu lain soal. Yang pasti, kamu baru bisa men-judge-nya sehabis membaca tuntas keseluruhan halamannya.

Buat saya, ceritanya cukup berhasil mengalir sesuai dengan "niatan" dan tujuan penulisan naskahnya. Tak hanya kisah Minoel-Akang saja yang tersaji, subplot dari dua sahabat dengan masing-masing latar belakang keduanya dihadirkan dengan cukup baik. Ken (sepertinya berhasil) melakukan riset yang memadai untuk memperkuat kisah Minoel. Saya pun seolah-olah ikut menjadi warga di daerah tersebut. Meski tak digambarkan dengan mendetail, beberapa objek wisata pantai yang disebutkan dalam cerita ini sukses membuat saya penasaran. Saya jadi kepingin mengunjungi pantai di Gunungkidul.

Pantai Indrayanti, foto dari sini: http://www.yukpiknik.com/destinasi/pantai-di-gunung-kidul/
Pantai Jungwok, foto dari sini: http://www.yukpiknik.com/destinasi/pantai-di-gunung-kidul/

Meskipun bertema (agak) berat, sejatinya buku ini tetap ringan dengan bahasa khas remaja bercampur unsur daerah Yogyakarta, tepatnya Gunungkidul. Jadi, yang masih remaja (teenager) saya menyarankan untuk membaca novel ini, yang lebih dewasa pun enggak papa lho, baca ini. Mungkin kalau adik-adik yang masih remaja butuh bertanya-tanya, silakan bertanya pada orang yang lebih dewasa (tidak harus yang lebih tua, hahaha). Paling tidak, diskusikanlah, jangan dipendam sendiri. Berbagi masalah, dalam batas kewajaran tertentu, dipercaya bisa meringankan beban masalah itu. Cobalah.

Overall, seperti bisa, saya selalu jatuh cinta pada gaya menulis Ken Terate. Entah objektif atau tidak, 4 dari 5 bintang saya berikan untuk Minoel ini. Selamat membaca, tweemans.

Saturday, June 20, 2015

[Curhat & Giveaway] Pengalaman Menyunting The Chronicles of Audy: 4/4 by Orizuka



Nama Orizuka sudah bolak-balik terdengar di kuping saya sejak awal saya menyukai membaca novel-novel bertema romance dan remaja. Namun, saat itu, saya keburu tertuju hanya pada lini Teenlit dan Metropop pada sebuah penerbit dan Orizuka (setahu saya) belum pernah menerbitkan novel untuk kedua lini tersebut. Namun, secara perlahan saya membeli dan mengumpulkan novel-novel karyanya, meskipun belum dibaca juga.

Pengalaman pertama saya membaca tulisan Orizuka adalah novella berjudul Sunrise bersama novella yang ditulis Christian Simamora berjudul Cinderella Rockefella yang termasuk dalam seri GagasDuet, dalam buku With You. Secara saya menyukai jenis tulisan yang lincah nan menggemaskan, maka waktu itu pesona tulisan Orizuka saya rasakan tertutupi pesona tulisan Christian yang lincah dan witty. Jadilah saya kurang bersemangat (lagi) untuk memulai membaca karya-karya Orizuka. Hingga, mau tak mau, saya membaca salah satu karyanya.

Lebih tepatnya lagi "calon" karya terbarunya di tahun 2013 ketika saya menerima tawaran menjadi pemeriksa aksara (proofreader) novel The Chronicles of Audy: 4R terbitan Penerbit Haru. Dan, pengalaman memeriksa aksara untuk novel itu menjadi pengalaman paling mengesankan sebagai seorang proofreader, sejauh ini. Biasanya, saya akan melakukan minimal dua kali pengecekan naskah. Dan, biasanya juga saya butuh minimal sehari-dua hari untuk pengecekan pertama. Sedangkan ketika mengecek pada kesempatan pertama untuk naskah Audy ini, saya hanya membutuhkan waktu tak kurang dari 3 jam. Yap, TIGA jam! Selain karena gaya penulisan dan hasil suntingan yang sangat rapi, cerita Audy-nya sendiri membius saya sejak lembar halaman pertama. Bayangan muram Sunrise tak membekas sama sekali. Di Audy buku #1 itu, saya menemukan Orizuka yang berbeda. Orizuka yang lincah, manis, sekaligus trengginas.

foto dari http://orizuka.tumblr.com/
Maka, sejak saat itu saya menunggu tawaran untuk ikut menangani naskah-naskah Orizuka lagi. Sayangnya, dikarenakan satu dan lain hal, saya harus menolak tawaran memeriksa aksara untuk buku kedua Audy bertajuk The Chronicles of Audy: 21. Bersyukur, saya kembali ditawari Penerbit Haru untuk membantu menangani kisah Audy buku ketiga (buku terakhir? tanya Orizuka langsung, yaaa...hehehe) bertajuk The Chronicles of Audy: 4/4. Dikarenakan posisi penyunting langganan untuk Audy sedang berhalangan, Penerbit Haru justru menawari saya untuk menyunting naskah ini. Saya yang biasanya berperan sebagai pemeriksa aksara sekaligus penyumbang saran hasil suntingan, langsung shock. Saya speechless. Bukan apa-apa. Naskah ini sudah ditunggu oleh banyak pembaca di luar sana, dengan ekspektasi yang luar biasa tinggi. Saya hanya merasa tidak berkompeten menyunting naskah ini. Tapi, karena Penerbit Haru memberikan suntikan keyakinan, pada akhirnya saya memantapkan diri untuk menerima tawaran ini.

Tawaran yang kemudian antara saya syukuri dan saya sesali. Eh, maksudnya? Ehmm, untuk orang seperti saya yang bermimpi bekerja di dunia perbukuan, tawaran untuk menyunting atau mengedit naskah merupakan mimpi yang menjadi kenyataan. Menurut saya, editor menjadi orang kedua yang bertanggung jawab penuh atas bagus-jeleknya sebuah naskah. Syukur saya panjatkan karena diberi kesempatan menyunting salah satu naskah dari seorang penulis produktif Indonesia yang novel-novelnya selalu ditunggu para penggemarnya. Namun, terselip juga sesal karena senyatanya saya memang merasa kurang bisa memberikan sentuhan pada naskah ini. Bukan karena naskah ini buruk, tapi justru sebaliknya, naskah ini begitu rapi dengan alur dan adegan yang menurut saya sudah pas. Saya sampai "bersemedi" sementara waktu untuk memutar otak, mencari ide bagaimana menambahkan bumbu-bumbu penyedap untuk membuat naskah ini kian lengkap. Dan, saya tetap mati kutu. Sebagai pribadi dan editor, saya sangat puas dengan naskah ini dan pada akhirnya hanya menyentuh bagian-bagian yang menurut saya perlu disentuh.


Dan... editor kan juga manusia, ya? Penyunting juga pembaca yang bisa ikut larut selama proses penyuntingan. Buat yang sudah baca novel ini, tentu bisa paham, ya, bahwa ada beberapa bagian yang jika dinikmati benar-benar bisa bikin air mata turun dengan sendirinya.


Saya tak bisa memungkiri bahwa ada masanya saya mesti menyambar selembar tisu di nakas dan mengelap mata yang mendadak basah. Tapi, ada masanya juga saya terbahak tanpa bisa dicegah ataupun nyengir keki ketika mendapati adegan romantis yang... khas Audy sekali. Ini contohnya:


Lihat saja, tak banyak catatan yang bisa saya berikan. Di bagian ini saya benar-benar dibuat terkikik-kikik tak keruan. Mana saya kan juga penggemar Cinta dan Rangga dalam film "Ada Apa Dengan Cinta" yang melegenda itu. 

Tentu saja, saya berusaha semampunya untuk --lagi-lagi-- mencoba memenuhi ekspektasi readerizuka yang sudah menantikan novel ini. Jikalau masih ada lubang di sana-sini yang membuat pembaca gagal mendapati apa yang diharapkannya, saya bersedia ikut disalahkan. Toh, sebagai seorang penyunting sudah seyogianya saya mampu memberikan saran-saran perbaikan yang lebih banyak lagi pada naskah ini.


Namun demikian, saya tetap menyatakan bahwa The Chronicles of Audy: 4/4 yang sudah bertransformasi menjadi novel fisik yang mulai beredar bulan Juni 2015 ini adalah karya bagus lainnya dari Orizuka. Terkhusus untuk pembaca setia kronik Audy, tentu saja sangat sayang sekali jika melewatkan novel ini begitu saja. Bacalah, bacalah, dan bacalah. Ada banyak perspektif baru dari masing-masing tokoh di novel ini yang bisa kita jadikan contoh dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Selamat membaca, tweemans.


Okeh, itu tadi sesi curhat saya yang ketiban durian runtuh ditawari menjadi penyunting buku ketiga serial Audy karya Orizuka. Nah, sekarang saatnya giveaway. Ada satu eksemplar novel The Chronicles of Audy: 4/4 buat tweemans yang beruntung. Cara ikutan giveaway-nya gampang, kok. Cukup jawab pertanyaan di bawah ini, langsung di kolom komentar disertai akun Twitter (jika ada) dan alamat Email yang bisa dihubungi untuk konfirmasi hadiah.


Jawaban kamu ditunggu paling lambat hari Sabtu, 27 Juni 2015, pukul 23.59 WIB. Satu orang tweeman yang beruntung akan mendapat satu eksemplar novel The Chronicles of Audy: 4/4 karya Orizuka hasil suntingan saya ini. Ditunggu, ya.

Wednesday, June 3, 2015

[Buku diFILMkan] Menonton Industri Penerbitan dalam Younger (TV Series)


Di US sana, serial TV yang dibintangi oleh Sutton Foster dan Hilary Duff ini, sekarang baru memasuki season 1 yang direncanakan terdiri atas 12 episode. Berdasar data wikipedia, penonton yang menyaksikan serial romantic comedy ini berada di kisaran satu jutaan, jumlah yang agak sedikit mengkhawatirkan karena bisa saja tiba-tiba serial ini di-cancel dan tak dilanjutkan lagi karena rendahnya jumlah penonton yang berimbas pada rating. Sejauh ini, sih, kabarnya serial ini sudah dipastikan diperpanjang ke season 2. Buat saya pribadi, serial ini cukup menarik dan asyik untuk diikuti. Kalau ada kampanye untuk membuat petisi agar serial ini tetap diproduksi, saya akan ikut mendukungnya.


Trailer:



Younger diangkat dari buku berjudul sama karya Pamela Redmond Satran yang terbit tahun 2005 silam, meski sepertinya mengalami banyak perubahan (Pamela merupakan pengarang novel chick lit The Man I Should Have Married--Pria yang Seharusnya Kunikahi, yang versi terjemahan Indonesia-nya sudah diterbitkan oleh GPU). Dalam versi serial TV-nya (saya belum baca bukunya), Younger berlatar belakang sebuah penerbitan besar di US (Empirical Press yang dalam salah satu episode disebutkan bahwa penerbit itu menaungi Jennifer Weiner --pengarang novel chick lit laris antara lain In Her Shoes, The Certain Girls, dan lain sebagainya). Dua tokoh utamanya, Liza Miller (Sutton Foster) dan Kelsey Peters (Hilary Duff), dikisahkan bekerja di perusahaan itu. Liza menjadi asisten editor senior, Diana Trout (Miriam Shor), sedangkan Kelsey baru saja diangkat menjadi editor junior.


Benang merah ceritanya sendiri dimulai dari Liza yang baru saja bercerai sehingga ia kehilangan sumber nafkah, apalagi ia masih harus menanggung separuh biaya pendidikan anak gadisnya yang kuliah di India plus ia mesti keluar dari rumahnya, karena rumah itu sepakat dijual dan akan dibagi antara ia dan suaminya. Di usianya yang sudah menginjak 40 tahunan, Liza terjebak pada dunia kerja yang hanya menerima karyawan muda (pada batasan usia tertentu). Suatu ketika di tengah keputusasaannya mencari pekerjaan, Liza diajak sahabat perempuannya (yang dikisahkan lesbian) Maggie (Debi Mazar) ke sebuah kelab malam, dan di sana Liza didekati oleh Josh (Nico Tortorella) yang menyangka Liza seumuran dengannya, sekitar 26 tahunan. Dari situlah, berkat dorongan Maggie, Liza memulai hidup barunya dengan membohongi semua orang bahwa ia berumur 26 tahun. Dan, pekerjaan sebagai asisten Diana Trout pun didapatkannya.

Buat saya, ke depan, serial TV ini masih bisa menghadirkan beragam konflik dan intrik. Sampai dengan episode 10 (26 Mei 2015), Liza berhasil mengelabui orang-orang di sekitarnya tentang umurnya. Tapi, sekali lagi, umur pun tak bisa bohong, ada kalanya Liza hampir gagal menyesuaikan diri dengan para mid-twenties di era kekinian. Saya yakin, banyak ruang yang masih bisa dieksplorasi untuk membuat serial ini tetap menyenangkan untuk diikuti. Apalagi departemen aktingnya diisi dengan cast yang brilian. Saya sangat-sangat menyukai serial ini.






Dunia perbukuannya pun disajikan dengan cukup memadai. Memang, sih, sebagian besar porsi dari serial TV ini berisi adegan-adegan romantic comedy tapi saya merasa latar belakang dunia bukunya melengkapi dengan sangat baik. Misalnya saja pada episode 1 ditunjukkan bagaimana proses seseorang menjalani serangkaian interview untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan penerbitan. Lalu di episode 3 diilustrasikan Kelsey Peters berusaha mati-matian memikat Anton Bjornberg, penulis novel populer asal Swedia, agar mau menerima penawaran penerbitnya untuk merilis versi Amerika dari buku larisnya. Di episode 10, disajikan drama plagiarisme oleh seorang writer wannabe yang sudah menulis puluhan buku dari beragam tema dan genre tapi tak pernah berhasil diterbitkan. Menarik, kan? Buat saya, sih, menarik banget! Ala-ala metropop, deh, drama percintaannya ada, nuansa keseharian karier para tokohnya pun ada. Lengkap. Semoga Younger ini juga dibeli hak terjemahannya sama GPU. Aaamiin.

Dengan setiap episodenya yang tak lebih dari setengah jam (jika tanpa jeda iklan), maka serial ini terkesan sangat pendek untuk dinantikan setiap minggunya. Tapi, pendeknya durasi itu justru menjadi salah satu pemicu rasa penasaran (khususnya saya) untuk menunggu episode-episode selanjutnya. Can't wait for the next episode!

Yang jadi ganjalan mungkin pada bagian bagaimana cara Liza membohongi HRD Empirical Press sehingga secara administratif ia bisa lolos dari persyaratan menjadi pegawai di situ. Well, ada adegan Liza dibantu oleh Maggie dan seseorang dengan membuat kartu identitas palsu (kayaknya). Namun, apakah dokumen yang lain-lain juga dipalsukan? Ataukah persyaratan rekrutmen di Amerika sana berbeda dengan di sini? Cukup dengan CV saja? Itu palingan yang masih mengganjal logika cerita sampai sekarang. Selebihnya, saya menikmati menonton serial ini. 

Catatan: serial ini mengandung konten dewasa, sekadar saran, jika belum 18+ sebaiknya tidak menonton serial ini dulu, ya.