Monday, September 29, 2014

[Resensi Novel Islami] Bulan Terbelah di Langit Amerika by Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra


Tak Sememukau 99 Cahaya di Langit Eropa...
Amerika dan Islam. Sejak 11 September 2001, hubungan keduanya berubah.

Semua orang berbondong-bondong membenturkan mereka. Mengakibatkan banyak korban berjatuhan; saling curiga, saling tuding, dan menyudutkan banyak pihak.

Ini adalah kisah perjalanan spiritual di balik malapetaka yang mengguncang kemanusiaan. Kisah yang diminta rembulan kepada Tuhan. Kisah yang disaksikan bulan dan dia menginginkan Tuhan membelah dirinya sekali lagi sebagai keajaiban.

Namun, bulan punya pendirian. Ini untuk terakhir kalinya. Selanjutnya, jika dia bersujud kepada Tuhan agar dibelah lagi, itu bukan untuk keajaiban, melainkan agar dirinya berhenti menyaksikan pertikaian antarmanusia di dunia.

“Apa? Wajah Nabi Muhammad junjunganku terpahat di atas gedung ini? Apa-apaan ini! Penghinaan besar!” seruku pada Julia. Mataku hampir berair menatap patung di dinding Supreme Court atau Mahkamah Agung Amerika Serikat, tempat para pengadil dan terhukum di titik puncak negeri ini.

“Jangan emosi. Tak bisakah kau berpikir lebih jauh, Hanum? Bahwa negeri ini telah dengan sadar mengakui Muhammad sebagai patron keadilannya. Bahwa Islam dan Amerika memiliki tautan sejarah panjang tentang arti perjuangan hidup dan keadilan bagi sesama.
“Akulah buktinya, Hanum.”


Kisah petualangan Hanum dan Rangga dalam 99 Cahaya di Langit Eropa berlanjut hingga Amerika. Kini mereka diberi dua misi berbeda. Namun, Tuhan menggariskan mereka untuk menceritakan kisah yang dimohonkan rembulan. Lebih daripada sekadar misi. Tugas mereka kali ini akan menyatukan belahan bulan yang terpisah. Tugas yang menyerukan bahwa tanpa Islam, dunia akan haus kedamaian.

Judul: Bulan Terbelah di Langit Amerika
Pengarang: Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
Desain sampul: Hendy Irawan
Desain isi: Suprianto dan Ayu lEstari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 344 hlm
Rilis: Mei 2014
Harga: Rp75.000 (diskon 50%, beli di tokobuku.getscoop.com)
ISBN: 9786020305455

Saya termasuk yang paling bersemangat ketika mendengar kabar duet suami istri ini kembali menuliskan kisah perjalanan spiritual mereka di luar negeri. Melalui pengalaman kunjungan demi kunjungan ke beberapa kota yang kemudian mereka ceritakan, saya baru mengetahui bahwa jejak Islam banyak terdapat di kota itu. Well, itu yang saya dapat ketika membaca 99 Cahaya di Langit Eropa. Dan, saya benar-benar dibuat terpukau dengan "fakta-fakta" yang mereka paparkan di buku itu.


Bulan Terbelah di Langit Amerika. Dari judulnya saja saya sudah "merinding". Saya sangat berharap mendapatkan pencerahan sekali lagi tentang penelusuran jejak Islam di negara adidaya yang sempat merana akibat Black Tuesday, 11 September 2001, itu. Dan, memang benar, peristiwa Selasa Hitam itulah yang dijadikan dasar oleh Hanum dan Rangga dalam menulis kisah ini. Yang... ternyata tak sepenuhnya benar. Atau dengan kata lain, sebagaimana disampaikan sendiri oleh Hanum di bagian belakang buku ini, bahwa fakta-fakta yang ada di dalam buku ini bersifat debatable. Heh? Maksudnya? Detik itulah minat saya untuk membaca buku ini luntur dan digantikan upaya untuk sekadar menuntaskan-baca.


Yang paling saya suka dari 99 Cahaya di Langit Eropa adalah ketidaktahuan saya akan beberapa hal tentang Islam di Eropa yang dijawab dengan syahdu oleh Hanum dan Rangga dengan menyajikan banyak pengetahuan baru tentang sejarah Islam di Eropa. Saya tak henti-hentinya bertasbih demi menikmati suguhan fakta-fakta (lama) yang baru saya ketahui itu. Saya serasa mampir ke warung es di tengah perjalanan panjang di musim kemarau. Nyess... langsung menyejukkan. Jadi, apa yang kemudian disuguhkan dalam Bulan Terbelah di Langit Amerika dengan rangkuman fakta yang masih debatable, saya merasa tengah dalam perjalanan yang terus menerus diguyur hujan, tanpa henti. Memang sejuk, tapi juga bikin tak nyaman.

Semua yang saya harapkan kemudian menemui jalan bercabang yang berujung sama: KERAGUAN. Mendingan saya disuguhi kisah yang benar-benar fiksi saja. Atau, sebaiknya saya anggap saja Hanum dan Rangga itu tokoh rekaan belaka. Bukan Hanum dan Rangga yang benar-benar ada. Habis perkara, maka saya akan memberikan bintang 4 pada buku ini yang gaya menulis dan diksinya begitu indah. Namun, saya tidak bisa melakukannya. Saya sudah telanjur menghubungkan bahwa antara 99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika adalah dua fragmen yang membentuk satu jalinan cerita yang sama. Tak bisa dipisahkan, sehingga sulit jika satunya dibilang bermuatan fakta menakjubkan sedangkan satunya hanya berisi khayalan-khayalan tingkat tinggi. Saya tidak bisa.

Jefferson memorial
Well, kata "debatable" pada akhirnya ya memang benar-benar bisa diperdebatkan. Namun, untuk saat ini saya malas memperdebatkannya. Ketika dengan penuh penasaran saya mengetikkan nama Phillipus Brown, Amala Hussein atau Julia Collinsworth, atau Michael Jones dan dihubung-hubungkan dengan peristiwa 11 September 2011 pada mesin pencari Google dan tak menghasilkan fakta apa pun, maka saya skeptis, dan menganggap semua yang ditulis Hanum dan Rangga di buku ini hanyalah fiksi alias khayalan semata. Tak perlu repot lagi saya menggali-gali sumber lain. Tak seperti halnya ketika saya selesai membaca 99 Cahaya di Langit Eropa dan bersemangat mencari-cari lagi (dari berbagai sumber) tentang jejak Islam di Eropa.

Smithsonian museum
Untuk kali ini, saya setuju dengan pendapat beberapa tweemans yang sudah membaca buku ini yang mengatakan bahwa Hanum dan Rangga kelewat subjektif dalam menuliskan kisah ini. Sejatinya dalam 99 Cahaya di Langit Eropa pun tampak subjektif, tapi saya masih bisa memahaminya, karena toh itu perjalanan nyata dari Hanum dan Rangga, jadi apa pun yang dirasai pastilah bersifat pribadi, yang untuk selanjutnya dikoneksikan dengan ajaran Islam. Berbeda dengan Bulan Terbelah di Langit Amerika yang oleh Hanum disebut awalnya berkisah tentang perjalanan keduanya ke Amerika, namun lalu dicampur aduk dengan kisah-kisah yang dilihat atau didengar mereka dari media massa.

protes pendirian Masjid di Ground Zero
Tak banyak yang bisa saya sampaikan. Ini pun bukan resensi seperti yang biasa saya tulis. Ini hanya bentuk kekecewaan saya saja dari buku yang sangat jauh dari harapan. Sebagai sebuah karya tulis (di luar tujuan dan isinya), Hanum dan Rangga tetap berhasil merangkai kalimat demi kalimat yang indah dan memukau. Eh, kalau boleh jujur, saya jauh lebih menyukai bagian-bagian yang diceritakan dari sudut pandang Rangga. Kalau benar itu Rangga yang menulis, maka saya sungguh berharap suatu saat nanti Rangga bisa menulis buku solo. Entah fiksi, entah non fiksi. Saya sangat menikmati tulisannya. Puitis tapi tidak lebay dan begitu mengena tanpa banyak basa-basi.

Selain kenyataan soal buku ini, plot-nya pun sangat tendensius. Inilah mengapa fakta debatable itu bisa menggulirkan anggapan bahwa unsur subjektivitas cukup tinggi di buku ini. Ending yang terlalu mellow, tokoh-tokoh heroik yang dihadirkan, serta keputusan-keputusan fantastis demi --maaf-- meninggikan Islam kurang believable. Benar-benar jauh dari gaya berkisah di 99 Cahaya di Langit Eropa. Seandainya saja buku ini hadir dalam bentuk 100% fiksi, saya akan lebih bisa mengapresiasinya dengan penuh percaya diri. Tapi, dalam Islam tak boleh "Seandainya, seandainya...," ya, jadi saya tak akan meneruskan persoalan ini. Yang jelas, saya mohon maaf jika pendapat saya soal buku ini agak tak seperti gaya meresensi yang biasanya.

Omong-omong kisah tentang bulan terbelah di masa Rasululloh Muhammad SAW, memang ada ayat yang menerangkannya dan hadis sahih yang mendukung peristiwa itu. Sebagai muslim, saya pun mengimani kejadian tersebut.

Apa pun itu, selamat membaca, tweemans.

My rating: 2 out of 5 star.

Saturday, September 27, 2014

[Segera Terbit] Kumpulan Cerita Pendek - Cerita Cinta Indonesia by 45 Penulis GPU


Meskipun format buku ini bukan menjadi favorit saya, pun harganya yang lumayan mahal membuat niat membeli dan membacanya perlu dipupuk jauh-jauh hari, namun tetap saja sulit mengabaikan kehadiran buku istimewa ini. Bayangkan saja ada 45 cerita pendek (cerpen) dari 45 penulis Gramedia Pustaka Utama (GPU) dari segala jenis genre: sastra, metropop, teenlit, amore, horor, tumplek-blek jadi satu. Sedaaaaappp. Benar-benar menggoda iman banget buku ini, sih.
Beragam tema, beragam kisah terangkum di kumpulan cerita pendek Cerita Cinta Indonesia ini. Mulai dari jejak sastra hingga cerita pendek TeenLit tergores dalam 45 cerpen buah karya 45 penulis yang pasti sudah Anda kenal. Kumpulan cerita pendek ini adalah semacam bentuk syukur dan terima kasih bahwa kami masih bisa meneruskan semangat dalam berkarya.

Membaca kumpulan cerita pendek ini seakan memilih beraneka rasa dan rupa dalam sajian paket lengkap. Sebab, ada begitu terlalu banyak kisah kehidupan yang menunggu untuk diceritakan, dan yang terdapat dalam buku ini hanya sebagian kecilnya. Tak pernah cukup kisah cinta, misteri, persahabatan, dan beragam tema lainnya di dunia ini untuk ditampilkan dalam bentuk karya sastra atau cerita populer.

Apa pun rasa dan rupa yang Anda dapatkan saat membacanya, kami berharap Anda menikmati sajian Cerita Cinta dengan rasa Indonesia ini.

***

Kumpulan Cerpen ini ditulis oleh 45 Penulis GPU:
Ahmad Tohari, aliaZalea, Andina Dwifatma, Anjar Anastasia, Arswendo Atmowiloto, Ayu Gendis, Boim Lebon, Budi Maryono, Clara Ng, Debbie Widjaja, Dewi Kharisma Michellia, Dewi Ria Utari, Dewie Sekar, Dyan Nuranindya, Eka Kurniawan, Erlin Cahyadi, Esti Kinasih.

Dari keterangan yang sudah dirilis baru 17 nama penulis yang tertera, masih ada 28 nama lagi yang (untuk sementara) belum diketahui. Tapi nama-nama seperti Ika Natassa dan Syafrina Siregar juga bakal ada di dalam buku ini. Saya berharap semoga ada nama Ken Terate, Syahmedi Dean, Rosemary Kesauly, Nina Addison, dan Retni SB dalam jajaran penulis yang menyumbangkan cerpen karya mereka di sini. Oke, mari menabung dan sabar menunggu kelahiran buku istimewa ini.

Saturday, September 13, 2014

[Sedang Dibaca] ...Remember When by Winna Efendi


Huwaaa, pastinya telat banget saya baru akan membaca novel ini sekarang. Tapi tak apalah, mungkin ada baiknya saya baru akan membaca novel ini jelang pemutaran filmnya, sehingga ketika menontonnya nanti saya masih bisa mengingat-ingat detail novelnya. Pada prinsipnya, saya itu si usil yang suka membandingkan buku dan film adaptasinya. Dan, akan lebih mudah jika saya sudah membaca bukunya terlebih dahulu.
Cetak Ulang, Revisi Title dan Cover.

Apa pun yang kau katakan, bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada di sana, menunggumu mengakui keberadaannya.

Bagi kita, senja selalu sempurna; bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan dia, juga kisahku, aku dan lelakiku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita isi. Bukankah takdir kita sudah jelas?

Lalu, saat kau berkata, "Aku mencintaimu", aku merasa senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-katamu itu ambigu? Atau, aku saja yang menganggapnya terlalu saru?

"Aku mencintaimu," katamu. Mengertikah kau apa artinya? Mengertikah kau kalau kita tak pernah bisa berada dalam cerita yang sama, dengan senja yang sewarna?

Takdir kita sudah jelas. Kau, aku, tahu itu.


Kalau tak salah, novel ini merupakan repackage dari novel Kenangan Abu-Abu yang dulunya diterbitkan oleh AKOER. 
Ini adalah cerita tentang dunia kita … dunia elu dan gue berdua! Dimana cinta selalu menjadi warna abu-abu yang membiaskan segala kenangan di bangku sekolah ESEMA. Diantara bilah-bilah kurang dari 1.100 hari, emosi, cinta, dan cemburu adalah ramuan yang selalu fatal. Membekas dan tidak pernah mau pergi. Sampai kapanpun!

Ini adalah certa tentang Freya, Moses, Gia, dan Adrian. 2 pasangan idola yang paling popular. Freya yang cerdas dan selalu mendapatkan beasiswa. Moses, sang ketua OSIS yang punya wibawa dan kharisma. Adrina cowok gagah bertipe atlit, ganteng dan digandrungi semua cewek. Serta Gia cewek terpopuler di seluruh ESEMA. Berempat mereka terbelit tali cinta yang serba kusut dan membingungkan. Tapi apapun yang terjadi, inilah masa-masa kejayaan mereka. Merengkuh asmara dalam nadi-nadi darah muda. Inilah masa-masa yang patut dikenang.

Tapi entah bagaimana Moses tiba-tiba bisa melewati kompleks perumahan ini dengan mobilnya, dan melihat Freya dan Adrian sedang berpelukan. Moses masih berdiri memandang mereka berdua, meminta penjelasan. Tangannya terkepal, air hujan membasahi kaca matanya tapi dia tetap berdiri disana, menunggu.

“Gue sayang Freya”, Adrian akhirnya mengakui. Moses membencinya karena telah mengakui segalanya, “Aku membencinya karena telah mengakui segalanya, yang berarti melukai perasaan semua. Aku benci rasa sakit ini, menusuk-nusuk hatiku dan tidak mau pergi. Menusuk hati orang lain dan menambah kebimbangan”.

“Entah sejak kapan, tapi gue sayang dia. Tadi Gia udah tau yang sebenarnya, gue salah sama kalian berdua. Maaf”.

Rahang Moses mengeras, wajahnya menegang, “kalian pacaran di belakang gue dan Gia?”

Akhirnya terbongkar juga ‘perselingkuhan’ yang selama ini coba ditutupi oleh Adrian dan Freya, yang sangat menyakitkan bagi Gia dan Moses.

Ada suatu saat dimana kita tidak bisa memilih yang terbaik. Ada suatu saat dimana kita berbuat kesalahan. dan hidup dalam kenangan penuh penyesalan. Tapi saat ini, kita tidak ingin melepaskannya lagi…

Cerita tentang empat orang sahabat yang menemukan cinta, mencoba mencari diri sendiri dan mengenal arti persahabatan yang sesungguhnya.

Saya punya kedua edisi bukunya, tapi untuk saat ini saya ingin membaca yang terbitan Gagas Media terebih dahulu, karena basis film adaptasinya sepertinya dari novel edisi ini. Dan, untuk menemani membaca novel ini, saya memutar lagu RAN - Dekat di Hati yang merupakan salah satu single resmi dari soundtrack film ini.

 Untuk trailer filmnya, cek di sini: 

Thursday, September 11, 2014

[Resensi Novel Romance] Before Happiness by Abbas Aditya


Cinta dalam diam, sakitnya tuh di sini.... *nunjuk dada*
Namaku Happy, dan seperti harapan saat orangtuaku memberi nama ini, semestinya aku orang yang selalu bahagia.

Aku mencintai sahabatku melebihi segalanya, termasuk diriku sendiri. Tapi, tak pernah bisa mengungkapkanya. Aku takut persahabatanku lenyap hanya karena satu kata itu; cinta.

Dan, ketika ia memintaku untuk melamarkan kekasihnya yang juga sahabatku, entah kenapa hatiku perih, seperti tertusuk pisau karatan dengan perlahan, lalu menghujam ulu hati yang terdalam.

Langit Jakarta, kota Batu di Malang, dan sungai Chao Phraya Thailand mungkin bisa jadi obat bagi sakit ini.

Dan, aku yakin hanya jarak dan waktu yang akan menyembuhkan. Tapi, haruskah aku melupakan cinta ini?

Judul: Before Happiness
Pengarang: Abbas Aditya
Penyunting: Dedik Priyanto
Pendesain Sampul: Adam S. Muhsinin
Penyelaras Akhir: Dea Anugerah
Penerbit: Moka Media
Tebal: 210 hlm
Harga: Rp39.000
Rilis: 2014
ISBN: 9789797958411

Selain perjodohan, tema sahabat jadi cinta menjadi salah satu tema yang sangat cukup sering saya dapati dalam novel, terutama pada novel romance. Buat saya, dua tema ini menduduki peringkat terendah dalam daftar tema favorit saya. Jika memungkinkan, dan masih ada novel dengan tema lain di luar sana, saya dengan senang hati akan meminggirkan novel-novel dengan dua tema itu dan lebih memilih membaca novel bertema lain itu.

Jujur saja, landasan awal saya langsung mencomot Before Happiness adalah harapan yang cukup tinggi dari pengarangnya. Meski tak mengenalnya secara pribadi, saya tahu Abbas dan ikut bersemangat menunggu novel debutannya. Hmm, sayangnya saya memasang ekspektasi terlalu tinggi sehingga hasilnya agak kurang bagus.

Saya tak bisa banyak bilang soal ceritanya. Well, yeah, saya mencoba mencari sisi-sisi lain dari novel ini untuk tetap dapat terhubung dengan plotnya. Tentu saja, ini bukan salah pengarang atau siapa, permasalahan ada di saya yang memang sudah sulit terhubung dengan temanya. Predictable. Padahal saya bukan orang yang selalu haus kejutan, tapi kejutan tetap kejutan yang mampu memompa adrenalin. Maka ketika cerita mengalir melalui liku-liku yang sudah diketahui, hmm, petualangan rasanya tak lagi menyenangkan.

Jika saya bilang, pilihan ending untuk kisah sahabat jadi cinta ini hanya ada dua: memang menjadi cinta atau memilih tetap bersahabat, mungkin akan ada yang bilang ke saya, semua cerita hanya punya dua cabang akhir. Entahlah, saya tetap merasa, untuk tema lain masih akan ada banyak pilihan akhir yang bisa digunakan. Oke, abaikan saja racauan saya tentang tema ini. Yang akan saya bilang, saya cukup menikmati gaya bercerita Abbas meskipun adegan demi adegan yang saya baca hanya berlalu begitu saja. Pada ujungnya, saya hanya ingin tahu cabang mana yang dipilih Abbas. Tentu saja, tak perlu menunggu sampai akhir untuk memastikannya, Abbas sudah menunjukkan tanda-tandanya. Saya rasa, di sepertiga bagian akhir novel ini.

Sejak awal saya sudah bermasalah dengan proses editing dan proofreading dari novel ini. Saya benci menjadi orang yang terkekang urusan teknis itu ketika menikmati membaca buku, but I can't help it. Sudahlah saya tak terkoneksi dengan temanya, typo-nya parah benar ditambah cukup banyak kalimat tak efektif yang berhamburan. Mendengar cerita bahwa novel ini bahkan melalui proses revisi sampai delapan kali, serius? Tapi masih cukup banyak yang tak tergunting dengan memadai? Saya bukan ahli editing atau proofreading, tapi saya mengharapkan hal yang lebih baik dari ini. Saya bahkan terlalu malas menandai banyak hal yang saya anggap tak benar/janggal. *tarik napas*

Cukup banyak momen canggung yang membuat saya turn off ketika membaca. Drama domestik dengan kehadiran Nara adalah salah satu yang tak saya suka serta napak tilas yang dilakukan Happy begitu mudah ditebak. Sekali lagi, ini soal selera, kok. Yang bisa saya sarankan, khususnya untuk Abbas yang saya tahu sudah membaca begitu banyak buku, suguhkan pada saya (sebagai pembaca) sesuatu yang unik dan berbeda yang mungkin belum dipakai pengarang lain. Oh, ini bukan soal tema, tapi adegan demi adegan, plot, karakter, dan eksekusi cerita yang bisa dimainkannya. Semoga di novel Abbas selanjutnya saya bisa menemukan kekuatan menulisnya.

Satu lagi, seperti banyak yang sudah berkomentar, saya pun tak begitu nyaman dengan Prince-Princess thingy dan chemistry yang kurang meyakinkan dari Happy-Sadha untuk bisa menghanyutkan saya sehingga paham kepahitan macam apa cinta diam-diam yang dimiliki Happy. Untung di sini ada Gerald, meskipun saya akan lebih menyukai Gerald yang bukan dari lingkaran kehidupan Happy. Kayaknya konflik akan menjadi lebih lebar dan kompleks. Subjektif. Hahaha.

Komplain mulu ya, saya? Maafkan, ini memang rasa yang saya dapat ketika menyelesaikan lembar terakhir atau selama proses pembacaan novel Before Happiness ini. Untuk yang menyukai tema friendzone atau sahabat jadi cinta atau ingin menyelami perasaan seseorang yang sedang dalam proses memahami rasa terdalamnya dan hendak menerjemahkannya dalam aksi nyata, silakan untuk membaca novel debutan Abbas Aditya ini.

Selamat membaca, tweemans.

My rating: 1,5 out of 5 star

Tuesday, September 9, 2014

[Top Ten Tuesday] Sepuluh pengarang atau novel metropop yang kurang mendapat apresiasi


The Broke and the Bookish original title: Top Ten Underrated Authors or Books in X genre. 


Agak berat juga topik Top Ten Tuesday hari ini. Saya pun mulai berpikir keras mengais informasi tentang sepuluh pengarang atau buku dalam lini metropop yang sebenarnya bagus tapi kurang mendapat respons dari pencinta buku tanah air. Tentu saja, ini berdasar versi saya belaka. Dari semua alasan, saya pun berusaha mencari yang benar-benar objektif yang memungkinkan kesepuluh nama pengarang atau judul novel metropop dalam daftar saya ini memang masuk kategori TTT hari ini. Dan, dikarenakan saya tak memiliki data akurat, maka daftar ini hanya berdasar asumsi saya saja, jika ada yang ingin menyanggah, saya persilakan.

Sepuluh pengarang atau novel metropop yang kurang mendapat apresiasi (dari yang seharusnya) ini saya landaskan pada kalahnya pamor mereka dibanding novel-novel metropop lain yang sangat populer atau semestinya kesepuluh nama atau judul berikut juga bisa sepopuler seperti yang lain.

1. Dewie Sekar. Oke, saya memang fans berat Mbak Dewie. Jadi, mungkin memang ini hanya sebatas penilaian subjektif, tapi saya merasa semestinya buku-buku karangan Dewie Sekar bisa jadi best-seller di mana-mana. Saya menyukai hampir seluruh buku-buku karangannya. Buat saya apa pun yang ditulisnya selalu berhasil membuat saya terperenyak lalu tersenyum bahkan kadang terpingkal. Saya hanya bisa mendoakan semoga akan banyak pembaca buku menyadari betapa karya tulis Dewie Sekar sungguh sayang jika tak dibaca.

2. Trilogi Zona by Dewie Sekar. Masih berkaitan dengan Dewie Sekar. Saya pun merasa trilogi debutan karya beliau ini kurang mendapat apresiasi dari yang seharusnya. Buat saya pribadi, di tengah belantara judul-judul metropop pada masanya, novel Dewie Sekar ini membawa gaya yang berbeda. Masih tentang kaum urban tapi tak diilustrasikan terlalu hedon. Bukan soal ngopi-ngopi di kafe lucu, tapi soal gadis metropolitan yang mesti menjejak bumi Aceh yang berbau anyir untuk mengejar cintanya. Ada pesannya, pun dengan balutan unsur khas metropop yang memesona. Dan, karakterisasi dari novel ini begitu kuat.


3. Alberthiene Endah. Oh, ini bukan tentang beliau yang saat ini lebih dikenal sebagai "Ratu Biografi Indonesia" tapi tentang betapa piawainya Mbak AE mengonversi gambaran kaum metropolitan (khususnya Jakarta) menjadi rangkaian cerita yang menghipnotis dan penuh humor cerdas dalam beberapa novel metropop atau seri lajang kota yang dulu pernah ditulisnya. Terus terang, saya kangen tulisan fiksi beliau. Kebetulan saya bukan pencinta buku biografi, jadi saya tak mengoleksi buku-buku biografi karya Mbak AE.


4. Apa Maksud Setuang Air Teh (AMSAT) by Syahmedi Dean. Buku keempat sekaligus penutup tetralogi novel metropop "4 Wartawan Lifestyle" ini menjadi salah satu novel metropop favorit saya. Di sini saya bertindak selaku fans yang terang-terangan menyukai karya tulis Bang Dean. Pada banyak kesempatan, saya mencoba mempersuasi siapa pun yang kepingin mencoba genre metropop untuk membaca salah satu karya-karya Syahmedi Dean.


5. My Partner dan Pink Project by Retni SB. Berdasar data goodreads.com buku-buku karangan Mbak Retni lumayan banyak juga kok yang sudah dibaca (dan diberikan rating) dibanding beberapa yang saya sebut di atas. Namun, saya tetap merasa seharusnya novel-novel Retni SB pun bisa diapresiasi lebih banyak lagi oleh pencinta novel metropop.



6. The Lunch Gossip dan The Lunch Reunion by Tria Barmawi. Oke, saya hampir nangis baca The Lunch Reunion. Saya tak punya banyak kata-kata, yang mau saya bilang, berilah kesempatan untuk membaca dua buku ini. Nikmati pelan-pelan saja. Kalau mau yang lebih nendang baca The Lunch Reunion lebih dulu (meski ini buku sekuelnya). 

7. Say No to Love by Wiwien Wintarto. Novel ini semacam proyek novel impian yang kepingin banget saya tulis. Hampir seluruh karakter dalam novel ini protagonis. Well, ada sisi antagonis tapi tanpa perlu pelatat-pelotot begitu. Cukup ada sisi gelap berkabut untuk bisa menyadarkan kembali bahwa kita, seburuk apa pun, memiliki dasar yang sama: kebaikan.

8. Three Weddings and Jane Austen by Prima Santika. Saya tahu, buku ini beralur lambat dan cenderung gampang menerbitkan kebosanan, tapi jika bisa dinikmati dengan baik, maka buku ini cukup memberikan sentilan untuk direnungkan. Dan, bagi pencinta Jane Austen, buku ini bisa dibilang tribute untuk pengarang legendaris itu.

9. Morning Brew by Nina Addison. Novel ini menjadi salah satu novel debutan metropop yang saya suka dan berharap pengarangnya segera menulis cerita yang lain karena saya sudah jatuh cinta pada gaya menulisnya.

10. Bidadari Santa Monika by Alexandra Leirissa Yunadi. Novel ini menjadi salah satu novel metropop yang mesti saya baca dua kali dulu untuk bisa merasai feel-nya, hehehe. Sekaligus untuk memahami maksudnya. Namun, pada akhirnya saya jatuh cinta pada novel ini dan berkeinginan untuk membaca karya yang lain dari Alexandra.

Catatan: saya memasukkan buku-buku yang sudah saya baca saja, belum seluruh novel keluaran lini metropop saya baca.

Demikian, sepuluh daftar pengarang atau buku (mungkin tampak lebih dari sepuluh, ya, hehehe) dari lini metropop yang kurang mendapat apresiasi dari pembaca Indonesia, khususnya pembaca novel metropop atau novel romance. Pada akhirnya, saya masih berkesimpulan bahwa genre atau lini metropop inilah yang memang belum banyak menyita minat pembaca. Harapan saya, sih, berikan satu atau dua kesempatan untuk membaca novel-novel terbitan lini metropop. Coba googling atau gooreading dulu sebelum mencomot satu yang ingin kamu baca.

Selamat membaca, tweemans.

Monday, September 8, 2014

[Giveaway] Pengumuman yang Tertunda


Sepertinya saya butuh asisten, huhuhu. Atau, pil penghancur kemalasan. Ya, lebih tepatnya saya pilih yang kedua. Mungkin bisa sekali libas, ya. begitu saya menenggak pil itu saya tak lagi beralasan malas melacak jejak perempuan yang menyimpan serusuk tulang saya, yang akan saya hadiahkan sekuntum mawar dan sebuah cincin dalam kotak beledu, lalu saya pinang jadi asisten saya. Hah! Malah curhat.

Okayyy... setelah berjuang membasmi segala kejahatan kemalasan dengan beberapa cangkir kopi, akhirnya saya berhasil mengumpulkan kepingan ingatan satu per satu untuk menuliskan postingan ini. Saya menyebutnya: "Pengumuman Pemenang Giveaway yang Tertunda". Untuk semua tweemans yang sudah ikutan giveaway (apa pun, baik yan diselenggarakan di sini atau di Twitter) dan setiap saat bertanya kapan saya akan mengumumkan pemenangnya, dari lubuk hati terdalam, saya meminta maaf yang teramat sangat.

Baiklah, berikut adalah beberapa giveaway yang saya ingat belum saya umumkan tweeman yang terpilih untuk mendapatkan hadiah pada masing-masingnya. Selamat dan jangan kapok untuk ikutan  giveaway lagi di sini, ya. Termasuk tweemans yang belum terpilih, juga tetap bersedia ikut berpartisipasi dalam giveaway-giveaway lain yang akan saya selenggarakan.


1. Giveaway "my love letter to..." yang merupakan kuis pra-gathering Amore in Metropop, April 2014 silam. Lama bingits, hikz. Dan, setelah membaca beberapa surat yang masuk, saya terlarut dalam curahan rasa Nisa Aulia yang menulis surat cintanya untuk Ravey Malhotra. Selamat ya, Nisa, kamu berhak mendapatkan satu paket trilogi Zona karya Dewie Sekar. Dan, inilah surat cinta Nisa untuk Ravey (tanpa saya edit, baik kalimat maupun typo-nya, ya):


Dear my beloved Ravey Malhotra,

Hai, aku ada disini, disudut lokasi yang mungkin tak kau ketahui. Aku melihatmu....emm membacamu dari tempat yang sunyi.

Aku menemukanmu dalam novel a Miracle of Touch. Penggambaran wajah lancip dengan dagu yang meruncing dan berbelah, mata berwarna kehijauan yang memancarkan keteduhan serta tulang hidungmu yang tajam, membuat imajinasiku mengembara seperti apa kau dalam bentuk nyata.

Katakan aku pemimpi karena mengharapkan tokoh fiktif menjadi nyata. Katakan aku pesimis karena suatu hal mustahil bahwa kau ada diduniaku. Tapi inilah kenyataannya, aku jatuh cinta dalam setiap kata yang menggambarkan tentang kau, Ravey.

Saat jarum jam terus berdetak merubah waktu, aku hanya akan menjadi angka. Aku ingin kau menjadi jarum jam yang yang akan selalu menunjuk ke arahku, terus menguasai segala rasaku. Sampai tiba saatnya kita bersama sebagai penunjuk waktu yang kehabisan daya.

Ketika logika otak dan keegoisan hati berperang dalam benak, pilihan mana yang harus kupilih? Menutup buku dan menyimpan penggambaran dirimu atau menulis lanjutan cerita tentang kau dalam versi kau-bertemu-aku?

Dear Ravey, 
Kau hanya bintang jauh yang tak akan teraih. Kau hanya air jenih yang tak bisa digenggam. Kau seperti udara bergerak yang hanya bisa dirasakan. Maaf, jika perasaanku sebatas tulisan disini.
Tapi yakinlah, pengharapanku menemukanmu dalam versi nyata diduniaku tak akan berhenti mengikuti tulisan ini.

2. Giveaway "Ask Author" yang juga merupakan kuis pra-gathering Amore in Metropop, April 2014. Dan, dari beberapa tweemans yang mengajukan pertanyaan, saya memilih satu di antaranya, yang menurut saya pertanyaannya cukup mendalam dan berbeda dari penanya lainnya. Meski judul GA-nya "Ask Author" boleh juga bertanya untuk para editor, dan karena kebanyakan pertanyaan untuk penulisnya biasa saja, saya akhirnya memilih Gloria Yesyuruni @gloriayesyuruni yang terpilih dan beruntung mendapatkan satu paket lengkap buku Ika Natassa.

3. Giveaway "Diary Princesa" sebuah novel debut manis karya Swistien Kustantyana yang resensinya bisa tweemans intip di resensi novel remaja Diary Princesa. Untuk memilih pemenangnya saya mengandalkan pick at random karena pertanyaannnya kan pertanyaan umum tentang konflik sesuai cerita di novel. Dan, yang beruntung terpilih adalah... Tammy @alizarinnn. Selamat. Untuk pemenangnya, saya mohon maaf karena tambahan hadiah (selain novel) yaitu voucher belanja di Gramediana jadinya hangus karena sudah expired. Maaf, ya.

4. Giveaway Twitter di #KuisBukuSedunia yang waktu itu saya minta twitpic lemari buku punya sendiri. Sayang sekali, saya tak menemukan rak buku yang unyu bin unik gitu, tapi tak apa, saya tetap akan memilih satu rak di antara beberapa lemari buku yang diikutsertakan dalam giveaway ini, dan saya memilih lemari bukunya Nuri Dhea @dheavannea yang punya laci khusus di bawah tempat tidur yang bisa dimanfaatkan untuk menyimpan buku. SAYA. JUGA, PENGIN. PUNYA. YANG. SEPERTI. INI. Hehehe.


Nah, itu tadi sebagian giveaway yang pernah saya selenggarakan yang pengumuman pemenangnya tertunda sekian lamanya. Sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya dan semoga hal ini tak membuat kalian kapok untuk terus ikutan seseruan di giveaway-giveaway berikutnya. Oiya, satu lomba lagi yaitu #IAmEditor masih sedang saya evaluasi. Semoga secepatnya bisa diumumkan pemenangnya, ya.

Salam buku!

Tuesday, September 2, 2014

Sepuluh tokoh fiksi favorit yang seharusnya main bareng di jam istirahat sekolah


The Broke and the Bookish original title: Top Ten Book Characters That Would Be Sitting At My Lunch Table (you know...back to school theme)


Kalau saja di zaman sekolah dulu ada tokoh-tokoh ini dalam kehidupan seorang Ijul sang culuner di sekolahan, mungkin semuanya akan berbeda, ya.

1. Hermione Granger (Harry Potter series by JK Rowling)
Siapa sih yang enggak mau berteman dengan gads supercerdas ini? Well, meski terkadang agak menyebalkan karena saya enggak bakal bisa menyainginya di bidang akademis, setidaknya saya bisa 'mencuri' kebiasaan belajar dan meminta tips belajar darinya.


2. Harry Potter (Harry Potter series by JK Rowling)
Oke, mungkin bakalan agak depresi ya hang-out bareng teman yang dikejar-kejar Raja Kegelapan, tapi Harry-lah yang mengalami segala keseruan di London yang penuh magic. Kalau sampai nggak berteman sama Harry bisa ketinggalan banyak hal menyenangkan dari dunia sihir.


3. Ronald Weasley (Harry Potter series by JK Rowling)
Hahaha, sekalian saja sih gang Harry Potter disebutkan semua, ya. Tapi kalau saya berharap bisa main bareng Hermione dan Harry pas jam istirahat, saya pasti mau juga main bareng Ron. Mereka bertiga kan enggak terpisahkan. Kayaknya obrolan kami bakalan terus hidup kalau ada dia.



4. Ava Torino (L by Kristy Nelwan)
Saya enggak akan pernah bisa melupakan Ava dan segala obsesinya yang ingin memacari cowok-cowok berdasar abjad secara lengkap. Saya mau deh ikutan, hehehe, maksudnya saya bakal memacari cewek-cewek berdasar abjad juga gitu...:) #soklaku *curhat*

5. Harris Risjad (Antologi Rasa by Ika Natassa)
Saya itu orangnya culun abis sejak TK. Pemalu tingkat kecamatan dan punya masalah kepercayaan diri. Kayaknya kalau saya bisa main bareng Harris di jam istirahat, saya bisa minta tolong dia ngajarin saya untuk sedikit bengal dan bisa menggodai cewek-cewek di sekolahan.

6. Augustus Waters (The Fault in Our Stars by John Green)
Berulang kali saya kehilangan semangat menjalani hidup. Bahkan, pernah saya bertanya, baik pada diri sendiri, teman, atau Tuhan sekalipun, "Mengapa sih 'bunuh-diri' itu diharamkan? Bukankah katanya hidup itu sebuah pilihan, dan mengakhiri kehidupan itu juga merupakan sebuah pilihan?". Nah, kalau bisa main bareng Augustus kayaknya bakal bisa tertular semangat hidupnya.

7. Lola (Cewek Matre by Alberthiene Endah)
Hahaha, kalau ini saya murni suka banget sama bukunya. Kalaulah bisa hang-out bareng Lola dan saya diporotin sama dia, hmm, enggak apa-apa, deh. Atau, lebih seksi lagi kalau saya bisa belajar jadi "cowok matre" ke dia.

8. Didi (Fashion Journalist series by Syahmedi Dean)
Saya yakin, Didi yang cablak bisa bikin suasana enggak bakal pernah garing,. Yah, meskipun mungkin akan bikin dongkol juga kalau mulut dia seenaknya mengkritik sana-sini. Tapi, saya jelas butuh seseorang yang 'jujur' pada saya karena sudah sejak lama saya menjadi orang yang agak-terlalu-defensif. Sekali-kali saya ingin jadi orang kalem merespons serangan dari orang lain alias enggak gampang panasan 'dipedesin' orang lain.

9. Jo (Jurnal Jo series by Ken Terate)
Jo itu super-duper keren deh orangnya. Dia juga aslinya baik meskipun ceplas-ceplos kayak mercon banting. Dia juga setia kawan dan memegang prinsip yang diyakininya. Saya bisa belajar darinya untuk memandang hidup dengan penuh kreativitas.

10. Aulia (Restart by Nina Ardianti)
Aulia ini cuma cameo di novel fenomenal "Restart" karya Nina Ardianti, tapi dia selalu berhasil mencuri perhatian di setiap adegan yang ada dianya. Saya yakin dia bisa jadi teman yang seru dan hari-hari enggak bakalan kacrut lagi, deh.

Nah, itu dia sepuluh tokoh fiksi yang saya harap bisa diajak main bareng pas jam istirahat sekolah, dan saya rasa sekolah akan lebih seru kalau ada mereka. Kalau kamu siapa?