Friday, June 28, 2013

[Resensi Novel Romance] BANGKOK by Moemoe Rizal


Witing tresno jalaran soko kulino...

Pembaca tersayang,

Siapkan paspormu dan biarkan cerita bergulir. BANGKOK mengantar sepasang kakak dan adik pada teka-teki yang ditebar sang ibu di kota itu. Betapa perjalanan tidak hanya mempertemukan keduanya dengan hal-hal baru, tetapi juga jejak diri di masa lalu.

Di kota ini, Moemoe Rizal (penulis Jump dan Fly to The Sky) membawa Edvan dan adiknya bertemu dengan takdirnya masing-masing. Lewat kisah yang tersemat di sela-sela candi Budha Wat Mahathat, di antara perahu-perahu kayu yang mengapung di sekujur sungai Chao Phraya, juga di tengah dentuman musik serta cahaya neonyang menyala di Nana Plaza, Bangkok mengajak pembaca memaknai persaudaraan, persahabatan, dan cinta.

เที่ยวให้สนุก, tîeow hâi sà-nùk, selamat jalan,

EDITOR
 
Judul: Bangkok – The Journal
Pengarang: Moemoe Rizal
Editor: Ibnu Rizal
Proofreader: Christian Simamora
Penata letak: Gita Ramayudha
Desain sampul: Jeffri Fernando
Ilustrasi isi: Tyo
Penerbit: Gagas Media
Tebal: 436 hlm
Harga: Rp57.000
Rilis: 2013
ISBN: 978-979-780-629-3

Bangkok menjadi destinasi ketiga yang saya tuju ketika menaiki ‘kereta-memori’ Setiap Tempat Punya Cerita yang dicetuskan Gagas Media – Bukune, setelah Melbourne dan Roma. Awalnya, saya menjadwalkan mengunjungi Manhattan terlebih dahulu, namun dikarenakan begitu banyak komentar positif pada novel ini, akhirnya saya memutuskan untuk menyetop kereta-memori dan menerima ajakan Moemoe Rizal melancong ke Bangkok, Thailand, untuk mencari jurnal lama milik Ibu sang tokoh utama.

Jujur saja, saya terkesan banget membaca Bangkok. Sejauh ini, Bangkok menjadi buku travel-fiction terfavorit saya. Gaya dan ritme bercerita yang lincah. Ceplas-ceplos. Manly, panas, sekaligus cerewet. Kaya konflik. Dan, yang paling utama, saya tidak berasa dijejali pengalaman mengunjungi tempat-tempat wisata di Bangkok. Seluruh kunjungan ke lokasi-lokasi populer di kota itu terjadi secara natural mengikuti alur kisah hidup dan perjalanan romansa tokoh utamanya.

gambar dari sini: http://www.interasia.com.au
Baiklah, saya memang sempat shock ketika baru menjejak halaman 5, f-word sudah terlontar di buku ini. Well, seketika itu saya berusaha keras mengingat-ingat buku apa ya yang terang-terangan menyebut kata itu dan hasilnya... nihil. Saya gagal mendapati memori saya akan buku lokal (atau terjemahan) yang dengan gamblang menuliskan f-word tersebut. Oh, ada sih, Twivortiare (Ika Natassa, kalau tidak salah) tapi edisi nulisbuku yang tahu sendiri donk, itu kan self-publishingjadi tentu saja bisa sesuka hati pengarangnya mau menulis apa, kan? Hoh, berarti penerbit lokal sudah mulai tak peduli dengan ketabuan ‘f-word’ ini, ya?

Buat saya pribadi sih, f-word bisa lah digunakan sebagai istilah dalam percakapan sehari-hari antarteman. Namun, hati kecil saya tetap tak rela mengumbar kata itu dalam buku cetakan resmi yang memungkinkan akses bagi siapa pun untuk mengambil dan membacanya, termasuk anak SD. Tapi, ya balik ke masing-masing pribadi sih. Setiap orang seharusnya sudah diberikan pemahaman dasar akan baik-buruknya sesuatu. Menjadi pembaca sudah pasti cerdas.

gambar dari sini: http://english.samaylive.com
Kembali ke sisi cerita Bangkok. Novel ini seolah-olah sesak. Banyak sekali subplot cerita yang dijejalkan untuk membangun kisah perjalanan ‘napak-tilas’ yang dilakukan Edvan (tokoh utama) yang ditemani Charm (tokoh utama perempuan pendamping) untuk menemukan warisan dari ibunya yang baru saja meninggal, berupa 7 jurnal yang tersebar di seluruh pelosok Bangkok (wew, mau nggak mau, saya terbayang horcrux di cerita Harry Potter, wkwkwk). Mulai dari kisah dramatis Edvin yang bertansformasi menjadi Edvina dan mewakili Indonesia dalam kontes Miss International Queen di Pattaya. Lalu disambung dengan kisah hidup Max, adik lelaki Charm yang cinta mati pada seni bela diri sekaligus olah raga muay thai yang memiliki sifat membingungkan (straight or gay?). Sampai dengan kiash-kisah dari orang-orang Bangkok yang dititipi jurnal oleh sang ibu. Novel ini menjadi padat dengan banyaknya subplot itu, ditambah lagi dengan berbagai informasi objek wisata di sekitaran Bangkok yang untungnya dituliskan dengan menarik. Senang rasanya tidak dihinggapi kebosanan ketika membaca lembar demi lembar novel ini.

gambar dari sini: http://uhmcwellness.wordpress.com
Sepertinya sudah menjadi rahasia umum ya, kalau latar tempatnya Bangkok pasti unsur sex-nya begitu kental. Tak hanya tentang hubungan intim secara harfiah, tapi juga orientasi seksualnya (tak perlu khawatir, di sini tak ada adegan intim yang diceritakan secara eksplisit kok). Maka, selama perjalanan melacak jejak keberadaan jurnal-jurnal peninggalan ibu Edvan, kita juga disuguhi drama kehidupan orang-orang Thailand. Tak jarang, drama itu menyentil rasa terdalam yang ada di jiwa. Bagus.

Namun demikian, saya agak kecewa dengan ending-nya. Hmm, harus ya dibuat seperti itu? Agak klise dan ‘terlalu-mudah’ untuk menghentikan perjalanan nyaris mustahil dalam mengumpulkan jurnal dari tahun 1980-an itu. Saya malah berandai-andai, bagaimana jika alasan yang disampaikan Charm ketika menolak rasa di hatinya itu adalah yang sebenarnya, bukan seperti yang ditulis sebagai akhir kisah novel ini. Agak drama-drama sinetron sih, tapi konflik akan semakin memuncak, dan saya menjadi penasaran bagaimana keputusan harus dibuat oleh Edvan. Kalau dengan ending begini, saya sudah tak perlu berimajinasi lagi, memang pasti begitu ending-nya. Too bad.

Hmm, ada beberapa bagian yang membuat saya meringis, yaitu di halaman 360. Apakah itu benar-benar begitu? Seorang Perdana Menteri ikut turut tangan untuk pengambilan keputusan pemberian izin mendirikan bangunan? Hohoho. Kalau di Indonesia sih oke, Presiden saja sampai ngurusin artis gak penting. Tapi, apakah di Thailand juga sampai segitunya? Juga di halaman 414. Salah satu orang Thailand yang ditemui Edvan, berkunjung ke Indonesia (Bandung) tapi oleh-oleh pulangnya wayang kulit. Heh? Okay, mungkin wayang kulit di Bandung ada sih. Tapi, bukankah lebih umum, oleh-olehnya itu wayang golek, ya? Penasaran saja sih, intinya. Lagi, di halaman 281, disebutkan Pasar Terapung di daerah Taling Chan lebih baik dibandingkan Pasar Terapung di Kalimantan Timur. Heh? Hmm, mungkin memang ada pasar terapung di Kaltim (saya sih nggak pernah lihat), tapi setahu saya, di Indonesia ini pasar terapung yang paling populer masih yang ada di Kalimantan Selatan (Banjarmasin atau Martapura). Saya sempat merasai berbelanja di Pasar Terapung Banjarmasin.

gambar dari sini: http://portalbanjarmasin.com
Dari segi cetakan, hmm, tentu saja typo masih tersebar di beberapa titik. Namun, berhubung kisah dan gaya berceritanya yang superlincah, saya sampai tak peduli dengan typo-typo itu. Meskipun demikian, jika di kemudian hari novel ini cetul (cetak ulang) semoga beberapa typo ini bisa diperbaiki sehingga novel ini menjadi makin mantap dari segala aspek. Hmm, terus, entah disengaja atau tidak penyebutan Edvin dan Edvina yang kadang ngasalagak sedikit mengganggu. Itu Edvan-nya yang labil atau memang disengaja begitu untuk menegaskan posisi Edvin yang seorang transgender? Entahlah.

Oiya, hal lain yang saya suka dari novel ini adalah gaya penulisan footnote-nya. Kebanyakan footnote adalah komentar ringan Edvan sebagai tokoh utama tentang apa pun yang oleh pengarangnya dianggap perlu diberikan komentar. Ini seru ketimbang komentar jayus di dalam tanda kurung yang digunakan oleh beberapa penulis. Sementara di novel ini justru kocak. Ide yang keren. Dannn, seperti halnya Nina Ardianti dalam Restart yang kisahnya ada kaitan dengan Fly to the Sky, Moemoe pun mengaitkan Bangkok ini dengan novel duet itu. Edvan diceritakan menaiki pesawat dari maskapai Indonesia Airbridge dengan co-pilot Ardian dan salah satu pramugarinya adalah Leila Lupitasari. Saya pikir, awalnya Moemoe mau menjodohkan Edvan dengan Leila ini, hehehe.

Beberapa bagian yang #makjleb buat saya:
“Aku ingin wisata alam. Wisata yang bangunannya diciptakan langsung oleh Tuhan.” (hlm. 94)

“Tidak semua orang punya kesempatan bertemu dengan orangtua setiap hari. Tapi, ada saja orang yang dengan sengaja melepaskan kesempatan itu untuk ego pribadi.” (hlm. 147)

“Kalau kubilang kamulah kebahagiaanku, maka TITIK. Kamulah kebahagiaanku.” (hlm. 253)

“Biarkan saja penyesalan jadi kenangan. Penyesalan bukan untuk dinikmati.” (hlm. 323)

“Berhenti di tengah-tengah perjuangan, sama saja membiarkan makanan menumpuk di perut, tidak pernah dikeluarkan. Nanti, menambah-nambah masalah dan menciptakan kerepotan baru.” (hlm. 381)

Secara keseluruhan, saya sangat menikmati perjalanan wisata saya ke Bangkok. Tak banyak komplain saya sampaikan pada Moemoe Rizal, sang sopir tuk-tuk, hehehe. Dan terima kasih juga karena sudah mengarang novel ini. Akhirnya saya merasai lagi, novel yang bener-bener laki-laki, di tengah hiruk-pikuk novel romance yang cenderung feminin banget. Well done. Ditunggu karya-karya selanjutnya.

Rating: 4,5 out of 5 stars.

Sunday, June 23, 2013

[Buku diFilmkan] Nonton Bareng Film Refrain


Saya sedang bahagia. Tak pernah terpikirkan oleh saya bahwa saya akan mendapat kesempatan langka bergabung dengan beberapa penulis top Gagas Media dan tentu saja Winna Efendi dalam acara Nonton Bareng Film Refrain yang diadakan Gagas Media, Minggu, 23 Juni 2013, pukul 14.30 WIB, di Pejaten Village. Awalnya saya sekadar mencandai @Winnaddict (penggemar karya-karya Winna di twitter) dengan bertanya 'bisa-nggak-ya-saya-ikutan-nonbar-tanpa-ikutan-kuis'. Hehehe, namanya #nyamber di status @Winnaddict ya saya tak meniatkan yang lain, apa lagi jika berkesan merengek minta-minta. Tidak. Tapi, kemudian tak dinyana Winna malah menawarkan satu tiket untuk ikutan nonton bareng Film Refrain itu kepada saya. Wahhhh, girang bukan kepalang donk saya.


Ahhh, saya sudah menggemari tulisan-tulisan Winna sejak membaca Ai dan Refrain. Jadi, sebenarnya saya sudah meniatkan akan menonton film ini jauh-jauh hari bahkan sebelum ada kepastian tanggal pemutaran filmnya (baru ketahuan sebagai proyek filmisasi). Saya pun tidak mengikuti kuis nonton barengnya karena saya pikir nonton barengnya ya sekadar nonton saja, tidak ada acara after the show. Ternyata ada Meet and Greet bareng Winna Efendi dan Haqi Achmad selepas acara nonton. Saya jadi mupeng. Tapi, tetap saya tak ikutan kuis, karena saya sendiri pesimis bisa menang di kuis-kuis seperti itu, hehehe. Namun, ya seperti kata almarhumah Ibu saya, kalau rezeki ya ndak ke mana dan ya ndak usah ditolak. Saya pun menerima dengan sepenuh hati tawaran Winna. Alhamdulillah, akhirnya dikirimin juga undangannya oleh Tim Gagas Media.




Kamu sudah nonton? Kalau belum, yukk nonton. Saya selalu suka menonton film adaptasi dari buku. Apalagi kalau itu dari buku yang saya gemari. Semangat menontonnya itu bisa beberapa kali lipat labih banyak dari film biasa-non-adaptasi.

Sekali lagi, terima kasih yang tiada terkira saya sampaikan kepada Winna Efendi dan Gagas Media yang sudah memberikan kesempatan untuk ikutan di acara nonton bareng Film Refrain besok (eh, hari ini yaaa....sekarang kan udah hari Minggu).

Selamat menonton!

Sunday, June 9, 2013

[Resensi Novel Romance] Melbourne by Winna Efendi


Memadukan musik dan cahaya dalam cinta...

Pembaca tersayang,

Kehangatan Melbourne membawa siapa pun untuk bahagia. Winna Efendi menceritakan potongan cerita cinta dari Benua Australia, semanis karya-karya sebelumnya: Ai, Refrain, Unforgettable, Remember When, dan Truth or Dare.

Seperti kali ini, Winna menulis tentang masa lalu, jatuh cinta, dan kehilangan.

Max dan Laura dulu pernah saling jatuh cinta, bertemu lagi dalam satu celah waktu. Cerita Max dan Laura pun bergulir di sebuah bar terpencil di daerah West Melbourne. Keduanya bertanya-tanya tentang perasaan satu sama lain. Bermain-main dengan keputusan, kenangan, dan kesempatan. Mempertaruhkan hati di atas harapan yang sebenarnya kurang pasti.

Setiap tempat punya cerita.

Dan bersama surat ini, kami kirimkan cerita dari Melbourne bersama pilihan lagu-lagu kenangan Max dan Laura.

Enjoy the journey,
EDITOR
 
 
Judul: Melbourne - Rewind
Pengarang: Winna Efendi
Penyunting: Ayuning, Gita Romadhona
Proofreader: Mita M. Supardi
Desainer sampul: Levina Lesmana
Penerbit: Gagas Media
Tebal: 328 hlm
Harga: Rp52.000
Rilis: Mei 2013 (cet ke-1)
ISBN: 978-979-780-645-3

Kesukaan saya pada gaya mengarang Winna menjadikan Melbourne sebagai titik pijak saya untuk berkeliling menikmati untaian kisah di masing-masing tempat dalam seri Setiap Tempat Punya Cerita (STPC) yang dicetuskan bersama oleh Gagas Media dan Bukune. Tentu saja, kalau ada STPC dengan judul LONDON (kota impian) saya pasti akan memulainya dari sana, siapa pun pengarangnya. Nah, karena tidak (atau belum) ada yang mengangkat London, saya memilih ber-traveling bareng Winna Efendi ke Melbourne.

Hening. Damai. Itulah kesan saya setiap menikmati karya-karya Winna. Seramai apa pun sekitar saya, begitu sudah merunuti kata demi kata yang diuntainya saya seolah tersihir untuk tak memedulikan sekeliling. Entahlah, saya sendiri tak paham mengapa saya merasa seperti itu. Bisa jadi karena diksi dan cara menggandeng kata-kata menjadi kalimat atau suasana yang terjalin di belakang plot dan karakter para tokohnya. Yang jelas, karya Winna selalu menghanyutkan imajinasi saya.

Tak terkecuali Melbourne ini. Oh, saya sempat sedikit deja vu dengan penggalan kisah Winna di GagasDuet-nya bareng Yoana Dianika, Truth or Dare. Salah satu bagiannya serupa dengan novel itu, yaitu ketika Laura menaruh hati pada Evan padahal Evan sudah berpacaran dengan sahabat Laura, Cecily. Ingatan saya langsung melambung pada sosok Alice yang menyukai Julian yang sudah secara resmi berkencan dengan Catherine. Anehnya, saya tak merasa terganggu dengan kesamaan kondisi ini. Biasanya mood membaca saya cenderung mudah terganggu apabila saya menemui satu atau dua adegan dalam suatu cerita mirip dengan adegan di cerita yang telah lebih dulu saya baca. Mungkin tepat jika saya menyebut telah dikenai Winna’s Charm selama membaca novel ini.

gambar dari sini: melbournereview.com.au
Dalam hidup, saya percaya pada true love (baca ini saya sambil dengerin suara Pink yang berduet bareng Lilly Allen a.k.a. Lilly Rose Cooper di lagu berjudul True Love). Bahwa jika saya mencintai seseorang dengan tulus, perasaan itu seharusnya mengendap dan mengerak di dasar hati, sehingga butuh waktu yang sangat lama untuknya mengelupas sampai hilang dan tergantikan rasa cinta pada seseorang yang baru. Saya selalu heran jika ada seseorang yang dengan mudah bilang ‘aku cinta kamu seumur hidupku’ di saat baru mulai menjalin hubungan tapi kemudian mudah pula mengatakan hal yang sama kepada orang lain ketika hubungan yang pertama tak berjalan mulus. Sebegitu mudahkah cinta terhapus dan digantikan dengan yang baru? Ataukah itu hanya salah si orang yang dengan mudah mengumbar kata cinta? Bisa jadi. Intinya, saya percaya cinta yang tulus akan bertahan untuk waktu yang lama, seperti kata ST-12 dalam lagu Saat Terakhir:
“Satu jam saja ku telah bisa
Cintai kamu kamu, di hatiku
Namun bagiku melupakanmu
Butuh waktuku seumur hidup.”
Saya menangkap esensi cinta sejati dari hubungan Laura dan Max di Melbourne ini, meskipun saya juga merasakan bentuk cinta yang belum selesai. Seperti tertunda sementara waktu, karena ada keperluan penting nan mendesak yang harus dilakukan terlebih dahulu. Lalu, cinta akan hadir kembali setelahnya. Seperti itulah saya memahami letupan roman antara Laura dan Max.

Saya setuju dengan pendapat Christian Simamora yang menyebut bahwa Winna berhasil mengeksekusi plot Melbourne yang memiliki alur campuran, maju-mundur, yang sebagian besar dikemas sebagai bentuk reka-ulang kenangan itu, bukannya benar-benar menuliskan kenangan itu. Maksudnya, kenangan itu hanya dirupakan narasi saja, tidak fulladegan (disertai dialog). Dan, untuk beberapa kondisi saya menyukai gaya penceritaan seperti itu. Karena bahasa Indonesia tidak membedakan bentuk lampau, kini, dan masa mendatang, saya biasanya gagal merasai nuansa masa silam, jika suatu cerita berputar ke waktu sebelumnya namun diceritakan gamblang seolah-olah peristiwa itu terjadi saat ini. Saya benar-benar bahagia ketika sebagian besar Winna memilih gaya narasi ketika tokoh-tokohnya mengingat suatu memori.

gambar dari sini: pbase.com
Namun, gaya begitu pun ada kelemahannya, buat saya. Lebih ke ‘rewel’nya saya sih. Apa iya, dalam suatu waktu yang hampir sama, yang terpisah jarak sedemikian jauhnya, dua orang bisa kebetulan mengingat satu kondisi yang sama? Winna kerap menggunakannya. Ketika Laura mengingat bagaimana ia menyukai Prudence, awal perjumpaannya dengan Max, serta bagaimana sakit hatinya mendengar ucapan Max ketika mereka akan berpisah, pada saat yang hampir sama (di bagian atau chapter lain) Max membayangkan hal-hal itu juga. Saya masih tidak begitu yakin sih ada dua orang memikirkan hal yang sama di saat yang (hampir) sama. Mungkin akan lebih baik, sebelum narasi dilontarkan oleh Laura atau Max, diberikan sebuah pengantar. Mungkin tentang lokasi atau situasi yang sedang dialami tokoh tersebut, misalnya berupa detail-detail kecil masa kini yang membawa kenangan itu menyerbu otak hingga narasi akan memori itu diceritakan.

Selama membaca Melbourne, terutama bagian Laura-Max-Cecily-Evan, saya dibuat gemas, sekaligus sebal. Inilah puncak konflik yang sebenarnya. Ketika hati mulai terselimuti kabut kebaikan orang lain, rasa yang terpendam untuk cinta sejati menjadi hampir saja terabaikan. Oke, saya sampai kepengen menjedotkan kepala Laura ke tembok karena telah menipu diri sendiri dan berpotensi merusak jalinan persahabatannya dengan Cecily. Pada tahap ini, saya mengacungi jempol untuk Winna, yang berhasil mengaduk-aduk emosi dengan menghadirkan karakter Lara. Maafkan, tapi saya sama sekali tak bisa bersimpati pada Laura. Jujur, saya mendoakan saja dia jomblo akut. Jangan biarkan Max mencintai gadis plinplan itu, atau biarkan Cecily yang beruntung mendapat cinta Evan. Biarkan Laura sendiri saja. Hahaha. Jahat ya, saya? Tapi, beneran, saya tak bisa bersimpati pada Laura. Entah mengapa. Sampai... saat ia membuka alasan mengapa dulu ia berpisah dengan Max. Ouch, sakit!

gambar dari sini: fotolia.com
Hambatan awal saya membaca Melbourne adalah penggunaan kata ganti “gue” oleh Max. Karena PoV orang pertama, saya musti bersabar menunggu waktu, kapan Max akan dikenalkan dengan tuntas. Apakah dia asli orang Australia atau orang Indonesia. Syukurlah, dia orang Indonesia (yaiyalah, mana ada bule Aussie pake lo-gue, kan?). Saya trauma membaca terjemahan serial High School Musical (iyaa..buku dari serial TV yang memopulerkan Zac Efron dan Vanessa Hudgens itu...) yang menggunakan kata ganti “elo-gue” di bukunya. Plisssss, itu nggak cocok. Karakter luar negeri, biarkan saja sebagaimana seharusnya. Nggak usah dipaksa-paksa kayak orang sini.

Sementara itu, hal lain yang saya sukai dari karya-karya Winna adalah...taraaaa, hampir-hampir rapi dan bersih dari typo. Entahlah, apakah Winna sendiri pas nulis naskah sudah yang rapi-jali atau ada tim khusus yang me-proofread naskahnya sebelum dikirim ke penerbit. Serius, so far, hanya naskah-naskah Winna yang aman dari radar typo saya. Tetap ada, tapi nggak SEBANYAK novel lain yang diterbitkan Gagas Media. Sekali lagi, saya nggak tahu kenapa bisa begitu.

gambar dari sini: gifsoup.com
Pada akhirnya, saya terhanyut kisah Melbourne. Memang khas Winna, jadi sebagian terasa samar-samar mengingatkan saya pada novel-novelnya sebelum ini yang sudah saya baca. Terutama dari segi tema. Maka, saya hanya berharap, Winna bisa memberikan keindahan ide lain di karya-karya berikutnya. Saya selalu suka pada tema persahabatan yang diangkat Winna, namun sahabat yang diam-diam menyukai pacar sahabatnya itu sudah beberapa kali diceritakannya. Hehehe, ya itu sih hak prerogratif Winna sebagai pengarang mau menulis apa, ya? Ini hanya sekadar harapan dari salah satu di antara ribuan penyuka karya-karya Winna Efendi kok. Entahlah, kalau satu lagi novel Winna setelah ini masih mengangkat hal macam begini, kemungkinan saya akan skip dulu, menunggu novel berikutnya lagi yang lebih “baru”.

My rating: 4 out of 5 star

Friday, June 7, 2013

[Buku Yang Ditunggu] Surga Retak, Skenario Remang-Remang, Hawa, All You Can Eat, A Miracle of Touch


Timbunan buku saya masih banyak. Kecepatan membaca saya pun melambat tak keruan. Tapi, niatan menunggu terbitnya novel-novel baru tetap saja terpatri di hati saya. Hahaha. Beberapa buku yang saya tunggu terasa spesial karena saya benar-benar kangen merasai pengalaman membaca karya pengarang tersebut setelah sekian lama tak berkiprah di dunia perbukuan. Beberapa yang lain, karena dorongan hati yang berharap buku-buku yang saya tunggu itu mampu memberi kepuasan tersendiri. Woohoo...

#1. Surga Retak oleh Syahmedi Dean

Mata akan terbuka ketika hati mencari cinta

Bapak mempertaruhkan Ibu di meja judi, padahal dalam pertaruhan kelas seribu rupiahan saja Bapak selalu kalah. Perhitungan Bapak terlalu gegabah, tidak sebanding dengan keberanian orang-orang lain yang sudah terlatih berjudi sejak Belanda mengembangkan kapitalisme di tanah Deli. Belanda mendatangkan orang-orang Shantou dari Cina, orang-orang Tamil dari India, orang-orang Bagelen dari Jawa, untuk diperbudak paksa. Belanda mempertuankan diri di tanah Deli, menabur hiasan judi dan pelacuran, menciptakan kegaduhan, membuat nasib rakyat jelata berbentuk mozaik penuh luka. Bapak hanyalah sisa-sisa nasib di ujung zaman yang berlari dari kekalahan hidup, melintasi tanah-tanah perkebunan peninggalan Belanda, tanah yang semakin panas diperebutkan “siluman”. Bapak membuat Suri seperti tercabut dari kebahagiaan, kabur di malam buta dengan motor tua, menuju harapan baru, meninggalkan indahnya cinta yang baru mekar di belakang. Suri mempertanyakan hidup, siapa Bapak sebenarnya, kenapa semua cinta hilang berserakan?

Rencana terbit: 4 Juli 2013



#2. Skenario Remang-Remang oleh Jessica Huwae

"Skenario Remang-Remang menghadirkan sejumlah kisah kehidupan manusia yang mampu membuat kita berpikir, berefleksi, dan lebih menghargai hidup. Puitis, romantis, dan terkadang mengiris."
(Marissa Anita, Presenter)

"Kehidupan orang-orang biasa yang jatuh atau kalah sering menjadi sumber inspirasi yang kaya bagi para pengarang fiksi. Namun, Jessica memiliki kepiawaian untuk memberinya sentuhan yang berbeda.Ia tidak meromantisasi tragedi atau membuatnya menjadi lebih getir dari realitasnya.Ia bertutur tentang pengkhianatan, perpisahan, kebohongan, juga harapan, dengan kepekaan tinggi.Menghasilkan kisah-kisah menyentuh yang menahan kita untuk cepat menghakimi dan, sebaliknya, membangun simpati kita bagi mereka yang kalah dan tersisih meski mereka juga bukan orang-orang suci tak berdosa. Jessica sangat cerdas meramu peristiwa dan membangun akhir cerita yang hampir selalu mencengangkan. Ada banyak penulis fiksi dewasa ini, tetapi tak banyak yang mampu bercerita dengan jujur dan mengalir seperti Jessica Huwae."
(Manneke Budiman, Dosen Fakultas Ilmu Budaya UI)

"Membaca kumpulan cerita ini rasanya seperti menyaksikan dongeng Alice in Wonderland yang kaya akan kosakata dan sarat ide. Jessica sebagai penulis dan wartawan yang terbilang muda mampu menangkap semua ide dan kondisi yang ada di sekitarnya menjadi cerita-cerita yang menarik—yang mewakili romantika, paradok, manis-asam kehidupan masyarakat urban yang diolah dengan gurih. Bernas, juga cadas!"
(Hadriani Pudjiarti, Jurnalis Harian Tempo)

"Ada harga yang harus dibayar dengan menjadi perempuan. Itulah salah satu kalimat kunci yang merangsang dalam kumpulan cerita ini. Dari situ kita diajak untuk menyelami betapa perempuan begitu sensitif terhadap detail; detail tubuh, detail perasaan, detail waktu, detail kenangan, bahkan detail nasib. Barangkali karena itulah perempuan lebih bisa menghayati misteri nasib seperti ia bisa merasakan adanya hubungan magis antara tangan yang bekerja dalam derita dan lezatnya masakan."
(Joko Pinurbo, Penyair)

Rencana terbit: 4 Juli 2013

#3. Hawa oleh Riani Kasih

Belum ada bocoran apa pun dari novel ini, namun pengalaman membacanya ketika menjadi panitia Lomba Penulisan Novel Amore 2012 masih membawa kesan yang manis sehingga saya pun berharap semoga novel yang meraih gelar Juara ke-2 dalam lomba kepenulisan itu segera naik cetak dan terbit. Amiin. Saya suka dengan latar belakang salah satu tokoh utama di novel ini. Wahhh, pas baca saya langsung, "WOW, nggak biasa banget ini tokohnya. Bagus lagi pembawaannya. Keren!"

#4. All You Can Eat oleh Christian Simamora


‘CINTA KOK BIKIN SEDIH?’

Dear pembaca,

Berbeda dengan penulis lain di luar sana, aku akan berterus terang mengenai akhir novel ini: bahagia. Tapi, kumohon, jangan desak aku untuk menceritakan awal ceritanya. Juga tentang siapa Sarah, siapa Jandro, dan apa yang menghubungkan mereka berdua.

Aku juga tak akan melebih-lebihkan penjelasanku mengenai novel kesepuluhku ini. ‘All You Can Eat’ memang bukan cerita yang orisinal. Jadi, jangan terkejut saat mendapati ceritanya mengingatkanmu pada curhatan seorang teman atau malah pengalaman hidupmu sendiri. Ini tentang seseorang yang istimewa di hati. Yang tak bisa kamu lupakan, juga tak bisa kamu miliki.

Jadi, apa keputusanmu?
Kalau setelah penjelasan tadi kamu masih ingin membaca novel ini, tak ada yang lagi bisa aku katakan kecuali: selamat menikmati.

Dan selamat jatuh cinta.

CHRISTIAN SIMAMORA

#5. A Miracle of Touch oleh Riawani Elyta

Naskah ini juga jebolan Lomba Penulisan Novel Amore 2012 yang kebetulan saya beruntung sebagai pembaca pertamanya. Sama dengan Hawa, saya kepincut latar belakang tokohnya yang unik dan berbeda dari novel-novel romance saat ini. Jadi salah satu wishlist buat dikoleksi deh ini.

Nah, kalau kamu, tweemans, ada buku yang kamu tunggu terbitnya? Happy waiting!

[Sedang Dibaca] ROMA by Robin Wijaya dan Sott'er celo de Roma by Donna Widjajanto


Saya sudah berulang kali mengingatkan diri sendiri untuk tak membaca dua atau lebih novel dengan latar belakang tempat, tema, adegan, atau tokoh yang sama dalam waktu yang berdekatan. Kecuali novel seri, saya pun mencoba menghindarkan diri untuk membaca karya seorang pengarang secara maraton. Mengapa? Karena saya selalu diliputi kegemasan tersendiri jika menemui titik buntu dalam membaca gara-gara harus berhenti sejenak karena merasai deja vu. Rasa itu pasti akan terbawa ketika saya menulis reviu di akhir sesi pembacaan. Dan, itu yang sedang saya usahakan untuk tidak terjadi. Jika tingkat kesamaan tidak mirip banget-nget-nget, mulai saat ini saya menghindari menyebutkannya di dalam resensi (soalnya saya cenderung mudah terganggu pada kesamaan-kesamaan dalam cerita, sekecil apa pun kesamaan itu!)



Namun, segala rencana tetaplah rencana ketika saya justru 'disetir-alam-bawah-sadar' membaca dua novel ini secara bersamaan. Hahaha, alasan banget! Entahlah, ketika memutuskan membarengkan-baca dua novel ini, dalam benak saya cuman melintas satu gagasan, "Kayaknya enak deh kalo dibaca barengan. Sama-sama di satu kota tho? Anggep aja lagi naek kereta lalu ngeliatin Roma sepuasnya, sekali jalan aja." Begitu kira-kira alasan saya. Syukurlah, sampai masing-masing sudah tertempuh separuh jalan, saya masih enjoy menikmati keduanya. Lagi pula, tokoh dan konflik kedua novel ini berbeda kok. Yang satu tentang sepasang teenager (remaja) yang ikut tour senang-senang ke Roma (sott'er celo de Roma), yang satu lagi tentang pelukis berbakat Indonesia yang (seolah) bertemu muse-nya di Roma (ROMA).

Kamu sendiri sedang baca apa, tweeman? Jika belum ada bacaan, yukk baca dua novel ini bareng saya. Atau baca Book of the Month kita, Melbourne, karya terbaru dari Winna Efendi juga boleh. Atau lagi, kamu juga bisa membaca karya-karya dari Author of the Month kita, Indah Hanaco, yang sudah banyak beredar di toko-toko buku.

Selamat membaca, tweemans!

Wednesday, June 5, 2013

[Pengumuman] Yang Beruntung di Giveaway COUPL(OV)E


Ahh, setelah kembali ngantor seperti biasanya, kesibukan akan rutinitas pun menyedot atensi saya sehingga beberapa hal di luar pekerjaan utama harus saya nomor-sekiankan dulu. Termasuk mengumumkan yang beruntung di giveaway hari terakhir di rangkaian #BanjirGiveaway yang diadakan di blog ini. Bahkan untuk menulis resensi CoupL(ov)e juga belum sempat. Baru dapat tiga paragraf saja kemarin.


Baiklah, sebelumnya saya sampaikan rasa syukur dan terima kasih karena selama event #BanjirGiveaway banyak tweemans yang ikut berpartisipasi. Terima kasih juga saya sampaikan kepada para pengarang yang berkenan menyediakan hadiah atau berkenan di-mention ketika giveaway diadakan. Semoga di lain waktu dapat menyelenggarakan giveaway yang lebih meriah lagi. Amiin.

Untuk giveaway novel CoupL(ov)e karya Rhein Fathia, salah satu novel bagus yang saya baca akhir-akhir ini, saya kembali menggunakan metode undian menggunakan aplikasi The Hat karena pertanyaan yang saya buat bersifat terbuka, di mana jawaban apa pun yang tweeman tuliskan tentu tidak ada yang salah, meskipun saya tetap memilah-milah, apakah jawaban tweeman tersebut cukup oke untuk mendapat hadiah, jika tidak saya undi ulang (karena beberapa tweeman seperti menjawab asal aja). Nah, setelah diundi, yang beruntung mendapatkan satu eksemplar novel romance CoupL(ov)e adalah...



Selamat untuk Nuril, semoga novel ini bisa membuatmu bernostalgia dan kian mensyukuri betapa indahnya menikahi sahabat sendiri yaaa.....

Buat tweeman yang lain, terima kasih sudah berpartisipasi. Mohon maaf tidak dapat memenangkan semuanya, meskipun pengennya sih ngasih satu-satu ke kalian, tapi yaaa...saya mampunya masih segini. Tetap semangat karena di lain waktu (mungkin) saya akan menyelenggarakan giveaway lain.

Byeee...dan tetap membaca yaaa...

Monday, June 3, 2013

[Pengumuman] Yang Beruntung di Giveaway SUPERNOVA #1


Maafkan, jika pengumuman tweeman yang beruntung mendapatkan novel Supernova #1: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh karya Dewi "Dee" Lestari edisi ekonomis ini agak mundur dari jadwal yang seharusnya yaitu kemarin.


Hmm, sejujurnya sampai saat ini pun saya sendiri tak mengerti dengan pasti apa sih arti kata supernova. Nah, untuk membantu memahami, saya membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan (online):

su·per·no·va n Astron bintang meledak berukuran besar

Nah, itu dia arti kata supernova menurut KBBI. Sekarang saatnya kita umumkan siapa yang beruntung mendapatkan satu buah novel Supernova #1 karya Dee ini. Giveaway-nya menggunakan rafflecopter dan melalui random.org telah dipilih, yang beruntung adalah...



Dan ini komentar Soffaa:

Selamattt, untuk Soffaa. Buat tweeman yang lain, masih ada satu lagi lagi giveaway yaitu yang berhadiah novel CoupL(ov)e karya Rhein Fathia. Jawaban kamu masih ditunggu sampai dengan nanti malam yaaa....

Saturday, June 1, 2013

[Author of The Month] Indah Hanaco


Author of the Month (AotM)

Hmm, saya nih serba angin-anginan. Dulu, pengin banget bikin rubrik Author of the Month (AotM) ini bisa di-posting secara rutin. Nyatanya, saya sendiri kesulitan mengatur waktu, meminta kesediaan penulis-penulis kece untuk bisa di-interview, dan menyediakan waktu seluang-luangnya membaca karya-karya mereka. Jadinya, rubrik ini masih mentok. Dan, baru menghadirkan satu feature saja, yaitu mengundang mbak Rina Suryakusuma (Lukisan Keempat, Lullaby, Jejak Kenangan, Postcard from Neverland) yang menjadi AotM tahun lalu.


Bulan Juni ini, saya menghidupkan kembali rubrik ini setelah secara sengaja menyelipkan beberapa pertanyaan kepada penulis yang jadi feature bulan ini yaitu Indah Hanaco, ketika menyusun artikel WOW-moment perdana beberapa waktu lalu. Sederet pertanyaan seputar keseharian dan dunia kepenulisan yang ditekuninya, saya tanyakan, dan siap saya tuliskan dalam artikel AotM selama bulan Juni 2013 ini. So, dengan bangga saya persembahkan Indah Hanaco sebagai Author of the Month Juni 2013.

Sepanjang bulan Juni 2013, saya akan mengusahakan membaca novel-novel karya Indah Hanaco, sebanyak yang mampu saya baca, mengingat karya Indah sudah cukup banyak. Silakan klik link ini untuk melihatnya di database goodreads.com.

Book of the Month (BotM)

Selain AotM, bulan Juni 2013 ini saya juga ingin memilih salah satu novel untuk dijadikan BotM. Setelah bulan Mei 2013 kemarin, novel perdana Tia Widiana berjudul Mahogany Hills yang masuk ke lini Novel Amore yang juga adalah juara pertama Lomba Penulisan Amore 2012 dipilih sebagai BotM, kali ini novel teranyar Winna Efendi berjudul Melbourne yang saya pilih sebagai BotM Juni 2013.

Apa sih kriteria BotM di blog ini? Nggak ada. Pemilihan ini hanya berdasar selera saya saja. Betapa saya sangat ingin membaca suatu buku sehingga saya berharap bisa menularkan kepada yang lain, memberitahukan kepada yang lain, bahwa buku itu bagus. Kan belum dibaca, kok udah bisa bilang bagus? Hmm, biasanya kriteria yang saya gunakan adalah faktor pengarangnya, faktor si novel ini meraih suatu penghargaan, atau si novel lagi hits banget di dunia buku. So, the choice is yours. Mau setuju atau tidak pada pilihan BotM di blog ini, adalah sepenuhnya di tanganmu. Saya hanya menyodorkan pilihan, siapa tahu kamu juga bisa suka seperti saya menyukai BotM pilihan saya.

Baiklah, saya baru mulai baca Melbourne dan sudah langsung terhanyut ke kota di Australia itu. Berikut adalah kaver dan sinopsis Melbourne di database goodreads:

Pembaca tersayang,

Kehangatan Melbourne membawa siapa pun untuk bahagia. Winna Efendi menceritakan potongan cerita cinta dari Benua Australia, semanis karya-karya sebelumnya: Ai, Refrain, Unforgettable, Remember When, dan Truth or Dare.

Seperti kali ini, Winna menulis tentang masa lalu, jatuh cinta, dan kehilangan.

Max dan Laura dulu pernah saling jatuh cinta, bertemu lagi dalam satu celah waktu. Cerita Max dan Laura pun bergulir di sebuah bar terpencil di daerah West Melbourne. Keduanya bertanya-tanya tentang perasaan satu sama lain. Bermain-main dengan keputusan, kenangan, dan kesempatan. Mempertaruhkan hati di atas harapan yang sebenarnya kurang pasti.

Setiap tempat punya cerita.

Dan bersama surat ini, kami kirimkan cerita dari Melbourne bersama pilihan lagu-lagu kenangan Max dan Laura.

Enjoy the journey,

EDITOR

Nah, berikut ini sedikit cuplikan Melbourne yang saya copy-paste dari blog resminya Winna Efendi:

Max

Sejak kecil, gue selalu terpesona pada cahaya. Kilatan petir, sebentuk garis perak yang membelah langit sesaat sebelum guntur menggelegar. Bintang jatuh. Kunang-kunang. Cahaya redup di ekor pesawat. Konstelasi yang membentuk peta langit. Mercu suar. Remang lampu di tepi jalan. Oranye gelap yang berubah kemerahan menjelang matahari terbenam.

Gue masih ingat suatu hari di mana kami sekeluarga memutuskan untuk camping di kebun belakang rumah, dengan tenda yang didirikan seadanya, dan sebentuk alat grill bekas yang kembali berasap setelah menganggur sekian tahun. Beberapa hari sebelumnya, gue baru saja mengalami kecelakaan kecil. Sepeda terantuk batu, dan gue yang sukses terjerembab di pinggir jalan, lalu berakhir di rumah sakit dengan gigi depan patah dan keretakan tulang siku. Di otak Max kecil versi sepuluh tahun, bagian terburuknya bukanlah keluar masuk ruang operasi untuk memperbaiki luka-luka di tubuh gue, tapi ketinggalan acara field trip sekolah yang sudah gue nantikan penuh harap selama berminggu-minggu. Ma dan Pa, begitu gue menyebut kedua orang tua gue, nggak bergeming dengan tangisan dan rengekan maupun pujian dan ratapan, bersikukuh dengan perintah supaya gue tetap di rumah selama sebulan penuh.

Nggak ada lagi lari-lari di lapangan, main sepak bola, manjat pohon mangga tetangga. Sebulan tanpa udara segar, ngebut sepeda dengan Ted dan Benny, jajan di luaran, kegiatan outdoor liburan musim panas… Lebih parahnya lagi, masuk sekolah hanya untuk menjadi pendengar pasif bagi kisah petualangan luar biasa teman-teman sekelas yang kamping di hutan, berinteraksi dengan alam dan makan roasted marshmallows di depan api unggun. Gue akan terpaksa harus puas hanya membolak-balik foto polaroid di mana nggak ada jejak gue sama-sekali. That’s gotta suck big time.

Tapi malamnya, Ma dan Pa menggiring gue ke kebun belakang. Di sana, sebuah tenda sederhana berbau apak telah dibangun, lengkap dengan rib-eye gosong masakan sendiri di atas piring kertas yang lembek karena berlumur minyak dan ketchup. Kata Pa, ini kejutan untuk menghibur gue yang murung. Kata Ma, ini hanya alasan kamuflase Pa yang juga rindu dengan aktivitas outdoor yang dulu ditekuninya semasa kuliah. Dulu, sebelum sebuah kecelakaan merenggut kemampuan berjalannya dengan baik.

Semalaman, kami main tebak-tebakan sambil menunggu hujan bintang yang diperkirakan akan muncul menjelang tengah malam. Membentuk bayang-bayang binatang dengan senter dan lipatan tangan. Menamai rasi bintang sebisa kami. Favorit gue adalah memandangi pesawat meninggalkan landasan, menghilang di balik gumpalan awan, sampai tiada sama sekali.

Rumah masa kecil gue dekat dengan bandara – sebuah keberuntungan, sekaligus kesialan. Ma kerap kali mengeluh bahwa keributannya bisa membangunkan orang mati sekali pun. Deru mesin kapal terbang yang pulang pergi tiap harinya memang cukup bising, terutama di saat gue sedang tidur dan tiba-tiba tersentak kaget akibat bunyi dan getaran barang-barang, menyerupai gempa berskala rendah. Pernah sekali, dalam kepanikan berusaha menyelamatkan diri, gue yang masih separuh tertidur menyambar selimut dan harta benda seadanya, lalu berlari keluar hanya mengenakan celana boxers, sampai akhirnya baru menyadari bahwa yang barusan terjadi bukanlah hari kiamat. Lama-kelamaan, gue terbiasa, bahkan mulai sering duduk sendirian di atap, merokok sambil memandangi kerlip lampu pesawat – menjauh, menjauh, lalu hilang seluruhnya. Hingga kini pun, setiap jauh dari rumah, yang gue kangenin adalah dengung mesin pesawat, dan jejak kecil di atas langit yang menunjukkan kepergian atau kepulangan seseorang.

Itulah awal mula sejarah gue dengan cahaya. Sejak saat itu, gue mulai mencari tahu lebih banyak tentangnya. Kekaguman gue akan ciptaan Tuhan yang satu itu nggak pernah habis. Gue mulai terobsesi; pada kaleidoskop, yang bentuknya berubah seiring dengan perputaran tabung dan cahaya yang terpantul olehnya, pada laser show, pada LED art, juga cahaya alam, seperti gerhana dan segala keindahan yang menyertai keajaibannya.

Buat gue, cahaya adalah konsep universal, tapi sebenarnya sangat pribadi. Setiap orang dapat melihatnya, merasakannya, tapi persepsi mereka mengenainya bervariasi, tergantung emosi dan pengalaman sang penglihat. Interpretasi seseorang terhadap cahaya berbeda-beda, begitu juga makna cahaya tersebut bagi mereka. A light is never just light. Cahaya, seredup apa pun, mampu mengiluminasi kegelapan, dan menjadi medium yang menghidupkan dunia. Bagi gue, cahaya adalah hal terindah di dunia ini.

Yet whenever I think of light, I’m always reminded of her.
 
*****
 
First chapter Melbourne selengkapnya, silakan kunjungi blog Winna Efendi di sini yaaa...

Selamat membaca, tweemans!

[Giveaway] CoupL(ov)e by Rhein Fathia


Sebenarnya saya ingin menggelar giveaway hari keenam ini sekaligus menuliskan resensi untuk novel keren milik Rhein Fathia ini. Namun, karena proses membaca saya belum selesai, dan saya harus tetap stick to the plan menyelenggarakan giveaway ini, maka tetap saya luncurkan hari ini.

Sedikit impresi saya pada CoupL(ov)e, meskipun saya belum selesai membaca, novel ini bagus. Mengalir. Lengkap. Detail. Dannn...bisa memberikan gambaran bagaimana sebuah hubungan (rumah tangga) dibangun sedikit demi sedikit. Tidak ujug-ujug jadi seperti legenda pembangunan Candi Roro Jongrang. Intriguing. Selama membaca, saya ikut terlarut ke dalam emosi kedua tokoh utamanya.

Kau tahu, kenapa orang menikah selalu mendapat ucapan “Selamat Menempuh Hidup Baru”? Karena mereka harus meninggalkan orang-orang yang pernah mereka cintai di masa lalu.

***
Perjanjian konyol itu merusak semua cita dan anganku.
Sungguh, tak pernah aku bermimpi akan bersanding denganmu di pelaminan. Ditambah lagi menghabiskan hidup hingga tua bersamamu.

Bagiku, kau tidak lebih dari sekadar sahabat yang sangat baik, yang setia menjadi pendengar kisah suka dukaku,
yang punya bahu kuat untuk kusandarkan kepalaku dengan mata sembab karena tangis, dan yang selalu menjadi penyemangat untukku jalani hidup.

Haruskah aku seorang Halya menyerah pada fakta? Seperti katamu, sahabatku Raka .... Komitmen itu seharusnya dipertahankan, bukan dilepaskan. Tapi yakinkah juga dirimu, kita akan sanggup bertahan?



Okay, giveaway timeeee....
1.       Giveawaydiadakan di blog ini.
2.       Tweettentang giveaway ini, minimal satu kali dengan format: Guys, ada giveaway keren berhadiah novel #CoupLove di http://metropop-lover.blogspot.com @rheinfathia @fiksimetropop
3.       Silakan jawab pertanyaan ini di kolom komentar, Pernah bayangin nggak, dua sahabat kental yang udah tahu luar dalamnya masing-masing lalu menikah? Sahabat jadi cinta, mungkin gak sih? Menurut kamu gimana?
4.       Tinggalkan identitas kamu di akhir komentar, boleh alamat email, dan lebih baik jika akun twitter yang mudah di-mention.
5.       Periode giveaway: 1 – 3 Juni 2013, dan pemenang diumumkan tanggal 4 Juni 2013.
Good luck and keep reading, tweemans.


[Pengumuman] Yang Beruntung di Giveaway PERFECT CHEMISTRY


Perfect Chemistry itu dalam bayangan saya adalah campuran beberapa unsur yang melarut menjadi satu senyawa yang tepat dan benar. Menghadirkan gabungan nuansa yang meskipun berbeda tapi mampu menyatu secara sempurna. Perfect.


Bayangan saya, adegan pertemuan yang romantis (dan manis) di sekolah itu ketika habis jam olahraga, terburu-buru berlari ke kantin, pesan es teh manis, nungguin sambil lap keringat pake ujung kaos, begitu Ibu kantin nyodorin segelas es teh manis, justru ada satu tangan menyerobotnya dan tanpa permisi langsung meminumnya hingga tandas. Dan, si pemilik tangan penyerobot itu adalah si gadis kelas sebelah yang sudah diincar sejak MOS tahun sebelumnya. #dhuengg.

Hihihi, itu sih khayalan saya. Kalo khayalan teman-teman sih udah di-tweet pakai hashtag #PerfectChemistry untuk ikutan giveaway novel young adult keren ini yaaa...dan, setelah dilakukan pengundian (masih dengan aplikasi The Hat), yang beruntung mendapatkan novel supermanis tentang seorang cewek populer Brittany Ellis dan bad boy anggota genk Latin, Alex Fuentes ini, adalah....




Hmm, pas hujan ya, Retri? Maunya sih minta didetailkan. Pas hujan yang seperti apa, ya? Hehehe...tapi, di twitter kan memang singkat. Semoga nanti Retri bisa menuliskan cerita itu ya...bisa cerpen, syukur-syukur jadi novel, terus dikirim ke penerbit. Who knows, kan? Yukkk, sekalian nulis. Baca sama nulis itu satu saudara sekandung lohhh.... #apasih

Baiklah, selamat untuk @retrimulya, nantikan DM saya yaaa.....buat tweeman yang lain, masih bisa ikutan giveaway hari kelima berhadiah buku Supernova #1 karya Dee dan giveaway terakhir (hari keenam) berhadiah novel CoupL(ov)e karya Rhein Fathia.

Dannnn.....tunggu kejutan lain di bulan Juni ini yaaa.....kalau kalian perhatikan, jumlah tweeman saya di @fiksimetropop sudah nambah 1.000 lagi dari pas kita ngadain Kuis Pertweemanan. Nah, rencananya bakal ada Kuis Pertweemanan part 2. Ditunggu yaaaa....