Tuesday, August 28, 2012

[Segera Terbit] Teenlit Dark Love by Ken Terate


Wahhhhhhh....senanggggggggggg. Akhirnya, satu lagi novel karya penulis teen lit favorit saya, Ken Terate, akan segera terbit. Sejak beberapa waktu silam dapat bocoran dari Mbak Vera dan Mbak Donna tentang novel ini, saya memang sudah menanti-nantikan terbitnya novel Niken ini. Alhamdulillah, berkah Idul Fitri....:)


Sinopsis

Usiaku 17 tahun, hampir 18. Kelas 12. Hampir lulus. Dan aku hamil...

Kirana yang cerdas, cantik, dan ceria melihat semua impiannya luruh di depan mata. Hari-harinya mulai dipenuhi rahasia dan kecemasan. Ia nggak mungkin mampu melahirkan dan merawat bayi. Ia juga nggak mungkin mampu menghadapi celaan dari orang-orang di sekitarnya, teman-temannya, guru-gurunya, terutama kekecewaan orangtuanya. Saat ini Kirana berada di ambang jurang keputusasaan. Hidup seolah tidak menawarkan solusi apa pun padanya.

Bagaimana dengan cowok yang menghamilinya? Oh, cowok itu harus tetap sekolah. Dia nggak boleh terlibat. Dia cowok paling tampan dan paling cerdas di sekolah. Masa depannya begitu gilang gemilang. Kirana tidak ingin merusaknya. Siapakah dia? Kirana takkan pernah mau mengakuinya.
Selain itu, koleksi novel metropop saya juga akan bertambah tahun 2012 ini dengan terbitnya satu lagi novel metropop debutan karya Ayu Gendis berjudul Reuni.

Sinopsis

Old friends, just new problems...

Lima wanita—Sri, Ajeng, Nunik, Yunika, dan Leila—yang berteman di masa kecil mengadakan reuni di kampung halaman mereka. Setelah berpisah belasan tahun, ternyata semuanya tak lagi sama.

YUNIKA, hidupnya penuh kepalsuan. Bergelimang harta, tetapi tak bahagia. Suaminya tak pernah benar-benar mencintainya, bahkan sudah bukan rahasia lagi suaminya yang terkenal playboy memiliki WIL.

NURLEILA, mantan pemain-sinetron-tak-laku yang gila harta dan menghalalkan segala cara, sampai-sampai rela hanya menjadi wanita simpanan seorang anggota DPRD.

NUNIK, angka 3 sepertinya akrab dalam hidupnya. Ia janda yang telah 3 kali menikah dengan 3 pria dan memiliki 3 anak. Ia single mother.

AJENG, jomblowati sejati. Kepulangannya ke kampung halaman mempertemukannya kembali dengan mantan pacar, yang masih ia cintai dan mencintainya.

SRI, wanita yang lugu dan lurus. Tetapi, siapa yang menduga jalan hidupnya berakhir tragis?

Reuni membuka banyak rahasia kehidupan dan persahabatan mereka.
Bukan sekadar ajang untuk melepas kangen.
Mari kita sabar menanti. Dari data resmi di website-nya sih, kedua novel tersebut akan dirilis sekitar tanggal 6 September 2012. Namun demikian, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Tanggal rilis Twivortiare-nya Ika Natassa saja ada perubahan beberapa kali. Jadi, mari menunggu. *duduk manis*

Friday, August 10, 2012

[Meme] Friday's Recommendation #2 - Take a Bow by Elizabeth Eulberg


Selalu suka sama buku yang berlatar belakang Performing Art School.


From the fantastic author of The Lonely Hearts Club and Prom & Prejudice comes a story of all the drama and comedy of four friends who grow into themselves at a performing arts high school.

Emme, Sophie, Ethan, and Carter are seniors at a performing arts school, getting ready for their Senior Showcase recital, where the pressure is on to appeal to colleges, dance academies, and professionals in show business.

For Sophie, a singer, it's been great to be friends with Emme, who composes songs for her, and to date Carter, soap opera heartthrob who gets plenty of press coverage. Emme and Ethan have been in a band together through all four years of school, but wonder if they could be more than just friends and bandmates. Carter has been acting since he was a baby, and isn't sure how to admit that he'd rather paint than perform. The Senior Showcase is going to make or break each of the four, in a funny, touching, spectacular finale that only Elizabeth Eulberg could perform.

Impresi saya akan buku ini:
Saya suka! Seperti yang saya tulis sebagai subjudul postingan ini, saya memang selalu menyukai kisah-kisah yang dilatarbelakangi kempetisi dalam berkesenian di suatu Sekolah Penampil Seni semacam serial televisi laris Glee (meski bukan murni performing art school), serial SMASH (bukan boydband itu yaaa...), film FAME, dan masih banyak yang lainnya. Kalau novel, ada Sunshine Becomes You-nya Ilana Tan atau If I Stay-nya Gayle Forman. Saya suka semuanya.







Tak terkecuali buku ini. First of all, saya memang jatuh cinta pada judul dan sampulnya. Saya suka lagu Take a Bow-nya Rihanna, Take a Bow-nya Madonna, atau Take a Bow-nya Leona Lewis, jadi saya pun suka dengan novel Take a Bow-nya Elizabeth ini. Dan, setelah selesai membacanya, saya tak merasa rugi menghabiskan begitu banyak waktu (saya masih tertatih-tatih membaca buku berbahasa Inggris), karena saya mendapatkan suguhan yang menyegarkan dari buku ini. Predictable and cliche, tapi ya itu lah, kesegarannya yang saya sukai.

Saya dicolek Merry Riansyah kalau dia lagi nerjemahin buku ini...yayyyyy, semoga saja buku ini benar-benar akan terbit dalam edisi Indonesia-nya sehingga lebih banyak yang bisa mendapatkan suasana segar suatu jalinan persahabatan yang diiringi nuansa persaingan yang begitu ketat dalam novel ini.

Postingan ini merupakan meme yang digagas oleh Ren @ Ren's Little Corner, tentang buku rekomendasi untuk diterjemahkan atau untuk dibaca. Jika kamu ingin berpartisipasi dalam meme ini, silakan disimak aturannya berikut ini:
1. Pilih jenis rekomendasi buku. Ada dua jenis rekomendasi, yang pertama dan sifatnya mutlak adalah Rekomendasi Buku untuk Diterjemahkan . Jika tidak ada buku yang direkomendasikan untuk diterjemahkan, maka bisa memilih pilihan kedua, Rekomendasi Buku Pilihan. Disini rekomendasikan buku yang paling kamu suka baca dalam minggu ini.

2. Pilih hanya 1 (satu) buku untuk direkomendasikan. Tidak boleh lebih.

3. Beri sinopsis, genre buku dan alasan kenapa kamu merekomendasikan buku itu.

4. Posting button meme (seperti dalam gambar pertama dalam postingan saya ini).

5. Blogger yang sudah membuat memenya, jangan lupa menaruh link ke blog di daftar linky di bagian paling bawah post di blog-nya Ren, sehingga pembaca bisa blog walking.

6. Untuk pembaca blog yang tidak punya blog, bisa menulis rekomendasinya di kolom komen.

7. Bahasa yang dipergunakan terserah. Jika memang khusus blog yang menggunakan bahasa Inggris, dipersilakan menulis dengan bahasa Inggris. Begitu juga sebaliknya.
Baiklah, selamat membaca kawan.

Thursday, August 9, 2012

[Giveaway] #Agustus - Yang Terpilih adalah...


Pada gelaran #GiveawayAgustus kali ini saya serupa melemparkan diri sendiri ke dalam jurang kegamangan, hehehe #lebay... Yah, betapa tidak. Saya yang mudah sekali terhanyut, mudah sekali terpengaruhi, menjadi demikian sulit memilih satu dari sekian teman saya yang sudah ikutan mengirim pendapat ke email. Pasalnya, pada kesempatan lain saya selalu menyerahkan 'keputusan' kepada alat bantu untuk memilihkan satu dari sekian nama untuk dipilih. Sekarang, saya harus memilih sendiri. Dan, rasa adalah alat bantu yang saya gunakan untuk memilihnya. Maka, sudah pasti jauh dari objektivitas. Jadi, kalau pun pilihan saya mungkin tak disetujui orang lain, itu adalah hasil dari 'rasa-pribadi' saya. Mohon maklum adanya.

Sebelumnya saya persembahkan masing-masing secawan terima kasih kepada seluruh kalian yang telah ikut giveaway Agustus kali ini.

Baiklah, berdasarkan olah rasa pribadi saya, 2 novel metropop Twivortiare karya Ika Natassa yang merupakan lanjutan dari novel metropop Divortiare ini akan saya kirimkan kepada...


1. Wednes Aria Yuda

Terima kasih atas sedikit cuplikan Divortiare-nya ya, Yuda...saya saja sudah lupa bagian itu, hehehe. Karena pada dasarnya, waktu kali pertama baca Divortiare, agak sedikit kecewa karena saya sangat mengagumi A Very Yuppy Wedding.
Orang lain (mungkin) berkata “Sudahlah.. sia-sia saja kamu perjuangkan semuanya segitunya.” Tapi tetap saja kita berjuang. Berjuang atas satu nama. Love… Jika berhasil, bersyukurlah.. Jika tidak pun bersyukurlah, kamu sudah melakukan hal yang seharusnya kamu lakukan demi cinta.----> tentang pernikahan kedua Alex dan Beno.

Kerja keras dari kita berdualah yang menjadikannya true love or not. Mungkin perjuangannya kadang seperti di dalam neraka. Begah memualkan perut dan menyebalkan sampai ke ubun-ubun. Tapi di kali lain, indahnya pun bisa membawa kita melayang-layang seperti di surga.

Sekalipun dicari, kayaknya gak akan nemu deh orang yang seperfect kita pinginin. Ga akan nemu juga di dunia kayaknya. Perfect mate is only found in FTV. Find someone to love & who loves you. Work it out together. And you will be perfect in time. Pasangan sempurna adalah pasangan yang paling bisa menerima kekurangan pasangannya dan mensyukuri kelebihan pasangannya. Sounds to much ? Not really until you’ve gone thru it.---> tentang mengubah seseorang

2. Alvina Ayu

Hmm, nice one, Vina. Bahwa apa yang ditulis fiksi (oleh Ika Natassa) adalah refleksi suatu fakta dalam kehidupan sehari-hari yaaa... Selamat atas rumah tangga yang kamu bangun dan semoga kebahagiaan melingkupi keluargamu.
Dulu pernah punya tekad punya suami itu yang ganteng, pinter, kaya (okelah gue materialis dikit *anggep aja ini karena gue jujur), sholeh, hafalan Qur'annya bagus, nggak kumisan (apaan coba kriteria begini) dan bla bla bla. But it doesn't work well. Kriteria itu bikin gue ngaca lagi, sudah sebaik apa gue sampai mau-maunya adal lelaki super sempurna kayak gitu milih gue yang nggak cantik, nggak pinter amat, nggak kaya buat dijadiin istri? Ke laut aja ya berarti gue harusnya..

Lalu gue ketemu sama ex-boyfriend gue (yang sekarang udah jadi suami maksudnya), dan kita sadar kita bedaaa banget. Usia njomplang, beda 11 tahun sempet bikin emak bapak gue shock waktu gue bilang gue mau nikah. di usia gue yang 18 tahun. Dan dia nggak ganteng, nggak kaya, cukup sholeh nggak pinter banget, pokoknya beda deh sama kriteria cowo perfect gue.XD
Di awal pernikahan, perbedaan itu mulai kerasa banget. Dia yang jenis makanan kesuakaannya beda sama gue, dia yang butuh 'gua' sendiri waktu kerja, dia yang gila kerja sampe tengah malem, dia yang kadang lupa tanggal nikah atau tanggal ultah gue, dia yang easy going (padahal gue perfeksionis dan teratur banget) dsb. Masih banyak yang ketika awal nikah gue ngerasa kayak salah ambil keputusan.

Tapi kelamaan gue sadar kinerja hidup gue jauh lebih baik ketika bareng sama dia. Gue jadi lebih bisa menikmati hidup dengan cara gado-gado (separo cara dia separo cara gue), meski bisa dipastikan ngga semuanya berjalan mulus.
Ahhhhh, kalian semua menuliskan opini dengan begitu indah. Dan, saya hanya punya kesempatan memilih dua saja dari sekian teman yang ikut. Jadi, buat yang belum terpilih, tak perlu berkecil hati, tentu saja. InsyaAlloh di masa-masa datang, masih akan ada giveaway lainnya. Tentu dengan hadiah novel-novel keren lainnya.

Terima kasih.

Tuesday, August 7, 2012

Minggu Ini Baca Apa? #2


Tuhhh, kan, saya hanya bisa baca dua dari tiga buku yang saya rencanakan akan saya rampungkan minggu lalu. Sampai dengan minggu ini, ternyata Endorphin belum juga rampung. Tinggal 70-an halaman sih, tapi rasanya saya belum bisa terhanyut dalam kisahnya sehingga membacanya menjadi sedikit malas. Hufff...


Tapi, saya tetap akan melanjutkan baca novel metropop itu, untuk kemudian disambung dengan tiga novel berikut yang semoga bisa tuntas minggu ini. #ameeen.

1. Hipster! by Dyahtri NW Astuti. Metropop. Dibeli barengan sama Endorphin. Kemarin pas buka segelnya sudah nyoba baca beberapa halaman dan...ngggg...rasanya bakal lambat juga nih dibaca. Awalnya saja kurang grenggg...tapi, belum bisa menilai hanya dari lembar awal doank, kan? Jadi mari dibaca saja!


2. With You: Sehari Bersamamu by Christian Simamora and Orizuka. Novella GagasDuet. Percaya atau tidak, ini adalah novel pertama Orizuka yang akan saya baca. Saya sudah mengoleksi beberapa karyanya, tapi baru sebatas saya tumpuk saja, hehehe.... Jadi, ya mari dibaca juga!


3. Twivortiare (Gramedia edition) by Ika Natassa. Metropop. Nah, saya ingin baca ulang novel ini untuk merasakan sensasi lain dibanding ketika saya membaca edisi NulisBuku pada awal tahun 2012 ini.


Nah, kalau kamu, bagaimana? Apakah buku yang kaurencanakan untuk dibaca minggu lalu semua terbaca? Terus, minggu ini rencananya baca apa?

Baiklah, selamat membaca kawan!

Monday, August 6, 2012

[Resensi Novel Anak] Diary si Bocah Tengil: Kenyataan Pahit by Jeff Kinney


Wah, si tengil sudah tak lagi kocak nih...


Judul: Diary si Bocah Tengil - Kenyataan Pahit (buku #5)
Pengarang: Jeff Kinney
Penerjemah: Ferry Halim
Penyunting: Ida Wajdi dan Jia Effendie
Pewajah ssi: Aniza
Penerbit: Atria
Tebal: 217 hlm
Harga: Rp35.000
Rilis: Februari 2012 (cet. ke-4)
ISBN: 978-979-024-474-0

Gregory “Greg” Heffley sudah beranjak remaja (teen). Sekarang dia sudah SMP. Tapi, hey, kenapa dia nggak lagi sahabatan sama Rowley, ya? Iya sih, mereka itu sobat putus sambung nan legendaris. Sebentar bertengkar, sebentar berbaikan. Tapi, kini sepertinya agak serius. Greg berulang kali menghindarinya. Kenapa, ya?

Tapi, loh, kok pas Rowley diundang ke pesta Jordan Jury, si anak populer yang selalu bikin party paling asyik sesekolahan, Greg dengan antusias langsung menawarkan diri ikutan? Padahal, kan, yang diajak Rowley. Tapi, dasar sial, pada saat yang bersamaan Greg diancam ibunya untuk menghadiri pernikahan seorang kerabat. Hukumnya WAJIB.

Ahh, ketengilan apa lagi yang akan diperbuat Greg kali ini? Apakah dia sudah mulai belajar menjadi lebih dewasa? Simak saja tingkah polah Greg yang tetap tengil bin jail dalam buku kelima dari seri Diary of Wimpy Kid karya Jeff Kinney yang diterjemahkan oleh Penerbit Atria ini.


Membaca Diary si Bocah Tengil itu benar-benar sebuah hiburan yang menyenangkan sekaligus menggemaskan (pengen ngejitak Greg kadang-kadang). Tak jarang, kejailannya itu berakibat lumayan ‘fatal’. Baik bagi dirinya sendiri atau orang-orang di sekitarnya. Yang paling sering kena getah, tentu saja, Rowley, sang sahabat lugu nan polos itu. Saya suka adaptasi film pertamanya, tapi kurang begitu terpikat dengan film keduanya. Semoga film ketiga yang baru saja diputar di bioskop Amerika sana bulan ini dapat tampil lebih baik.

Oiya, balik ke seri kelima ini. Saya gagal menemukan titik-titik geli yang mampu menyemai benih tawa bagi saya. Jika di beberapa seri sebelumnya saya masih sempat menyembur gelak-tawa, kali ini saya adem-ayem-tentrem-kerto-raharjo. Lempeng aja gitu! Entah kenapa. Mungkin karena background Greg yang menjelang remaja sehingga banyolan tengilnya lebih menjurus ke nakal ketimbang komikal? Ada sih beberapa yang lumayan, misalnya ketika Greg beralasan tak bisa bangun pagi kalau tak ada manusia asli (dan bukan jam beker) yang membangunkannya (hlm. 77), atau ketika Greg lebih sibuk mengingat halaman buku pelajarannya yang dijilat oleh Dad ketika membantunya mengerjakan PR ketimbang mengingat pelajarannya itu sendiri (hlm. 65).

http://www.wimpykidclub.co.uk

Malah, saya justru disuguhi beberapa tabiat Greg yang satu-dua bisa saja dicontoh untuk terapi bagi anak-anak. Misalnya pada halaman 69-71, di mana Greg bilang dia punya sistem hebat dalam hal mengingat sesuatu, yaitu dengan melakukan sesuatu hal sebagai penanda akan memori/pesan yang harus diingatnya. Sebagai contoh: Mom mengingatkan Greg yang sudah akan tidur bahwa besok pagi Greg harus bawa surat izin, Greg tak akan menulis pesan itu, dia cukup melempar bantal ke seberang ruangan. Esok paginya, saat bangun, Greg mendapati bantal tergeletak di lantai, dia akan bertanya “Mengapa bantal ini ada di sini?” Nah, setelah itu, ia akan teringat, “Oh iya, aku harus bawa surat izin ke sekolah.” Begitu, teori Greg, yang diklaimnya belum pernah gagal. Menurut saya sih, boleh juga dicoba. Hehehe.

Ada beberapa typo minor sih di buku ini, tapi tidak begitu mengganggu lah.

(hlm. 67) Mr. Mckelroy = Mrs. McKelroy
(hlm. 144) George Freer = George Fleer
(hlm. 177) Rowly = Rowley
(hlm. 208) tahun dengan = tahun depan
Secara keseluruhan, buku ini tak terlalu kocak, tapi juga tetap menghibur. Jadi, so-so lah bagi saya. Banyak sentilan dan pelajaran hidup yang sebenarnya dapat dipetik dari tingkah jailnya Greg. Saya tetap akan membaca seri berikutnya jika Atria masih menerbitkan terjemahannya. 3 bintang saya berikan kepada Greg yang harus menghadapi kenyataan pahit demi menghadapi perubahan-perubahan dalam hidupnya.

Selamat membaca, kawan!


Sunday, August 5, 2012

[Kabar Buku] Berbagi Deleted Scene Truth or Dare by Winna Efendi


Hai, metropop-lover, sudah pada baca novel GagasDuet bertajuk Truth or Dare karya bersama Winna Efendi dan Yoana Dianika? Saya sih belum, tapi saya sudah berjanji pada diri sendiri bahwa saya akan selalu mengoleksi dan membaca karya-karya Winna Efendi. I really love her writing. Jadi, semoga di waktu depan yang tak lama lagi, saya bisa membaca novel ini juga.


Nah, ternyata ada beberapa bagian dari cerita yang ditulis oleh Winna Efendi yang tidak jadi dimasukkan ke dalam novel ini ketika proses editing. Nah, buat yang penasaran, berikut bagian deleted scene tersebut yang saya copy-paste dari blog resmi Winna Efendi:

Dari blog Winna: http://littleblackink.multiply.com
Bagian 1
Bagian 2

Kali ini aku akan share deleted scenes dari novel Truth or Dare sebelum dicetak. Ada beberapa adegan yang akhirnya dibuang karena keterbatasan halaman, atau karena pengulangan dan isinya kurang sesuai untuk keseluruhan novel. Chapter ini kuberi judul Where We Belong, dan dibuang karena awalnya topik SAT (semacam ujian reguler bagi siswa SMA yang ingin mendaftar kuliah) merupakan salah satu bagian integral dari novel Truth or Dare, tapi karena terlalu panjang dan ada perubahan plot, maka dihapus :)

Buat yang belum baca Truth or Dare, mungkin akan ada sedikit spoiler di sini.

Enjoy!


Bagian 1
At some point in life the world’s beauty becomes enough.
You don’t need to photograph, paint, or even remember it.
It is enough.
-Toni Morrison-


Aku menggaruk kepala untuk kesekian kalinya, berusaha berkonsentrasi pada selembar kertas penuh kata-kata di hadapanku dan memahami apa artinya. Seperti biasa, kesulitanku membaca membuat segala sesuatunya terasa lebih sulit.

Sejak kecil, aku selalu bermasalah dengan kata-kata; baik yang verbal maupun tertulis. Mom bilang, aku baru mulai berbicara di umur tiga tahun, itu pun terbata-bata dan sering salah ucap. Ketika anak-anak seusiaku mulai belajar membaca dan menulis, aku selalu tertinggal karena tidak mampu mencerna informasi sebaik mereka. Di pertengahan middle school, akhirnya aku didiagnosa dengan disleksia, yaitu semacam penyakit yang berkaitan dengan disfungsi salah satu area dalam otak. Disleksia membuat prosesi otakku lamban; aku sering kesulitan menjawab jika dihadapkan dengan uraian pertanyaan yang rumit, juga membutuhkan waktu lebih lama untuk mempelajari bentuk dan lafal kata. Akibatnya, nilai akademisku bisa dibilang jauh dari baik, dan aku sering dicap bodoh atau kurang mampu berkonsentrasi.

Walaupun begitu, aku berusaha sebisaku untuk tidak tertinggal jauh dari teman-teman sekelas. Aku sering tinggal lebih lama di kelas untuk mencatat, atau meminta Cat untuk mengulang bagian-bagian yang belum kumengerti. Tanpanya, mungkin aku akan memegang posisi akhir di kelas, atau lebih parah lagi, kembali tinggal kelas. Ada sesuatu yang sangat tidak mengenakkan dari kembali mengulang pelajaran bersama wajah-wajah baru, sedangkan teman-teman seangkatanku sudah lulus dan hanya akulah yang tertinggal di belakang.

Tahun ini, sebagian besar murid-murid kelas sebelas mengambil SAT, sejenis ujian standar untuk pendaftaran universitas. Ujiannya sendiri terdiri dari tiga bagian – Critical Reading, Mathematics, dan Writing, ketiganya bukan area terbaikku. Aku dan Cat telah mendaftar untuk mengambil ujiannya di bulan Mei, sehingga belakangan ini kami lebih sering menghabiskan waktu luang sepulang sekolah untuk belajar bersama. Kadang-kadang, aku punya perasaan Cat hanya melakukannya demi aku yang memang membutuhkan waktu lebih lama untuk belajar, karena aku yakin dia bisa meraih skor tinggi dengan mata tertutup sekali pun. That’s how smart she is. Kalau mau, Cat bisa saja jadi juara pertama di kelas, tapi dia lebih suka mengalihkan tenaganya untuk hal-hal lain yang menurutnya lebih penting.

Sore ini kami kembali berkumpul di rumah Cat, mencoba menjawab pertanyaan demi pertanyaan sulit dari buku latihan SAT, ditemani Luna Blu yang menggelung malas di sebelah kakiku.

“Sebuah bank menawarkan 5.3% bunga tabungan per bulan. Seandainya kita menabung lima ratus dolar, berapa jumlah tabungannya setelah empat tahun?”

Tunggu, aku ingat pertanyaan ini, yang membutuhkan pangkat atau semacamnya. Aku mencoret-coret sebuah formula dasar di atas kertas, mencoba menemukan solusinya. Cat menunggu dengan sabar di sebelahku, kertasnya sendiri sudah terisi jawaban yang aku yakin sudah pasti benar. Julian juga dengan tekun ikut menuliskan jawaban yang dipecahkannya tanpa banyak kesulitan. Sebagai murid pertukaran pelajar, sebenarnya dia tidak perlu mengikuti SAT tahun ini. Tapi Julian suka belajar, dan demi cita-citanya masuk Harvard atau kampus-kampus Ivy League sejenis, dia rela menggunakan waktu santainya untuk belajar bersama kami.

500 x 1.053⁴

Aku meneliti jawabanku dengan tak yakin, lalu menatap Cat dan Julian untuk meminta pertolongan. Cat menggeleng, mencoret bagian yang salah dengan pena merahnya sambil menuliskan perhitungan yang benar di sampingnya.

“Sebelumnya, kita harus menyamakan satuan waktu periode menabung dengan periode bunganya,” jelasnya, menunjuk angka-angka di atas kertas. “Jadi formula yang benar adalah, jumlah uang dikali besarnya bunga pangkat empat puluh delapan bulan. Seperti ini.”

500 x 1.053⁴⁸

Huh? Aku berusaha mengerti apa yang dimaksud Cat, tapi otakku sedang tidak bisa diajak bekerjasama. Cat sepertinya melihat ekspresi bingungku, karena dia lalu menyingkirkan tumpukan kertas di atas meja seraya bangkit berdiri.

“Sudah, sudah,” katanya. “Kita terlalu lama belajar, otakku sudah hangus terpanggang rasanya. Lebih baik kita break sebentar. Gimana kalau kita makan es krim dulu?”

Aku menghela napas, lega karena bisa mengambil rehat sejenak sebelum mulai berperang lagi dengan angka dan huruf. “Setuju!”

Great. Sebentar, ya.” Cat menghilang di balik pintu kamarnya, meninggalkan aku dan Julian di sana untuk mengambil camilan dari kulkas. Menjelang awal musim panas, Cat biasanya menyetok es krim vanili dan junk food banyak-banyak di kabinet dapurnya. Kadang saking banyaknya, aku sering menemukan sekantung M&M’s yang sudah separuh dimakan di laci meja belajarnya, atau sepotong cokelat yang belum dihabiskan di lemari kamarnya.

Aku suka kamar Cat. Ukurannya tak terlampau luas, hanya sekitar lima belas kaki. Dindingnya dicat putih bersih, dengan satu sisi kosong yang memuat grafiti keren bertuliskan nama Catherine. Grafiti itu dibuatnya saat makeover kamar dua tahun lalu, menggunakan cat biru dan kuning yang kelihatan kontras dan mencolok. Grafiti itu adalah bagian favoritku dari kamar Cat, selain mozaik yang terdiri dari puluhan foto berukuran kecil. Cat selalu menambahkan foto-foto baru ke dalam mozaiknya; yang terbaru adalah fotonya bersama Ethan dan Chase, kedua abang tirinya, fotonya bersama Julian saat spring dance, dan fotoku yang sedang membawa papan bertuliskan charity for community. Di samping kanan didirikan sebuah instalasi berupa rak buku besar, yang memuat novel-novel science fiction favorit Cat dan buku-buku lainnya.

Iseng, aku mengulurkan sebelah tangan untuk meraba bagian belakang ensiklopedia milik Cat yang tersusun rapi di sana, dan mendapati sebatang Snickers ukuran mini di baliknya. Aku tersenyum geli – Cat selalu penuh kejutan. Kamarnya penuh ranjau makanan manis; yang perlu kau lakukan hanya lebih jeli mencari.

Samar-samar kudengar Cat sedang berargumen dengan ibunya mengenai pekerjaan rumah, sepertinya belum ada tanda-tanda akan segera kembali. Aku memutuskan untuk mengalihkan perhatian pada sebongkah kamus raksasa di atas meja, berusaha menghafalkan definisi kata mulai dari kategori huruf A. Menurut Cat, memperluas vocabulary dengan memahami arti kata-kata sulit akan sangat membantu saat mengerjakan bagian Critical Reading nantinya.

Abhor. Membenci.
Adversity. Kesulitan.
Alacrity. Dengan cepat dan antusias.
Arid. Sangat kering.
Assiduous. Tekun dan kerja keras.

Belum sampai lima kata, pandanganku mulai berkunang-kunang dan aku kepayahan mengingat arti dari masing-masing kata. Aku ingat terakhir kali Julian melemparkan pertanyaan-pertanyaan berbau vocabulary, aku kewalahan menjawabnya dan malah membalik-balikkan artinya.

“Hei, Julian. Bantu aku..”

Saat aku menoleh, aku menemukannya sedang terlelap, kedua lengan tertelungkup di atas meja. Beberapa jam berkutat dengan angka sepertinya telah membuatnya kecapekan sampai jatuh tertidur sepulas ini. Topi baseball yang biasa dikenakannya tergeletak di atas lantai, sehingga rambut hitamnya yang cepak mencuat-cuat ke berbagai arah. Kedua matanya terpejam rapat, memperlihatkan kelopak tebal dengan satu tahi lalat di sudut kanan; sebuah detil mengenainya yang tidak aku ketahui sebelumnya. Bibirnya membentuk separuh senyum, menggumamkan sesuatu yang tak jelas. Entah mengapa, melihatnya seperti ini mengingatkanku akan adik perempuannya Juliet, dan foto mereka berdua yang ditunjukkan Julian waktu itu.

Untuk beberapa saat, aku tak berani bergerak, hanya diam memandangnya seperti ini. Aku takut dengan satu gerakan, satu helaan nafas, dia akan terbangun dan mendapatiku sedang mengamatinya. Aku takut ketika dia bertemu pandang denganku, dia akan dapat membaca emosi yang terpancar bola mataku.

Tapi aku sangat ingin menyentuhnya. Merasakan kehangatan kulitnya, meninggalkan sebuah jejak di sana, walau sangat singkat dan dia tidak akan pernah tahu. Tidak akan ada yang tahu. Aku ingin menyentuhnya dan membiarkan satu momen ini menjadi milikku seorang, tanpa Cat maupun orang lain di dalamnya.

Dengan sangat perlahan, aku memberanikan diri untuk mengulurkan sebelah tanganku, berhenti beberapa inci dari wajahnya. Sedikit lagi, ujung jariku akan menyentuh pipinya. Dengan tangan gemetar, aku berusaha mengumpulkan seluruh keberanianku untuk membuat kontak fisik.

Dia milik Cat.

Sesuatu melintas dalam pikiran, membuatku mengurungkan niat untuk bertindak lebih jauh. Secepat keinginan itu tiba, secepat itu pula ia padam. Tanganku terkulai, dan aku membiarkannya tetap gemetar di sisi-sisi tubuhku.

Julian masih tertidur, kini mulai mendengkur halus. Aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak berhak melakukannya. Ada sebuah lingkaran kasat mata dengan Cat dan Julian di dalamnya, sedangkan aku berdiri di luar. Aku tidak dapat melangkah masuk, karena lingkaran itu tidak diciptakan untukku. Apa pun yang kulakukan, aku akan selalu berada di luar garis – melihat ke dalam.

Melihat dirinya.

**

Bagian 2

Kali ini merupakan chapter dari bagian epilogue, mengenai Heather dan Alice :) i actually love this chapter a lot, dan merasa sayang membuangnya dari keseluruhan novel. But I do what I have to do.

Here goes, enjoy!


Aku sedang membereskan tagihan-tagihan lama yang menumpuk di laci meja kasir ketika seseorang masuk ke toko dan berhenti di aisle yang menjual produk-produk kewanitaan. Dia berdiri dengan postur tak yakin, sebelah kakinya mengetuk-ngetuk lantai dan tangannya terjulur untuk mengambil sesuatu tapi tak jadi. Dia mengenakan jeans selutut dan kaus tipis yang tampak kurang sesuai untuk cuaca musim gugur, rambut emasnya yang bergelombang jatuh terurai di punggung. Aku dapat mengenali figur itu dengan mudah – Heather Mills.

Dia masih terlihat seperti dulu. Rambut panjang yang berkilau, mata biru cemerlang, wajah yang sempurna. Untuk sesaat aku terpaku memperhatikannya, kemudian dia menoleh dan bertatapan mata denganku, cukup lama hingga akhirnya seulas senyum terukir di wajahnya. Aku balas tersenyum tentatif.

Kabar terakhir mengenai Heather adalah, dia kuliah di salah satu universitas lokal Maine, tapi dropout menjelang tahun kedua. Pacarnya Dustin mendapat beasiswa penuh untuk football di Michigan, dan memutuskan untuk mengambilnya begitu lulus sekolah. Mereka sempat berpacaran jarak jauh selama setahun penuh, sampai akhirnya putus di tengah jalan. Entahlah, setidaknya itu kabar yang beredar.

Dia memutuskan untuk tidak membeli barang yang tadi hampir diambilnya, lalu berjalan ke arah kasir. Aku masih memegang kumpulan tagihan di tangan, tidak yakin apa yang harus kukatakan padanya. Haruskah aku menganggapnya seperti pembeli? Menyapanya dengan ucapan khas welcome to Holden Pharmacy, how can I help you today? Kurasa tidak.

“Hai, Alice.” Dia yang memecahkan keheningan duluan.

“Hai.. Heather.”

“Temanmu?” Thomas, yang sedang membawa kotak kardus berisi batch parasetamol terbaru, mengempaskan barang-barangnya di dekatku sambil mengelap keringat. Aku dan Heather berpandangan; sama-sama tidak tahu bagaimana harus menjawab. Teman bukanlah kata yang tepat untuk mendefinisikan hubungan kami. “Ambillah break sebentar,” Thomas berkata lagi. “Aku akan mengambil alih di sini. Sekalian belikan kebab di restoran Turki itu ya, aku belum makan dari tadi.”

Aku melirik Heather, yang kelihatan sama salah tingkahnya, tapi lalu aku menjawab, “Oke. Aku akan segera kembali.”

Kami berdua melangkah keluar. Dia masih tak berkata apa-apa, tapi saat aku mulai berjalan ke arah yang berlawanan untuk membeli titipan Thomas, Heather menyentuh lenganku. Aku berbalik, agak terkejut. Heather tidak suka menyentuh orang-orang yang tidak disukainya, kecuali jika dia ingin mendorong atau melemparkan barang ke arahnya.

“Apa kabar, Alice?”

“Baik.”

Dia tersenyum kecut. “Kau masih membenciku, ya?”

“Aku tak pernah membencimu.”

Kali ini dia tertawa. “Really? Setelah apa yang kulakukan padamu?”

Aku mengedikkan bahu. “Aku tidak menyalahkanmu.”

Kami berdiri di jalan; Heather dengan kedua tangan di dalam saku, dan aku yang memainkan benang kusut dari sweatermerahku. “Hei.. mau minum kopi?”

Aku mendongak. “Baiklah.”

Kami membeli minuman dari The Gothic, salah satu kedai kopi favoritku, masing-masing memegang cangkir styrofoamdengan cairan kopi panas yang mengepul. Perasaan ini aneh – duduk di tepi trotoar bersama gadis paling populer Belfast Area High School, mantan cheerleader yang menyandang predikat prom queen di pesta senior kami. Gadis yang dulu sering mengacak-acak isi lokerku, menyabotase persahabatanku dengan Cat, mengataiku dengan julukan-julukan yang membuatku terkenal di seantero sekolah – si Bau, si Dungu, dan masih banyak lagi. Lucunya, aku tak pernah benar-benar membencinya. Dia adalah Heather, dan Heather akan selalu tetap seperti itu.

“Kau masih menghubungi Catherine?” Dia bertanya, pelan-pelan menyisip kopinya.

Aku menggeleng. “Kau?”

“Hanya pernah melihatnya di Facebook. Sudah bertahun-tahun sejak kami bicara.” Heather menoleh, ekspresinya tulus.

“Alice, I’m sorry. Kau dan aku sama-sama tahu akulah yang dulu membuat hidupmu seperti neraka.”

“Sudah kubilang, aku nggak menyalahkanmu.”

Dia menggeleng. “Aku sering memikirkannya.. memikirkanmu. Kurasa aku hanya cemburu, you know. Aku yang lebih dulu berteman dengan Catherine, tapi dia malah memilihmu. Dulu.. kami bersahabat. Tapi sejak dia dekat denganmu, segalanya berubah.”

Aku tidak tahu itu. Setahuku, Cat selalu menganggap Heather terlalu diva.

“Aku tahu apa yang kukatakan sekarang tidak akan mengubah apa-apa, tapi kuharap kau paham.” Dia menghabiskan sisa minumannya, kemudian melempar wadahnya ke tempat sampah – masuk dengan sempurna. “Cowok yang di toko farmasi tadi pacarmu? He’s hot.” Aku menyangkal dengan muka merah padam, tapi Heather hanya tertawa. “Jangan bilang kau masih suka sama cowok Asia itu – siapa namanya, Julian?”

Heather tahu? Apa perasaanku sedemikian kentaranya?

Don’t worry, aku akan menjaga rahasiamu.” Heather bangkit dan membersihkan debu dari celananya. “Nah, sekarang aku pergi dulu. I’ll see you around, Alice, okay?”

Saat dia bangkit, barulah aku melihat sesuatu yang berbeda dari bentuk tubuhnya; perutnya tak lagi rata, memperlihatkan sedikit jendulan samar yang tak akan jelas terlihat jika kita tidak benar-benar memperhatikannya.

Bentuknya tersembunyi di balik karet celana jeans dan kaus longgarnya, tapi aku yakin aku tak salah lihat. Aku mengamati wajah Heather, mengerti apa yang sedang dicarinya di toko farmasi barusan, dan mengapa dia ragu mengambilnya. Untuk sesaat, aku ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya aku hanya mengatakan, “Take care of yourself, Heather.”

Dia tersenyum dan memberikan lambaian singkat sebelum menghilang di tikungan jalan.
**

Artikel adalah milik dan kepunyaan Winna Efendi. Posting artikel ini telah dimintakan izin kepada Winna Efendi.

Terima kasih, Winna...dan tetap produktif menulis yaaaa....:)

[Resensi Novel Teen lit] Nada Cinta Marcella by Ken Terate


Cinta...cinta...cinta...


Judul: Nada Cinta Marcella (buku #4)
Pengarang: Ken Terate
Pewajah sampul: Yustisea Setyalim
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 272 hlm
Harga: Rp42.000
Rilis: Mei 2012
ISBN:978-979-22-8385-3

Marcella menghabiskan liburan sekolahnya di rumah Oma di Jakarta. Setahun tinggal di Yogyakarta, ternyata ia mulai kikuk dengan suasana ibukota. Bahkan, beberapa kawan karibnya pun mulai menyebutnya...aneh! Jelas, Marcella tak terima. Ia sering dijuluki si cantik, smart, fashionable, tapi....aneh? No way! Terus, kalau Marcella merasa jijik melihat Gresey yang easy aja digrepe-grepe cowoknya, masak itu dibilang aneh? Dia berprinsip! Dia bukan cewek gampangan. Ugh!

Dan, masa liburan pun hampir berakhir ketika Marcella akhirnya kembali ke Yogyakarta, plus setumpuk barang-barang baru yang dibelinya secara kalap berkat 'kartu-ajaib' pemberian Oma. Setelah kembali ke sekolah, dan ber 'Fun Friday' bareng Joy dan Wening, roda kehidupan kembali berputar pada keseharian Marcella. Namun, sepertinya roda hidupnya sedang macet di posisi terbawah. Krisis finansial menerjang keluarganya (jadwal nyalon musti disetop sementara, hufff), karier ke-OSIS-annya di ujung tanduk (PENSI hampir gagal, hikz), dan Devon belum juga menunjukkan tanda-tanda nembak, padahal ia sudah nggak sabar (plus deg-degan, secara Devon itu mantan-inceran-sahabat-dekatnya). Jadi, Marcella musti gimana donk?

Simak saja tingkah polah Cella dan Joy dan Wening dalam buku keempat dalam seri My Friends My Dreams karya Ken Terate ini.


Baiklah, saya tak perlu lagi ya... mengulang alasan mengapa saya SANGAT MENYUKAI karya-karya Ken Terate. Bahkan, untuk seri keempat ini, saya berikan bintang LIMA untuk novel ini. Fiuhhh. Keren deh, buku ini. Ho-ho-ho, tentu saja, penilaian ini sangat subjektif dari saya.

Ketika kali pertama membaca My Friends My Dreams years ago, saya tak pernah membayangkan Ken bakal membuatnya berseri. Oh, don't worry! Buat kamu yang nggak suka novel seri, serial ini tetap dapat dibaca terpisah. Masing-masing bukunya memiliki kisah sendiri yang memang akan lebih nikmat jika dibaca secara keseluruhan.




Nada Cinta Marcella memfokuskan cerita pada tokoh Marcella, yang dari buku-buku terdahulu saya kenal sebagai sosok Miss Popular, Princess of Fairytale, dan memang, orang-orang di sekelilingnya masih menganggapnya begitu. Bahkan, setelah setahun ia bersosialiasi, masih saja banyak yang merasa Cella adalah cewek-impor-Jakarta-yang-sok, padahal Cella sudah berusaha mati-matian untuk bersikap biasa-biasa saja. Oh yeah, dia masih suka nyalon, make barang branded, tapi memangnya itu salah? Asal semua dibiayain pakai duitnya sendiri (at least duit ortu-nya) nggak papa, kan? Tapi, ya begitulah, nasib seorang Marcella.

Ternyata di balik kecantikannya, Cella menyimpan banyak kisah. Yang disadarinya maupun tidak disadarinya. Terutama soal keluarganya dan Devon. Bayangkan saja, Cella yang ketika di Jakarta tinggal hura-hura saja tanpa peduli habis biaya berapa, di Yogya dia harus berpikir beberapa kali dulu hanya untuk beli selembar CosmoGirl terbaru. Sungguh ironi! Lalu, soal Devon. Mengapa tiba-tiba saja cowok itu menjadi demikian 'memikat' di matanya. Terang saja Cella gugup. Dia sudah pernah menolak Devon suatu waktu dulu. Dan, lagi, Devon itu pernah ditaksir setangah mati sama sobat karibnya, Joy. Bagaimana Cella sanggup menahan pesona Devon sekaligus mempertahankan pertemanannya dengan Joy?

Saya cekikikan sendiri ketika membaca keseluruhan buku ini. Alert! Jangan baca buku ini pas kamu jalan, hehehe, jaminan jadi tontonan publik! Sudahlah diksinya yang cerdas nan kocak, saya masih disuguhi adegan-adegan bernuansa putih abu-abu yang ngegemesin. Jadilah satu porsi gado-gado cerita khas remaja yang menyenangkan. Dan, bagi saya, tulisan Ken selalu jauh di atas rata-rata kebanyakan novel teen lit (tentu saja, dibanding novel teen lit yang sudah saya baca, dan saya sudah jarang baca teen lit, hehehe).

Saya suka pilihan konflik yang diberikan pada Cella. Meski sempat juga merasa gemas pada sikapnya yang maju-mundur soal Devon dan menjaga perasaan Joy, padahal dari imej seorang Cella, tak seharusnya ia menjadi peragu seperti itu. Tapiiii... saya bukan ahli psikologi. Pun, saya tak yakin bisa menyelami perasaan seorang Marcella. Ia bisa saja blakblakan tetapi tak menutup kemungkinan ia juga memiliki rahasia yang tak ingin dibaginya dengan orang lain.

Menurut kabar, ini adalah buku penutup dari seri ini. Secara pribadi, saya masih pengin menikmati kisah-kisah ketiga sahabat ini, apalagi mereka baru kelas dua, setidaknya selesaikan kisah mereka sampai lulus, hehehe... #ngarep. Tapi, yah, sebagai buku penutup (jika kabar itu benar), saya puas dengan Nada Cinta Marcella ini. Saya pun happy dengan ending yang diberikan Ken pada ketiga tokoh utama. Apakah semua tokohnya menuju pada kisah happy ending? Hmmm, baca sendiri yaaaa....

Intermezoooo.....laporan typo:
(hlm. 21) tingggi = tinggi
(hlm. 81) tantangannnya = tantangannya
(hlm. 161) dita-mpilkan = janggal pemenggalannya
(hlm. 170) Dan itu buat orangtua murid, bukan? NENEK murid! = Dan itu buat orangtua murid, kan? Bukan NENEK murid!
(hlm. 186) rumahnya oomnya = rumah oomnya
(hlm. 190) nama penyanyi Rossa, kan ya? Bukan Rosa?
(hlm. 205) Meksi = Meski
(hlm. 207) membuatku = membuat gue = konsistensi
(hlm. 219) memenangkan = menenangkan, kali yaaa...
(hlm. 230) bergensi = bergengsi
(hlm. 241) Gue pasti ikut remedial. = Gue pasti ikut remedial."
(hlm. 245) kamu = lo = konsistensi
(hlm. 255) tiba-tba = tiba-tiba
Satu hal yang saya sayangkan adalah penggunaan istilah "autis abis" di halaman 54. Kita sudah memerangi penggunaan istilah ini untuk bahan olok-olokan, kan? Bahkan, pernah sangat gencar di twitter beberapa waktu lalu.
Dan, saya pun punya banyak diksi-diksi favorit yang dipilihkan Ken, berikut di antaranya:
Kencan pertama itu --bila kamu bukan cewek murahan-- hanya terjadi sekali dalam sekian tahun (127)
Suatu saat nanti mereka pasti tahu bahwa gue dan Devon segera melintasi batas "teman" (132)
Seni adalah media paling murah supaya manusia tetap waras, bahkan dalam kondisi kritis (144)
Kesedihan akan berkurang bila dibagi dan kebahagiaan akan bertambah bila dibagi (206)
Dan, kebahagiaan saya kian lengkap nih, ketika di twitter beberapa waktu lalu, Mbak Vera dan Mbak Donna (editor di Gramedia) mengabarkan bahwa selepas Lebaran, novel terbaru Ken akan terbit, berjudul DARK LOVE. Sedikit bocorannya dari percakapan kami di twitter berikut ini. Jadi gak sabar!
@verakresna: @fiksimetropop fans Ken Terate: DARK LOVE, teenlit terbarunya Ken. Bagus bangettttt!!!!!!
@verakresna: ttg cewek kelas 3SMA, pintar, dan... hamil. Trancam g bs ikt UN. Ada unsur p'belajarannya jg. Bagus bgt buat remaja.
@cdonnaw: @fiksimetropop @verakresna Dark Love ya? Novel ini emang keren bgt. Permasalahan berat tp gk menye2.
@cdonnaw: @verakresna ken terate memang asyik. Selalu bisa buat cerita remaja yg asyik, lucu, segar. Konsisten lagi, nggak mandek.
Baiklah, semoga novel ini segera beredar selepas lebaran, jadi saya segera terbius kembali dengan tulisan Ken yang saya suka.

Selamat membaca, kawan!

Thursday, August 2, 2012

[Curhat] Video Klip OST Perahu Kertas by Maudy Ayunda


Meskipun merasa sebagaimana banyak kawan-kawan di Goodreads, bahwa novel Perahu Kertas berisi terlalu banyak kebetulan, pun dengan temanya yang cheesy bagi seorang Dewi "Dee" Lestari yang kesohor lewat novel fenomenal Supernova, saya tak bisa membohongi diri sendiri bahwa saya menyukai Perahu Kertas. Sangat suka, sebenarnya. Dan, berbahagia sekali ketika mendengar novel ini akan difilmkan. Sekarang filmnya tinggal menunggu waktu untuk rilis. Nah, sambil menunggu, tidak ada salahnya jika kita menikmati semilir syahdu lagu pengiring utama untuk film Perahu Kertas. Berjudul sama dengan filmnya, lagu ini diciptakan oleh Dee dan dibawakan dengan cukup apik oleh Maudy Ayunda. Silakan disimak video klip dari lagu tersebut berikut ini.



Lirik:
Hei, Neptunus, dewa lautku...
Apa kabar?
Aku mau cerita sesuatu nih...



Perahu kertasku kan melaju membawa surat cinta bagimu
Kata-kata yang sedikit gila, tapi ini adanya
Perahu kertas mengingatkanku, betapa ajaib hidup ini
Mencari-cari tambatan hati, kau sahabatku sendiri..


Hidupkan lagi mimpi-mimpi (cinta-cinta) cita-cita (cinta-cinta)
Yang lama kupendam sendiri, berdua kubisa percaya..


Kubahagia, kau telah terlahir di dunia
dan kau ada di antara miliaran manusia
dan kubisa dengan radarku menemukanmu



Tiada lagi yang mampu berdiri
Halangi rasaku, cintaku padamu
So sweeetttt....suka banget dengan lirik pada bagian chorus-nya. Dalem banget meski dengan kalimat sesederhana itu. Suka!