Friday, January 29, 2010

(2010 - 3) Resensi Novel Teenlit: Dewi "Dedew" Rieka - Pingkan Sang Juara


Pokoknya harus jadi juara. Gak boleh nyerah!

(gambar cover menyusul)

Judul: Pingkan Sang Juara
Penulis: Dewi "Dedew" Rieka
Editor: Nur Fajriyah
Penerbit: PT Sinergi Pustaka Indonesia (Sinergi Group "Kubus")
Tema: anak-anak, remaja, persahabatan, perjuangan, menjadi juara
Tebal: iv + 124 halaman
Harga: Rp20.000 (Toko)
Rilis: 2009 (Cet. 1)

Hadiahkan novel tipis ini untuk adik, ponakan, anak, teman, atau orang yang Anda sayangi, yang masih bersekolah pada jenjang SD-SMP. Untuk yang SMA juga boleh meskipun saya agak ragu apakah mereka masih bisa menikmati novel ini dengan santai, mengingat cerita dan gaya penceritaannya sangat kekanak-kanakan. Ceria dan sederhana. Dan, tidak ada cinta-cintaan-nya di sini.

Saya menyukai ide novel ini yaitu memperlihatkan bahwa untuk mencapai sesuatu harus melalui kerja keras. Pantang menyerah dalam berkompetisi. Rajin, tekun, serius, dan konsisten menjalani aktivitas yang diikuti.

Sejujurnya saya lebih banyak tertawa sekaligus geli ketika membaca novel mungil yang hanya terdiri dari 120-an halaman ini. Tertawa, karena ceritanya yang memang disengaja berunsur komedi dan geli, karena gaya berceritanya yang kekanak-kanakan. Saya sendiri mendengus, kok bisa ya guwe masih minat baca ginian? Hahahaha. Asli, saya benar-benar seperti kembali ke jaman SD atau SMP dulu. Pun dengan gaya jayus-nya Dedew yang sebagai narator kadang mengomentari setiap ceritanya sendiri. Harus saya bilang, saya paling benci yang begituan. Sok lucu, padahal garing. Tapi novel ini memang buku "kurikulum" khusus anak-anak, jadi saya mencoba maklum. :)

Untuk ceritanya, seperti yang sudah saya bilang, sangat sederhana sekali. Alurnya mudah ditebak dengan ending yang happy. Tidak banyak konflik yang ditawarkan, karena setiap drama selalu ada pengakhirannya. Every problem has its own solution. bagusnya, di novel ini tidak diciptakan tokoh yang dipaksa jadi antagonis. Benang merahnya menyoroti usaha seorang anak (Pingkan) menemukan bakat dan kegemarannya karena termotivasi orang-orang di sekitarnya yang memiliki prestasi. Pingkan begitu bersemangat untuk menjadi juara. Tak peduli di bidang apa, yang penting juara. Maka, Pingkan kemudian membuat daftar bidang-bidang yang mungkin bisa mengantarkannya ke podium juara. Mulai dari bermain organ, berenang, bergabung di ekskul pramuka, dicobanya. Tapi dasar Pingkan pembosan, Semuanya macet di tengah jalan. Sampai akhirnya ia berlabuh pada menulis dengan bergabung di ekskul mading. Sejatinya menulis sudah ia sukai dari dulu karena Pingkan rajin menulis diary dan selalu mendapat nilai bagus di mata pelajaran bahasa Indoensia. Dari menulis, Pingkan bisa naik ke podium dan dielu-elukan temen-teman satu sekolah.

Kisahnya manis, untuk anak-anak, tentu saja. Kalau pun saya sebal dengan gaya penceriteraannya, saya tidak akan menyalahkan penulisnya. Karena, novel ini (mungkin) memang disasarkan pada pasar anak-anak dan remaja jadi gayanya memang disesuaikan, biar mudah untuk diikuti. Setelah membaca novel ini, yang bisa saya bayangkan adalah, "coba ya...dulu guwe serius menekuni sesuatu, mungkin guwe bisa jadi juara apa, gitu..." Siapa sih anak-anak yang tidak bangga menjadi juara dan menggenggam piala. Saya saja gembira sekali ketika menjuarai lomba pidato Ramadhan di kampung, meskipun cuma juara dua. Intinya, menjadi juara itu mimpi setiap orang. Dan, novel ini merekamnya dengan baik sehingga bisa menginspirasi, semoga.

Oiya, saya suka novel ini karena ada Pramuka-nya (saya ikut Pramuka dari SMP-SMA) dan mading sekolah (saya ikut mading di SMA). Membaca novel ini, saya juga jadi ingat bagaimana saya dulu sangat ingin belajar di bidang bahasa. Waktu SD, guru pernah mengikutkan saya di lomba cerdas cermat tingkat kecamatan. Ada tiga kategori, Sains (IPA-IPS), PMP (PPKn), dan Bahasa Indonesia. Kata guru yang menyeleksi, saya cukup mampu untuk diikutsertakan di mata pelajaran IPA-IPS dan Bahasa Indonesia. Namun, karena tidak ada wakil lain di bidang IPA-IPS maka saya masuk ke kategori itu (hasilnya: cuman jadi peringkat 9 dari 10 yang masuk babak semifinal) padahal kata beliau juga, karangan saya untuk pelajaran Bahasa Indonesia cukup bagus. Di SMA, saya juga ingin masuk jurusan bahasa, namun wali kelas dan guru-guru menganjurkan saya untuk masuk jurusan IPA, karena nilai saya memang cukup memenuhi standar masuk jurusan IPA. Saya tidak pernah menyesal karena semua itu. Saya sangat bersyukur dengan keadaan saya sekarang. Bahkan, dengan kondisi saat ini, saya bisa meneruskan minat saya untuk membaca dan menulis (meskipun belum menghasilkan satu pun tulisan yang diterbitkan).

Okay, selamat membaca, kawan!

Sinopsis (cover belakang)
Pingkan ingiiin sekali jadi juara seperti teman-temannya. Ada Kak Lita yang juara kedua Olimpiade IPA tingkat Nasional, ada juga Gusti yang tim sepak bolanya juara Liga SMP se-Kota Bogor. Bahkan, kakaknya pun juara lomba pidato bahasa Inggris. Siapa yang tidak iri coba? Pingkan juga ingin sekali merasakan rasa bangga sebagai seorang juara. Dia ingin bisa bediri di atas podium sekolah dan mendengar sorak-sorai teman-temannya.

Tapi sampai saat ini Pingkan masih bingung apakah dia bisa jadi seorang juara. Dalam bidang apa? Pingkan payah dalam bidang olahraga, menyanyi juga fals sekali, apalagi bahasa Inggris. Dia hanya mengerti "yes" dan "no" saja. Jadi,
bisakah dia mnejadi seorang juara?

Inilah kisah tentang seoarng anak yang sangat ingin menjadi juara. Banyak hal harus Pingkan jalani sebelum dia menemukan bisang yang dikuasainya. Mulai dari ikut les berenang sampai pramuka. Apakah Pingkan berhasil menjadi juara? Penasaran, kan? Buruan baca deh!

Tuesday, January 12, 2010

(2010 - 1) Resensi Novel Fantasi: Becca Fitzpatrick - Hush Hush


Bacaan seru sambil menunggu Twilight Saga versi Edward Cullen



Judul: Hush Hush
Penulis: Becca Fitzpatrick
Penerjemah: Leinovar Bahfein
Penerbit: PT Ufuk Publishing House
Tema: Fantasi, Malaikat, Remaja, Cinta, Persahabatan, Keluarga
Tebal: 488 halaman
Harga: Rp69.900 (Toko)
Rilis: Desember 2009 (cet. 1)

Salahkan JK Rowling dengan Harry Potter-nya jika kemudian saya tidak bisa tidak untuk membanding-bandingkan novel-novel fantasi yang saya baca pasca Potter-era. Salahkan pula Stephenie Meyer dengan Twilight Saga-nya ketika saya tidak bisa tidak untuk mengait-ngaitkan novel Hush Hush karya Becca Fitzpatrick ini dengan kisah cinta remaja terlarang antara vampir dan manusia itu. Memang tidak sama plek sih, bahkan selain hanya sama-sama ber-genre fantasi, tidak ada persamaan lain diantara keduanya. Hanya saja, saya melihat plot besar kedua cerita yang hampir mirip. Yaitu, tentang seorang cewek yang terpikat dengan seorang cowok misterius di sekolahnya yang pada akhirnya terbongkarlah rahasia bahwa si cowok bukan manuasia. Jika di Twilight si cewek, Bella Swan, akhirnya jatuh hati pada sosok vampir Edward Cullen, maka di Hush Hush, ada Nora Grey yang terpikat pada Patch yang adalah seorang malaikat (terbuang). Alurnya pun hampir mirip, baru bertemu di sekolah yang sama, si cewek penasaran pada si cowok, dan meskipun berbahaya, toh si cewek tetap saja terpesona dan perlahan terikat dalam simpul asmara.

Membaca bagian awal Hush Hush, ingatan saya terlontar ke waktu satu setengah tahun silam ketika saya tergila-gila dengan Twilight, yah karena plot yang hampir sama itu tadi. Untunglah bumbu ceritanya berbeda. Dan, yang terpenting, Hush Hush berupaya untuk menjadi sebuah novel fantasi remaja bernuansa gelap dan agak thriller, tidak seringan Twilight. Nampak sekali bagaimana Becca merangkai peristiwa demi peristiwa secara misterius dan memaksa pembaca untuk penasaran sehingga tak kuasa menebak-nebak bagaimana kejadian berikutnya. Berhasilkah usaha Becca ini? Buat saya pribadi, iya. Becca berhasil membuat saya penasaran. Mungkin ini karena saya bukanlah penikmat novel ber-setting misterius begini, saya lebih suka novel metropop yang cuman berkutat pada konflik cemburu-cemburuan, jegal-jegalan, atau cinta-cintaan yang ecek-ecek. Nah, begitu mendapati novel semacam Hush Hush ini, saya jadi gampang sekali ketipu. Sebenarnya, kalau saja saya jeli sedikit, di pertengahan novel, saya mungkin sudah bisa menebak (awas, spoiler) siapa peneror Nora dan siapa yang membuat celaka Vee ketika mereka mengadakan acara shopping bareng. Berhubung saya agak tulalit, maka saya baru menepuk kening dan berseru, "...oh, gitu toh?", begitu mencapai klimaks dan Becca membeberkan satu demi satu kejadian yang dirangkainya. Poor me! Payah banget deh gue.

Hal lain yang membuat saya gemas adalah sifat bodoh dan ceroboh-nya Nora, meskipun sebenarnya dia digambarkan sebagai seorang siswi yang tidak ada masalah dengan nilai akademisnya (dalam artian cerdas, hanya agak kurang bagus di mata pelajaran Biologi). Saya dibuat jengkel, geregetan, putus asa, dengan penokohan Nora ini. Tentu saja, situasi itu menunjukkan bahwa Becca berhasil "menjebak" saya untuk larut dalam novelnya ini. Namun, olahan Becca juga menjadi agak kurang bisa "masuK" bagi saya karena kecanggungan hubungan Nora dengan sang ibu. Saya tak pernah bisa merasakan kekerabatan di antara keduanya. Entahlah, apakah mungkin karena saya menggunakan standar ketimuran untuk menilai hubungan ibu-anak khas Amerika ini?

Summary tokoh: Nora Grey (aku, keturunan malaikat, love interest-nya Patch), Patch (cowok misterius yang adalah malaikat terbuang yang bingung menentukan pilihan, love interest-nya Nora), Vee Sky (sahabat Nora), Elliot Saunders (cowok pindahan yang pedekate ke Nora), Jules (teman misterius Elliot), Dabria a.k.a Miss Greene (malaikat yang adalah mantan pacar Patch), Blythe Grey (ibu Nora). Beberapa tokoh lain: Marcie Millar, Rixon, Pelatih McConaughy (guru Nora), Detektif/polisi, dan beberapa tokoh minor lain.

Membaca novel fantasi memang harus sudah siap menemui dunia khayal macam apapun. Sihir, ilmu hitam, makhluk dongeng, mitos, urban legend, sampai yang agak menyinggung nilai spiritual. Hush Hush termasuk jenis yang terakhir. Dengan beberapa tokohnya adalah malaikat, mau tidak mau agak menyentil sisi spiritual saya, karena sesuai dengan keyakinan agama saya seharusnya malaikat adalah ciptaan Tuhan yang sepenuhnya tunduk kepada perintah Tuhan dan diciptakan tanpa anugerah berupa nafsu (sebagaimana dimiliki manusia, ingat nafsu adalah yang membedakan kita dengan malaikat dan kita wajib mensyukurinya, karena tanpa nafsu, kita nggak mungkin bisa menikmati dunia ini, namun nafsu pula yang dapat mencelakakan kita, maka kendalikan nafsu). Nah, dalam Hush Hush, para malaikat itu diceritakan juga memiliki nafsu, dan bagi yang tidak bisa menahan nafsu maka mereka dibuang ke bumi (malaikat terbuang, ditandai dengan dicabutnya sayap mereka), dan bagi malaikat yang berhubungan dengan manusia yang kemudian melahirkan keturunan maka keturunannya disebut dengan Nephil. Hmm, kalau sihir memang diyakini ada dan dikenal dalam agama saya (dengan label HARAM hukumnya), maka kisah nyeleneh Becca ini sungguh tak bisa saya terima secara keyakinan. Untuk menguatkan pondasi spiritual pribadi, saya kemudian meng-Googling masalah ini, dan saya menyimpulkan setidaknya mungkin kisah ini mirip dengan kepercayaan adanya Lucifer. Sorry, gua nggak tau apa itu dan jujur gua nggak mau tau. Dengan adanya crash soal spiritual ini, maka saya kemudian menguatkan diri dan menyatakan bahwa ini HANYA-lah sekadar novel fiksi, tidak perlu serius dalam menyikapinya.

Meskipun sarat dengan adegan kekerasan seperti percobaan pembunuhan dan penyiksaan fisik serta beberapa adegan brutal lainnya, Hush Hush tak lantas merekayasa cerita bombastis seperti dalam serial fantasi Percy Jackson dan Dewa-dewi Olympia karya Rick Riordian. Kejadian demi kejadian nampak biasa saja. Kekuatan penting malaikat pun hanya digambarkan sebatas beberapa hal ghoib saja, semisal menggerakkan benda dan memanipulasi pikiran manusia. Dalam benak saya, malaikat itu powerful, saya juga tidak tahu pasti apa jenis kekuatan malaikat, yang jelas terlintas dalam imajinasi saya adalah makhluk dengan kekuatan yang dahsyat. Novel ini juga tidak menjelaskan tempat "mangkal" para malaikat, sehingga sama sekali tidak ada dongeng tentang dunia permalaikatan dan segala ke-WOW-annya. Cerita cenderung lebih terfokus pada hubungan antara Patch dengan Nora serta segala kemungkinan mengapa Patch memilih Nora untuk didekati dan dipikat.

Tak banyak bacaan fantasi yang pernah saya baca berkisah seputar "keberadaan" malaikat, maka tak berlebihan jika saya menyebut Hush Hush sebagai novel dengan latar belakang/tema yang "cukup" baru di tengah makin banyaknya novel fantasi berlatar petualangan. Kelemahan cerita Hush Hush ada pada plot, yang selain hampir mirip dengan Twilight, juga seolah mengikuti pakem film-film Hollywood. Bahkan, ending-nya seperti mostly film aksi Amerika tersebut, dimana menjelang berakhirnya cerita si tokoh antagonis merinci kejahatan apa saja yang telah dilakukannya. So chlice!!!. Tapi, untuk para penggemar cerita fantasi, novel ini lumayanlah, sebagai bahan bacaan sembari menunggu terbitnya Twilight Saga baru karya Stephenie Meyer yang ditulis berdasarkan sudut pandang Edward Cullen (yang belum ketahuan kapan dirilis).

Okey, selamat membaca, kawan!

Sinopsis (cover belakang)
Bagi Nora Grey, jatuh cinta tak ada dalam kamusnya. Dia bukan cewek yang gampang tertarik dengan cowok di sekolah. Betapa pun sahabatnya, Vee, tak jarang menyodorkan cowok-cowok kepadanya. Patch pun datang, semua berubah. Nora jatuh cinta kepadanya meskipun akal sehatnya melarang.

Tetapi setelah serangkaian kejadian menyeramkan, Nora menjadi tak yakin, siapa yang harus dipercayai. Sepertinya Patch hadir di mana pun ia berada. Cowok ini tahu banyak tentang dirinya, melebihi sahabat Nora sendiri. Ia tak bisa memutuskan, apakah ia ingin jatuh ke dalam pelukan Patch, ataukah harus melenyapkan diri. Dan ketika berusaha memperoleh jawaban, Nora menemukan sekelumit fakta yang justru membuatnya resah, lebih dari yang ditimbulkan Patch selama ini terhadap dirinya.

Betapa tidak, Nora berada di tengah pertempuran yang telah berjalan berabad-abad antara malaikat yang dilempar ke bumi dengan Nephil—makhluk separuh manusia, separuh malaikat. Waktu memilih pun tiba, keputusan harus diambil, nyawa milik siapa yang harus diserahkan?

HUSH, HUSH menyuguhkan suasana yang kaya, dan membuatku penasaran tentang akhir ceritanya. Kalau ada cowok seberbahaya dan seseksi ini saat aku di sekolah menengah, aku tak mau lulus sekolah! Sepertinya akan ada cerita-cerita lain tentang malaikat yang dibuang dari penulis berbakat ini.
--Sandra Brown, penulis buku laris White Host dan Smoke Screen.

Monday, January 4, 2010

Promo Diskon Buku Anak-anak Clara Ng


Karya terbaru Clara Ng



Dapatkan VOUCHER DISKON 10% untuk semua judul buku anak-anak Clara Ng, SETIAP PEMBELIAN BUKU JAMPI-JAMPI VARAIYA.

Berlaku mulai 22 Des 2009 - 22 Feb 2010.

Silakan, bagi para penggemar karya Clara Ng untuk memanfaatkan kesempatan ini. Yang perlu diingat, promo ini khusus untuk karya Clara yang bergenre untuk anak-anak saja ya, bukan semua buku hasil tulisannya (Tiga Venus, Dimsum Terakhir, Indiana Chronicles).

Sedikit opini, saya sudah membeli Jampi-Jampi Varaiya, baru baca satu bab tapi sudah serasa menjinjing tas berisi campuran beton dan besi baja, beraaaaaaaaatttt untuk melanjutkan. Ceritanya nggak gue banget. Tentang sihir, padahal saya penggemar berat Harry Potter. Mau saya bilang ini cerita untuk anak-anak, tapi tokohnya udah tante-tante dan oom-oom, yang nggak tau apa maunya Clara, tokohnya terkesan masih anak TK. Childish bangets. Semoga saya bisa merampungkan-baca nanti, karena saya tidak menilai sesuatu tanpa membacanya tuntas. Ini hanya kesan singkat saya yang sudah tidak kuat untuk saya tahan-tahan.


Gramedia nggak lagi kreatif????


Cari sepuluh perbedaannya.....::))



Well, apakah para ilustrator di Gramedia mulai kehilangan kreatifitasnya?? Coba perhatikan dua buah novel tersebut. Satu merupakan novel metropop terbaru karya Andrei Aksana (Cinta 24 Jam, Lelaki Terindah, Sebagai Pengganti Dirimu, Abadilah Cinta) berjudul Janda-janda Kosmopolitan, yang pernah (kalau tidak salah) menjadi cerita bersambung di harian Kompas, dan satu lagi adalah novel terjemahan karya penulis populer Paulo Coelho (The Alchemist, The Fifth Mountain, The Winner Stands Alone) berjudul Eleven Minutes (Sebelas Menit).

Sangat mirip ya?
Seperti kehabisan ide saja.