Saturday, February 28, 2015

[Wisata Buku] Penimbun Buku Merambah Singapura dan Kuala Lumpur (Bagian 2)


Sejak kali pertama lihat suasana book sale, Big Bad Wolf di Malaysia, dari sebuah foto yang di-posting Mbak Uci di group WA Cempreng, saya pun berharap semoga suatu saat bisa hadir dan merasai atmosfer event itu. Ketika rencana melancong ke Singapura dan Kuala Lumpur tengah saya susun, Big Bad Wolf akhir 2014 sedang berlangsung di MIECC @ The Mines - Kuala Lumpur. Saya sempat gamang, ingin mengubah jadwal keberangkatan ke tanggal yang bertepatan dengan tanggal penyelenggaraan book sale itu. Tapi, semua sudah tersusun hampir 90%, jadi saya menguatkan perasaan untuk tetap pada rencana semula, berkunjung ke Singapura-Kuala Lumpur sekitar bulan Februari 2015.



Tapi, mungkin karena memang sudah jadi bagian takdir, saya dan Big Bad Wolf memang digariskan untuk bertemu. Tanpa saya duga, ada event tambahan bertajuk Big Bad Wolf #Firesale 2015 per tanggal 2-9 Februari 2015, dan saya terjadwal ada di Kuala Lumpur tanggal 4-7 Februari. OH.MY.GOD! It's my destiny. For sure. Kontan, saya segera membenahi itinerary selama di Kuala Lumpur, dan memasukkan agenda berkunjung ke arena book sale tersebut.


Puji Tuhan, tempatnya pun gampang dicari, ternyata. Ketika masih mengumpulkan informasi tentang book sale ini, saya sempat merasa tempatnya jauh dari hotel yang sudah saya pesan untuk menginap selama di Kuala Lumpur, yaitu di daerah Bukit Bintang. Apalagi, info seputar moda transportasi di Kuala Lumpur di Internet tak sebanyak (dan semenyenangkan) ketika mencari info soal moda transportasi di Singapura. Namun, semua itu hilang ketika sampai di Kuala Lumpur. Lokasi book sale dapat dicapai hanya dengan dua kali naik kereta, monorail Bukit Bintang - KL Sentral, lanjut komuter KTM, KL Sentral - Serdang. Tarifnya pun lumayan murah, sekali jalan kurang lebih MYR5 (IDR17.500). Saya mesti jujur, Jakarta harus benar-benar berbenah jika tak mau ketinggalan dari kota-kota negara tetangga. Meski tak serapi sistem transportasi di Singapura, sistem transportasi di Kuala Lumpur (khususnya kereta) sudah sangat maju dan saling terintegrasi. Karena itu, kalau enggak salah, saya bolak-balik sampai 3x ke arena book sale-nya, hehehe.

Dan... saya KALAP khilaf. Hanya karena sebagian alam bawah sadar yang terus-menerus mengingatkan bahwa "ini pengalaman pertama saya ke luar negeri dan mitosnya jika kita berbelanja terlalu banyak, nanti susah di bandaranya, baik ketika masih di luar atau ketika sampai di Jakarta"-lah maka saya berusaha menahan-nahan diri agar enggak kebablasan belanjanya. Akhirnya saya hanya mencomot kurang lebih 50-an buku saja di arena book sale ini. :) Kalau tahu bakal nggak kenapa-kenapa, saya mungkin bisa mencomot minimal 75-an buku lah, ya. Dan, inilah hasil kekhilafan saya.


Ini hasil ubekan yang paling membuat saya girang. Mimpi apa saya sampai bisa mengumpulkan buku-buku Abbi Glines yang selama ini hanya saya nikmati melalui e-book ini. Berkali-kali saya hendak mencomot dari Kinokuniya atau Periplus tapi selalu kepentok harganya, akhirnya nggak jadi. Alhamdulillah, akhirnya nemu, nggak hanya satu tapi ENAM buku Abbi Glines di book sale ini.


Yang ini pun bikin saya jejingkrakan, woohoo... Ketika booming genre New Adult (NA), saya sering mem-browsing buku atau penulis yang setipe dengan Abbi Glines atau Cora Carmack, dan nama Nyrae Dawn menjadi salah satu yang sering saya temukan. Hepi banget bisa dapet ini.


Tammara Webber?
Monica Seles?
Julie Cross?
BUNGKUSSSSS.... ya ampun, kegirangan itu terus berlanjut...


Trilogi Perfect Chemistry-nya Simone Elkeles masing-masing bukunya cuman Rp17.500? Siapa yang bisa tahan godaan ini... OHMYGOD!!! Meskipun saya sudah tamat baca ketiganya, saya tetap mencomot buku ini. Apalagi yang Rules of Attraction, saya dapet yang hardcover. Again, OHMYGOD!
Lalu dapet juga Lindsey Kelk dan Sarah Dessen. Ngences.


Hohoho... nemu juga Just One Year-nya Gayle Forman. Ada juga sih Just One Day, cuman karena saya sudah punya versi terjemahannya, jadinya enggak saya ambil. Lalu ada novel dari Deb Caletti, Jennifer Echols, Tracey Garvis Graves, dan Aimee Carter. Saya sering menemukan karya-karya mereka diulas di goodreads. Tanpa pikir panjang, saya comot saja. Sedangkan Everneath-nya Brodi Ashton saya comot karena juga "rame" di goodreads.


Nah, kalau godaan hardcover lain lagi. Meskipun saya sudah punya Throne of Glass, saya tetap mencomot buku ini karena yang saya punya formatnya paperback. Saya lagi keranjingan sama buku-buku hardcover. Entah kenapa.



Ketika mulai tenggelam di lautan buku-buku, rencana untuk mencari buku incaran agak-agak abstrak. Setelah comot sana-comot sini, saya surprise nemu novel duet David Levithan dan Andrea Cremer, Invisibility, ini. Terus tambah ada Beautiful Wedding-nya Jamie McGuire (novela sisipan serial Beuatifu Disaster-nya), His n' Hers-nya Mike Gayle, Cress-nya Marissa Meyer, Linked-nya Imogen Howson, The Goddess Inheritance-nya Aimee Carter, dan My Only Everything-nya Kieran Scott.


Sementara, buku-buku ini saya beli secara impulsif.


yang What They Did For Love saya beli di toko buku BookXcess di Fahrenheit88, Bukit Bintang.
Rata-rata harganya MYR5 atau sekitar Rp17.500 dengan nilai tukar Rupiah pada Ringgit sebesar Rp3.500. Murah banget kan, ya? Iyalah, ya, orang sebagian buku-buku itu masih baru banget rilisnya. Dan, buku itu kondisinya juga buku baru, bukan second-hand books. Bandingkan dengan empat buku di bawah ini:


Buku-buku itu saya beli di Junk Bookstore yang ada di kawasan pusat kota Kuala Lumpur, dekat dengan Masjid Jamek dan Central Market. Saya kepincut pengin ke toko buku ini ketika nemu iklan tentang garage sale mereka yang membanderol buku hanya MYR1 tahun 2013 atau 2014 silam. Tapi, entahlah, ketika saya masuk, ternyata harganya enggak murah (jauh lebih murah di Big Bad Wolf). Bayangkan saja, empat buku itu haganya lebih dari 80 ringgit. Di Big Bad Wolf, 80 ringgit dapet 16 buku! Hahaha. Tapi, saya kan pengin ngerasain pengalamannya, dan... ya nggak papalah, akhirnya saya beli buku-buku itu.

Lagi pula, agak miris juga karena tokonya sepi banget. Entah, sayanya yang memang datang di hari kerja atau gimana, tapi selama kurang lebih 15-20 menit di dalam toko, hanya satu orang yang sempat masuk ke toko, lalu keluar lagi tanpa membeli apa pun. Sedangkan saya selalu merasa enggak enak jika sudah masuk ke sebuah toko (apa pun, enggak hanya toko buku) dan bertanya-tanya (penjaganya yang sudah agak sepuh "maksa" sih, padahal saya ingin ngider bebas), saya keluar mesti beli sesuatu. Setelah tahu kondisinya, saya akan berpikir beberapa kali kalau mau datang lagi ke sini, jika suatu saat bisa berkunjung kembali ke Kuala Lumpur.

Nah, itulah, hasil buruan saya selama berwisata buku, kurang lebih 6 hari di Singapura dan Kuala Lumpur. Sebuah pengalaman yang menyenangkan. Tak pernah terlintas dalam benak, saya bisa melakukannya, tapi saya SUDAH melakukannya. Jadi, saya benar-benar percaya bahwa jika kita mau berusaha, maka pasti ada jalan mewujudkan mimpi.  

Next destination: India, Bangkok, atau Manila? Tapi, kapan, ya? Any idea?

Happy book-traveling, tweemans!

Wednesday, February 25, 2015

[Wisata Buku] Penimbun Buku Merambah Singapura dan Kuala Lumpur (Bagian 1)


Berawal dari ngiler membaca postingan A.S. Dewi yang menceritakan seputar "misi pencarian" buku-buku seru di Bras Basah Complex, Singapura, di blognya, http://4urfun.blogspot.com, kemudian saya envy berat dan bertekad harus juga merasai menjelajah Bras Basah suatu hari nanti. Entah kapan, karena ketika itu paspor pun saya belum punya. Bagaimana bisa saya pergi ke Singapura kalau paspor saja belum punya? Maka keinginan untuk mengikuti jejak Dewi agak-agak mustahil.

Tapi, banyak orang mengajarkan untuk mendaftar mimpi kita, kan? Tentu saja, tak sekadar didaftar, tapi juga mengupayakan agar terealisasi. Maksudnya... ketika telah didaftar, kita didorong untuk mewujudkan mimpi itu. Dan, saya menuliskan "Ngubek-ubek Bras Basah" ke dalam daftar mimpi-mimpi saya. Perlahan, saya menapaki satu demi satu jalan untuk mewujudkan mimpi itu. Mulai dari mengumpulkan tabungan yang cukup, mengurus pembuatan paspor, mengajukan cuti ke kantor, memesan tiket, hingga benar-benar terbang ke Singapura.

My dream comes true. Saya menginjakkan kaki di Singapura pada 1 Februari 2015 silam. Dan selama 4 hari 3 malam, saya memaksimalkan kunjungan saya untuk tak sekadar liburan tapi juga berwisata buku di Negeri Merlion itu. Dan, setelah hampir dua tahun sejak saya membaca artikel yang ditulis Dewi, saya berkesempatan mewujudkan mimpi untuk menjelajahi Bras Basah Complex.


Bras Basah tampak samping :)

Ngomong-ngomong, Bras Basah Complex ini terletak di daerah Bugis, dan tidak jauh dari stasiun MRT Bugis yang nempel dengan mal Bugis Junction. Jauh-jauh hari saya memang sudah memesan penginapan di daerah Bugis yang dekat dengan Bras Basah yaitu di The Pod - Boutique Capsule Hotel yang terletak di jalan Beach Road. Makanya, ketika sampai di Singapura sekitar pukul tiga atau empat sore dan masih cerah banget, saya memutuskan berjalan kaki dari hotel ke Bras Basah. Niat awalnya, sih, biar hari-hari berikutnya saya langsung ngeh bagaimana cara menuju ke sana dan memetakan suasana Bras Basah agar misi berwisata bukunya lebih fokus. :) Oiya, tepat di sebelah kompleks Bras Basah adalah perpustakaan umum (public library) yang menjadi bagian dari perpustakaan nasional Singapura, National Library. Saya sempat masuk sebentar ke sana, dan subhanalloh, bagussss bangettt, luasssss, buanyaaakkk lagi koleksinya (terutama fiksi, hehehe)... tapi saya tak berani ambil foto, meski saya tak melihat ada tanda larangan memotret.



Sejujurnya saya membayangkan Bras Basah yang dijuluki The Center of Books and Art ini bakal tampak seperti surga buku. Di mana-mana buku. Lihat kiri - buku, lihat kanan - buku, lihat atas - buku, dan lihat bawah pun buku. Hmm, saya mestinya lebih teliti membaca artikel Dewi, di situ Dewi pun sudah menyebutkan bahwa dari tahun ke tahun Bras Basah mengalami penurunan, baik dari segi penjual maupun pembeli (buku). Karena itulah, saya menjadi agak sedikit kecewa ketika sampai di Bras Basah dan menemukan fakta bahwa kompleks itu hampir mirip dengan Bursa Buku Murah di kawasan Blok M Square. Malahan, kalau dari segi penjual, jauh lebih banyak di Blok M. Yah, tapi, buku-buku di Bras Basah tentu saja buku berbahasa asing yang koleksinya lebih update ketimbang di Blok M yang kebanyakan menjual buku-buku impor jadul.

Selalu begitu. Sebagai pelancong yang suka berwisata buku, saya memang lebih disetir rasa "penasaran". Mungkin yang saya kejar bukan hasil buruan, tapi lebih ke perasaan terpuaskan bahwa saya sudah sampai di tujuan dan mengetahui bagaimana rupa dari tempat tujuan tersebut. Tapi, ini Singapura. Untuk menuju ke sini saja, banyak sekali tahapan yang harus saya lalui plus pengorbanan waktu dan biaya, jadi kekecewaan enggak boleh mengurangi semangat berwisata buku. Akhirnya, saya memutuskan untuk menikmati apa yang ada dengan mengelilingi kompleks dan mencoba mencari buku-buku incaran atau buku-buku yang menarik minat.



kayaknya cabang toko buku Popular ini satu-satunya toko buku besar (franchise) yang bertahan di sini, ya.






Karena memang niatnya berwisata buku (murah), maka meskipun saya nemu buku incaran tapi kalau harganya lebih dari SGD10 (IDR95.000), saya enggak beli, hehehe. Saya menargetkan untuk mencari buku-buku dengan harga di bawah SGD5 atau kalau benar-benar buku yang bikin ngiler, harganya mesti di bawah SGD10. Total tiga kali saya mengunjungi Bras Basah selama saya berada di Singapura.

saya lebih banyak nongkrong di toko buku ini, di lantai dasar, yang keliatan dari samping, saya lupa nama tokonya....fufufu
Dan, ini hasil belanjaan saya di Bras Basah. Rata-rata harganya SGD2,9 sampai SGD6,9.


Nah, selain ke Bras Basah, sebenarnya saya ingin menjelajahi toko buku-toko buku lain yang ada di Singapura, dengan peta yang saya ambil dari Internet ini.


Dari yang terdapat di peta, saya hanya sempat mendatangi Kinokuniya di Orchard, Popular di Jurong Point (searah menuju ke tempat wisata Jurong Bird Park), EMF Bookstore di daerah One-North (mal Fusionopolis) dan secara tak sengaja menemukan obralan di Lucky Plaza (di Orchard).


 





Saya hanya beli ini yang di obralan Lucky Plaza (agak nyesel, sih, enggak banyak belinya, padahal ada beberapa buku yang saya pengin juga).


Masih banyak toko buku yang mestinya saya sempatkan untuk dikunjungi, namun saya merasa tak punya cukup banyak waktu lagi karena ternyata saya terlena dan memuas-muaskan diri dengan mengunjungi tempat-tempat wisata populer Singapura. Tahu-tahu, sudah hari Rabu, 4 Februari, dan saya harus berkemas untuk melanjutkan perjalanan wisata buku ke Kuala Lumpur, Malaysia. Cerita dari Kuala Lumpur, akan saya bagi di postingan selanjutnya, ya.

Btw, meskipun agak sedikit kecewa, kalau sekiranya saya mendapat kesempatan berkunjung kembali ke Singapura, saya akan tetap mampir lagi ke Bras Basah (semoga masih akan terus ada).

Happy book-shopping! *grin