Sunday, August 31, 2014

[Wisata Buku] ke Bandung


Saya sudah beberapa kali bepergian ke Bandung, baik dalam rangka dinas, komunitas, maupun urusan pribadi. Namun demikian, dari sekian kali saya bolak-balik ke Bandung, belum pernah sekali pun saya niatkan untuk berwisata buku. Memang pernah satu-dua kali saya sempatkan mampir ke tempat-tempat berburu buku tapi itu hanya selewatnya saja. Saya membeli buku lalu dilanjutkan kegiatan lain.

gambar dari: http://votemenot.com

Sejatinya, kalau untuk tujuan bersenang-senang pergi ke Bandung sendirian itu tidak enak. Mesti beramai-ramai atau beromantis berdua pasangan. Saya selalu mati gaya setiap sudah berada di Bandung, bingung mesti ke mana untuk bersantai sembari menghibur diri. Apalagi saya terlampau ansos alias antisosial --baca buku, kuping disumpal earphone-- kalau sudah jalan. Dan, saya pun bukan penganut prinsip, "Bertanyalah jika kamu tak tahu jalan". Lebih seringnya saya menggantungkan harapan pada aplikasi peta digital di gadget dan baru akan bertanya pada orang jika sudah benar-benar kepepet.

Tetapi, pelesir saya ke Bandung tanggal 30-31 Agustus ini terasa berbeda karena sejak mula sudah saya niatkan untuk berkeliling Bandung, mencari tempat-tempat yang dapat memuaskan keinginan saya untuk berwisata buku. Saya memang merencanakannya, sih, tapi tidak sampai mendetail. Paling banter saya hanya memesan tiket Jakarta-Bandung-Jakarta, mem-booking hostel untuk semalam, dan menandai titik-titik potensial untuk mendapatkan buku incaran. Karena keseluruhan rencana "Wisata Buku Bandung" kali ini masih random maka saya tak mengontak teman komunitas saya yang ada di Bandung dan kembali memercayakan langkah pada berbagai informasi tentang tempat berbelanja buku di Bandung yang saya temukan di Internet.

Saya berangkat ke Bandung menggunakan travel Xtrans dengan jam keberangkatan pukul 09.45 WIB, setelah saya selesai siaran di RPK FM. Saya lupa pastinya berapa lama waktu tempuh ke Bandung, tapi saya sampai di Cihampelas kurang lebih pukul 12.30 WIB. Setelah menyelesaikan urusan pribadi di kantor Xtrans Cihampelas, saya mengecek kembali ringkasan rute perjalanan saya dan akhirnya memutuskan naik angkutan "angkot" kota jurusan Caheum - Ciroyom di Jalan Cipaganti untuk menuju destinasi pertama saya.

Destinasi #1: Reading Lights - Jalan Siliwangi



Beberapa tahun lalu, berbarengan dengan rombongan menghadiri nikahan seorang teman (atau jelajah buku, ya? Lupa!), saya pernah ikutan mampir ke kafe baca ini. Berhubung saya bukan pengingat rute yang baik, saya pun lupa lokasinya. Beruntung saya pernah mendapat penugasan kantor untuk mengikuti kegiatan (dan menginap) di daerah Jalan Hegarmanah dan Jalan Cihampelas sehingga saya lumayan familier dengan kawasan Cihampelas. Ketika mengecek peta saya pun tersenyum senang karena Jalan Siliwangi yang akan saya tuju ternyata adalah rute jogging saya pada satu kesempatan menginap di Jalan Hegarmanah mengarah ke kompleks ITB. Wah, kebetulan sekali. Saya ingat betul lokasi itu. Maka, dengan sedikit percaya diri saya naik angkot dan turun di Jalan Siliwangi dan langsung mendapati Reading Lights begitu angkot berbelok sedikit dari pertigaan Jalan Setiabudi dan Jalan Cihampelas. Alhamdulillah.

foto-foto dari akun Twitter @ReadingLights

Tempatnya masih tetap se-cozy yang saya ingat, meskipun untuk kali ini saya tak memesan makanan atau minuman. Saya langsung berkeliling di ruang pajang koleksi buku-buku impor bekas yang boleh dipinjam-atau-dibeli itu. Saya tak menghitung pasti ada berapa rak, tapi kalau tak salah ada tujuh rak (ada yang besar, ada yang kecil) ditambah meja kecil untuk menaruh majalah. Saya memang mendapati banyak nama-nama populer di dunia perbukuan: Stephen King, Iris Johansen, John Grisham, Lisa Kleypas, Anita Shreve, dan lainnya, namun buku yang menarik minat saya tak banyak kalau tak bisa dibilang tak ada, hehehe. Namun, dasar saya: masak udah jauh-jauh sampai sini nggak beli apa-apa, maka saya pun mencomot dua novel yaitu Kiss of Midnight-nya Lara Adrian dan Back in Black-nya Lori Foster. Masing-masing seharga Rp35 ribu. Setelah beres membayar saya langsung cabut dan melanjutkan ke destinasi kedua.


Destinasi #2: Books (Imported Novels) di Baluran Town Square (Baltos), Jalan Tamansari.

Di sinilah masalah malu-bertanya-sesat-di-jalan benar-benar terbukti. Sebenarnya saya tahu di mana Jalan Tamansari itu (dekat sekali dengan Jalan Layang Pasopati yang terusan dari Jalan Cihampelas), hanya saja jalanan Bandung dan rute angkot yang meliuk-liuk membuat saya keder. Setelah mencoba menebak-nebak dari arahan peta dan data rute angkot yang saya punya, dengan agak ragu saya naik angkot Caheum-Ciroyom (entah yang mengarah ke mana, tapi yang jelas langsung melewati Cihampelas setelah menyeberang dari Reading Lights). Setelah berputar-putar tak tentu arah (sayanya, sopir angkotnya sih tahu arah) penumpang angkotnya tinggal saya dan Aa sopirnya bilang saya salah jurusan. Matik! Untung beliau baik dan mau mengantar saya untuk mendapatkan angkot yang benar (angkot Sadang Serang-Caringin mengarah ke Baltos).

Akhirnya, saya nemu juga si Baltos itu. Fiuhhh. Lagi-lagi saya lupa mengecek jam, tapi kalau tak salah sekitaran pukul 2 siang lebih saya sampai di Baltos. Dan, untung saja saya sudah nyaman masuk ke pusat perbelanjaan itu, karena tak lama setelah turun dari angkot ternyata hujan deras. Alhamdulillah.


Saya mendapat informasi tentang toko buku "Imported Books" dari catatan blog makhluklemah.wordpress.com. Sayangnya, saya kurang cermat membaca sehingga saya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memutari Baltos untuk menemukan letaknya. Ya Tuhan, padahal sudah jelas dia menuliskan "Toko Imported Books ada di lantai tiga Baltos". Haishh. Untunglah akhirnya ketemu. Dan, karena lagi-lagi saya kurang cermat, saya tak menyangka bahwa toko buku "Imported Books" itu ya Books itu. Paling tidak saya bisa menduga bahwa koleksi buku jualannya. Banyak dari segi jumlah, tapi 'ajaib' untuk saya sehingga jarang yang menarik minat. Akhirnya saya pun memutuskan membeli seri Narnia-nya CS Lewis dan novel Agatha Christie - Elephants Can Remember (eh, novel-novelnya Agatha Christie lumayan banyak di situ). Setelah kelar bertransaksi, saya sempatkan makan di HokBen lantai dua sambil mengecek peta. Saatnya menuju hostel terlebih dahulu.


Melalui agoda.com saya mencari penginapan murah yang dekat dengan Stasiun Bandung (St. Hall) karena untuk balik ke Jakarta hari Minggu-nya saya naik kereta. Dari kemarin-kemarin kepingin menginap di Unique Guesthouse di Jalan Ence Ajiz yang kamar paling murahnya di bawah Rp100 ribu (harga agoda belum biaya administrasi). Sayang, lagi-lagi sudah terisi penuh. Maka saya mencoba mencari yang lain dan ketemulah si Venice Guesthouse di Jalan Kebon Sirih. Masih disertai dengan acara 'mengukur-jalanan-Bandung' alias jalan kaki karena sok tahu jalan itu, akhirnya saya sampai di guesthouse yang bersebelahan dengan semacam kantor dinas apa gitu dan berdempetan dengan Hotel Kenangan. Semalam di situ kena Rp190 ribu (tarif agoda 140-an ditambah biaya administrasi). Lumayanlah, saya memang tak mencari yang mewah. Saya pilih kamar single. Fasilitas: ranjang king size, AC, televisi mungil dengan channel lokal, handuk, dan rak yang menyatu dengan dinding. Kamar mandi luar (shared bathroom) dan disediakan dispenser jika ingin membuat kopi atau teh atau minuman hangat lainnya. Dapat makan pagi sama free wifi di lobi kayaknya, tapi karena saya sibuk keluyuran, saya tak memanfaatkan keduanya.


Destinasi #3: Pameran Buku Bandung di Landmark (Jalan Braga)



Sekali lagi, saya merasa sok tahu jalan jadinya memutuskan untuk jalan kaki saja. Dekat kok sebenarnya, tapi karena sudah berkeliling dari siang saya agak capek. Syukurlah saya masih kuat dan sampai di Landmark-Braga dengan selamat, hehehe. 


Untuk event Pameran Buku Bandung-nya sendiri, hmm, bagaimana ya. Kalau diperbandingkan dengan book fair yang kerap diselenggarakan di Jakarta, tentu kalah jauh. Apalagi venue-nya juga tidak sebesar Istora Gelora Bung Karno (Senayan) atau Jakarta Convention Centre (JCC). Plus, beberapa peserta pameran sudah biasa menjadi peserta book fair di Jakarta, jadi tak banyak kejutan buat saya. Tapi, untuk sebuah pameran buku, lumayanlah ya. Cukup seru untuk dikunjungi oleh warga Bandung.


Setelah berputar-putar dari satu stand ke stand lain, untuk yang akan mengunjungi pameran, saya rekomendasikan (dari segi penawaran diskonnya) mampir di:
  1. Stand Mizan (stand utama diskon 30% all items, sedangkan stand satunya lagi jual buku obral, yakin bisa bikin kalian kalap: Wonderstruck, buku-buku Alyson Noel, seri fablehaven, novel pemenang dan finalis lomba Qanita Romance, Bintang Belia, Flavor series, dan masih banyak lagi dijual rata-rata 10-30ribuan). 
  2. Stand toko buku Ten Comics yang tidak hanya menjual komik tapi juga banyak buku fiksi dan non fiksi. Novel-novel terbitan Penerbit Matahati dan StudioKata Books dijual dengan harga miring di sini. 
  3. Stand Penerbit Divapress. Ada beberapa novel teenlit dan buku nonfiksi yang dijual Rp15ribuan.
  4. Silakan dilirik: stand Republika, stand Gramedia (aihhh, gaje banget koleksinya, mengecewakan), stand Agromedia (buku baru dan best-seller harga normal, TANPA DISKON, apahhhhh??? MENGECEWAKAN), dan beberapa stand buku campur-campur yang menjual buku dengan harga Rp10-30ribuan.




Mempertimbangkan beban yang mesti saya angkut balik ke Jakarta, saya cuman mencomot buku-buku ini:


Destinasi #4: Pasar Palasari

Sejak lama saya ingin banget menyambangi Palasari. Ngomongin wisata buku di Bandung, pikiran saya selalu mengarah ke nama ini. Maka, Minggu pagi, setelah berkeliling naik angkot ke Lapangan Bandung Lautan Api di Tegallega saya memutuskan untuk mencoba berkunjung ke Palasari. Sekali lagi saya mengecek rute angkot dan memilih naik angkot jurusan St. Hall - Gede Bage. Sebenarnya naik angkot itu saja cukup, nanti berhenti di pertigaan Jalan Palasari (angkot tidak mengarah ke pasar buku Palasari) turun dan jalan kurang lebih 100-an meter sudah ketemu, kok. Tapi, karena saya belum tahu akhirnya ikut saja anjuran sopir angkot Gede Bage tadi untuk menyambung angkot yang mengarah ke Palasari.



Well, agak kecewa juga ketika sampai di pasar buku Palasari. Jauh dari ekspektasi saya. Oh, enggak jauh beda sama Kwitang sebelum dipindah ke Pasar Senen, ya. Stand-stand buku (buku bekas, buku baru, buku bajakan; novel, buku kuliahan, buku sekolahan; jasa sampul plastik) berjajar cukup banyak. Sayang, mungkin masih terlalu pagi (belum pukul 10), beberapa stand belum buka. Karena tujuan saya mencari novel-novel yang mungkin belum saya punya, saya tak menemukannya di sini. Kalaupun ada buku yang belum saya punya, itu bukan buku incaran saya. Saya kembali ke hostel dengan tanpa membeli buku apa-apa. Ya, paling tidak, akhirnya rasa penasaran saya akan pasar buku Palasari terbayar tuntas, hehehe.

Nah, itulah tadi sesi wisata buku saya ke Bandung dua hari ini. Seru, sih, meskipun mungkin akan lebih seru lagi kalau ramai-ramai, ya. Paling tidak kalau nyasar kan ada temennya, hehehe. Dan, perlu data dan informasi lain tentang tempat-tempat berburu buku. Baiklah, tweemans, selamat berwisata buku!

Friday, August 29, 2014

[Posting Bareng BBI] The Chronicles of Audy: 21 by Orizuka


Pekerjaan CINTA...
Hai. Namaku Audy.
Umurku masih 22 tahun.
Hidupku tadinya biasa-biasa saja,
sampai aku memutuskan untuk bekerja di rumah 4R.

Aku sempat berhenti, tapi mereka berhasil membujukku untuk kembali setelah memberiku titel baru: "bagian dari keluarga".

Di saat aku merasa semakin akrab dengan mereka,
pada suatu siang,
salah seorang dari mereka mengungkapkan perasaannya kepadaku.

Aku tidak tahu harus bagaimana!

Lalu, seolah itu belum cukup mengagetkan,
terjadi sesuatu yang tidak pernah terpikirkan siapa pun.

Ini, adalah kronik dari kehidupanku yang semakin ribet.

Kronik dari seorang Audy.


Pengarang: Orizuka
Penyunting: Tia Widiana
Proofreader: NyiBlo
Penerbit: Haru
Tebal: 308 hlm
Harga: Rp57.000
Rilis: Juli 2014
ISBN:9786027742376

Seperti halnya penggemar Audy dan empat cowok keren hasil rekaan Orizuka: Regan, Romeo, Rex, dan Rafael yang ngehits lewat novel remaja The Chronicles of Audy: 4R, saya pun tak sabar menantikan kelanjutan kronik hidup Audy yang penuh warna. Selepas pontang-panting menjadi babysittersekaligus asisten rumah tangga karena mesti mendapatkan uang untuk biaya kuliah (yang tinggal skripsi), apa lagi yang bakal terjadi pada Audy? Dan apa pula yang akan terjadi pada 4R? Itulah yang kami—saya—tunggu-tunggu jawabannya.  Syukurlah, akhirnya buku kedua dari serial menggemaskan karya Orizuka ini diterbitkan juga oleh Penerbit Haru.

Satu kata: BAGUS!

Saya makin kepincut dengan gaya menulis Orizuka yang lincah campur kocak campur manis campur romantis campur haru ini. Well, ketika kali pertama mencicipi buah imajinasi Orizuka lewat novella duet With You bareng Christian Simamora, saya merasa tulisan Orizuka ‘kalah-telak’ di sana. Wait, ini penilaian subjektif saya, tentu saja. Semua kembali ke selera masing-masing. Banyak, kok, teman saya yang malah lebih suka cerita Orizuka di situ. Tapi, buat saya, tema dan gaya bercerita yang lincah dari Christian Simamora lebih menyedot perhatian ketimbang kisah sedih bin mellow Orizuka di situ. Again, ini soal selera, kok.

Nyatanya, dua kali saya membaca kronik hidup Audy, dua kali itu juga saya jatuh cinta pada gaya menulis Orizuka. Mungkin, setelah ini saya akan mengusahakan untuk membaca tulisan-tulisan Orizuka yang lain, secara saya pun sebenarnya sudah mengoleksi beberapa novel karya Orizuka.

Khusus untuk #Audy21 ini, saya menyukai dari awal hingga akhir. Oke, jujur, jika dibandingkan dengan buku pertamanya, #Audy4R, saya memang sedikit lebih menyukai buku pertamanya. Entahlah, mungkin karena di buku pertama saya masih asing pada cerita dan tokoh-tokoh yang ada, sehingga ketika menjumpai mereka saya kaget-bahagia dan tergelitik untuk menyimak runutan kisah demi kisah. Sedangkan untuk #Audy21 ini saya memang lebih mementingkan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya di atas. Apa yang terjadi pada Audy dan 4R? Lalu, secuil clue yang ada di sinopsisnya makin membuat saya penasaran namun juga dengan gusar menyimpulkan bahwa di #Audy21 ini mungkin kisahnya hanya akan berputar di urusan itu saja. Saya lalu mulai menebak-nebak, dari keempat cowok berinisial R itu manakah yang berani menyatakan perasaannya pada Audy? Saya pribadi mendukung Romeo atau Rex, sih. 

gambar dari: http://m.123rf.com
Satu keputusan bagus yang diambil Ori adalah tidak terburu-buru soal waktu. Yeah, jarak kejadian cerita antara buku pertama dan buku kedua tidak terlampau jauh, ini cukup bagus untuk menjaga pace dari adegan-adegan yang mungkin berulang, misalnya adegan antar-jemput Rafael, memasak, membersihkan rumah, mencuci, dan lain sebagainya. Dengan rentang waktu yang pendek itu, kegiatan harian Audy cukup realketika ia digambarkan masih merasa bosan atau terbebani.

Juga soal permainan cinta yang mulai menghiasi perjalanan ‘karier’ Audy di rumah 4R, tidak dibuat tiba-tiba. Ori berhasil menuntun saya untuk memahami—dan memaklumi—pada salah satu cowok R yang akhirnya menyatakan perasaannya. Saya ikut larut dalam proses tumbuh-kembang rasa itu. Oh, tentu saja, ada ganjalan-ganjalan tertentu soal mengapa Audy yang sebentar lagi lulus kuliah itu masih juga terlalu culun. Lebih ke gemas, sih, selama membaca bagian-bagian ketika Audy masih meragukan dirinya sendiri. Paling tidak, saya berharap pada sosok calon sarjana ada sisi tegasnya juga. Saya jadi ikutan menyetujui pendapat seorang teman soal pendidikan tinggi di Indonesia. Lhakalau kelakuan sarjana atau calon sarjananya masih labil begitu, mau bagaimana masa depannya nanti? #eaaa #curcol

gambar dari: http://imperfectspirituality.com
Semua unsur yang ada di buku pertama: kocak, romantis, haru, sederhana tapi dalam, masih ada di #Audy21. Terkhusus Rafael atau R4 masih tetap menjadi tokoh favorit. Pada dasarnya saya memang suka cerita yang mengharukan atau sebaliknya kocak kebablasan, maka tak ayal saya menyukai Rafael yang selalu menghadirkan bagian-bagian mengharukan di beberapa tempat dan Romeo yang kelakuannya bikin saya meringis geli.

“Kamu terlalu luas untuk dijelaskan secara singkat (hlm. 292). Kamu adalah entitas yang jadi kelemahan sekaligus kekuatanku; yang membuatku merasa lebih hidup (hlm. 294).”

Dari segi cetakan teknisnya sendiri juga sangat bagus. Saya hanya menemukan tak lebih dari empat atau lima kesalahan ketik. No problem banget itu, ya. Nggak bakal ganggu kenikmatan membaca kisah ini. Pun, saya menyukai kalimat demi kalimatnya. Hampir secara keseluruhannya dalam takaran yang pas.

Pada akhirnya, tak banyak yang saya komplain dari novel ini. Meskipun, sekali lagi, saya lebih menyukai #Audy4R namun secara umum saya tetap menyukai #Audy21. Kalau sudah begini saya cuma bisa bilang, sampai Orizuka-nya sendiri menyerah dan tak lagi menyajikan kronik-kronik hidup Audy lainnya, saya akan dengan setia menanti kelanjutan kisah Audy sampai kapan pun. Mungkin bahkan setelah Audy dan –sensor—menikah dan punya anak, saya akan tetap bersedia membeli dan membaca kisahnya. Thank you, Orizuka, liku-liku kehidupan Audy sungguh membuat saya jatuh cinta. Well done!

Bagian terpenting yang saya tangkap:

“Kamu (Audy) adalah seseorang yang bisa membuktikan, kalau keluarga itu bukan hanya orang-orang yang dihubungkan dokumen. Kamu adalah orang yang dengan ikhlas melakukan hal-hal yang hanya bisa keluarga lakukan, dan itulah kenapa, kamu adalah bagian dari keluarga ini.”
(hlm. 284)

Buat yang belum baca, ayo, enggak usah ragu, buku ini jaminan, deh. Meskipun bisa dibaca terpisah, ada baiknya baca The Chronicles of Audy: 4R terlebih dahulu agar setiap kepingan puzzlekehidupan Audy bisa kamu rasai sehingga kamu lebih asyik membuka lembar demi lembar The Chronicles of Audy: 21 ini. Selamat membawa, tweemans!

My rating: 4 out of 5 star.

Resensi ini diikutkan dalam posting bareng (PosBar) Blogger Buku Indonesia Agustus 2014 untuk tema Buku Baru Indonesia yang terbit tahun 2014. 

Wednesday, August 27, 2014

[Resensi Novel Terjemahan] Anna and The French Kiss by Stephanie Perkins


Menciummu di Puncak Notre-Dame
Dapatkah Anna menemukan cinta sejati di Kota Cahaya?

Anna tak sabar menanti tahun senior-nya di Atlanta. Tempat dia memiliki pekerjaan hebat, sahabat setia, dan cowok yang ditaksirnya yang baru saja membalas perasaannya. Oleh karena itu, dia menjadi kesal ketika ayahnya memutuskan untuk mengirimnya ke sekolah asrama di Paris. Sampai dia bertemu Étienne St. Clair, cowok cerdas, menawan, dan tampan. Étienne memiliki segalanya… terutama pacar yang dicintainya.

Namun di Kota Cahaya, harapan apa pun bisa saja terwujud. Akankah satu tahun romantis yang-nyaris-terlewatkan berakhir dengan ciuman Prancis yang didambakan-dambakannya?

Judul: Anna and The French Kiss
Pengarang: Stephanie Perkins
Penerjemah: Mery Riansyah
Penyunting: Bunga Siti Fatimah
Pewajah sampul: aneesy29@gmail.com
Penerbit: Laluna and Friends (StudioKata Books) --saya mendapat kiriman dari Penerbit
Tebal: 473 hlm
Rilis: Mei 2014
Harga: Rp69.000
ISBN: 9786927041004

Paris, Prancis, seakan tak pernah habis dijadikan latar kisah-kisah cinta nan membius yang akan diceritakan dari generasi ke generasi. Tak berlebihan memang jika kemudian selain dikenal sebagai Kota Cahaya, Paris juga dijuluki Kota Romantis. Anna and The French Kiss karya Stephanie Perkins ini juga mengambil sisi-sisi romantis Paris dalam balutan kisah drama remaja Amerika dengan latar belakang sekolah berasrama khusus bagi remaja Amerika di Paris.

Sudah lama saya tertarik untuk membaca buku pertama dari tiga buku yang direncanakan ditulis oleh Stephanie Perkins ini (Lola and The Boy Next Door dan Isla and The Happily Ever After juga sudah terbit versi aslinya-bahasa Inggris). Saya mendengar begitu banyak respons positif dari buku ini, tentu saja, terutama saya dapatkan informasinya dari goodreads.com. Bahkan, per 26 Agustus 2014, buku ini memiliki rating 4.15 dari skala 5, dan telah dibaca lebih dari 118 ribu orang. Mantap. Tapi, sekian lama saya tak juga berusaha mencari bukunya. Pernah, sih, mengunduh versi e-book-nya tapi kemudian saya abaikan, hehehe. Syukurlah, kurang lebih empat tahun setelah rilis buku versi bahasa Inggris-nya, Laluna and Friends akhirnya menerbitkan buku ini dalam versi terjemahan bahasa Indonesia. Yay!


Secara garis besar, tak ada yang terlalu istimewa dari cerita Anna yang (merasa dipaksa oleh ayahnya untuk) pergi dan tinggal dan bersekolah di sebuah sekolah menengah atas khusus remaja Amerika di Paris selama setahun penuh ini. Bahkan, bisa saya bilang plot dari novel ini pun biasa saja dan sudah terlampau sering diangkat dalam cerita-cerita lain. Liku-liku harian anak pindahan yang mesti beradaptasi dengan lingkungan baru, bertemu sahabat dan berkencan dengan sahabat, dimusuhi saingan, dimanfaatkan saingan, sahabat jadi musuh, lalu sahabat jadi cinta. Biasa saja. Tapi, kemampuan menulis Stephanie Perkins memang harus diacungi jempol. Berkat kepiawaiannya menarik-ulur kisah Anna-Etienne di buku ini membuat saya betah membaca lembar demi lembar buku ini sampai akhir.

Well, memang ada kalanya saya bosan ketika Anna dan Etienne bersikap labil. Suka tapi diam saja. Berciuman tapi saling menyangkal. Ingin bersama tapi tak pernah menyatakan. Saya gemas bukan kepalang. Mereka bahkan sudah tidur seranjang (meski hanya sekadar tidur, bukan "tidur" yang begituan). Tapi, tetap saja, mestinya mereka bisa mengambil sikap yang tegas. Hah! Unsur-unsur macam beginilah yang kadang membuat saya kurang menyukai kisah-kisah berbumbu sahabat jadi cinta. Capek ditarik-ulur mulu.

Gambar dari: http://www.123rf.com
Hanya saja, ternyata saya labil juga. Pada satu titik saya menyukai Stephanie Perkins yang memberikan waktu yang cukup (dalam artian agak "lama") untuk membuat Anna dan Etienne saling merasai getaran di antara mereka, meski lagi-lagi saya sebal ketika membaca pengakuan Etienne di bagian akhir. Huhuhu, bisa enggak sih enggak usah dikasih tahu kalau ---sensor--- sejak awal. Saya memang menyukai kisah cinta yang bertumbuh kuncup demi kuncup, bukannya cinta yang sudah mekar sejak pertemuan pertama. *sigh*

Meskipun keseluruhan novel diceritakan dari sudut pandang Anna, namun kisahnya tak hanya tentang Anna semata. Cukup banyak subplot yang mendukung pengembangan konflik utama. Tentang Anna dan seorang cowok bernama Toph dan sahabat karib yang dituduhnya berkhianat, Bridgette. Tentang orangtua Anna di Amerika. Tentang orangtua Etienne yang bermasalah. Tentang teman-teman baru Anna: Meredith, Rashmi, Josh, Dave, Amanda, dan Isla. Serta tak lupa juga digambarkan suasana sekolah dan asramanya.

Bonus dari membaca novel ini adalah kita diajak berkeliling ke tempat-tempat bersejarah yang tak hanya romantis tapi juga menambah wawasan. Anna dan Etienne juga memberitahu kita bahwa di Paris ada begitu banyak bioskop pribadi yang meskipun penontonnya tak banyak, bioskop tersebut tetap bisa bertahan. Jadi kepingin ke Paris, nih.

Point Zero - Paris (gambar dari flickr, kairos.exposures)
Katedral Notre Dame (gambar dari: http://world-visits.blogspot.com)
Gargoyle di Katedral Notre Dame (gambar dari: http://blog.catherinedelors.com)
Dari sisi kekurangannya, selain ritme adegan yang terkesan agak boring karena tarik-ulur dan plot yang lumayan klise, tak banyak yang saya komplain. Novel ini romantis maksimal, deh. Hanya dari segi editing dan proofreading yang masih bisa diperbaiki, typo-nya bikin gatel padahal di bab-bab awal lumayan mulus, ke tengah ke belakang kok makin banyak typo-nya. Hal lain, di beberapa tempat bahasa terjemahannya agak belibet, entah dari sananya begitu atau bagaimana, hanya saja beberapa kali saya mengerutkan dahi. Anehnya, beberapa bab di belakang justru bagus banget terjemahannya. Pas gitu tanpa bikin mumet.

Oke, untuk kamu yang menyukai kisah remaja romantis dengan aksen Prancis yang seksi, saya merekomendasikan untuk membaca novel ini. Pelan-pelan saja bacanya, nikmati runtutan kisah Anna dan Etienne merajut kasih di Kota Cahaya. Selamat membaca!

My rating: 4 out of 5 star.  

Tuesday, August 26, 2014

Top Ten Books Ijul Wants to Read but Doesn't Own Yet


Ini adalah kali pertama ikut meme Top Ten Tuesday yang diselenggarakan oleh blogger buku The Broke and the Bookish. Well, mestinya dalam bahasa Inggris ya, biar bisa dimengerti sama blogger buku yang lain. Tapi enggak apa-apa deh, saya memutuskan untuk ikut meme ini dalam bahasa Indonesia saja, meskipun sepuluh buku yang masuk dalam daftar bisa jadi buku berbahasa Inggris (yang belum ada versi terjemahannya).


Oke, jadi inilah sepuluh buku yang ingin saya baca tapi saya belum memilikinya.

1. Obsidian by Jennifer L. Armentrout (edisi terjemahan diterbitkan oleh StudioKata Books)
Sejak lama saya sudah berminat membaca buku-buku karya Jenny tapi belum satu pun yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan saat itu saya tak memiliki pengetahuan soal akses buku aslinya. Hanya sempat mengunduh gratisan di laman internet tapi belum dibaca juga.

2. Dear Friend with Love by Nurilla Iryani (Penerbit Stiletto Books)
Sebenarnya saya sudah pernah membeli dan sempat membaca sampai dengan dua bab buku ini, namun dikarenakan keteledoran yang teramat sangat saya malah meninggalkan buku ini di ATM Mandiri di kawasan Hotel Kartika Chandra. Berhubung saya lagi malas hari itu, saya relakan lah seandainya novel itu hilang (sorenya saya balik lagi ke situ dan novelnya sudah raib).


3. Wallbanger by Alice Clayton (edisi terjemahan diterbitkan oleh Elex Media Komputindo)
Saya suka Twisted by Emma Chase, dan banyak yang bilang novel ini pun sesegar (dan seseksi) Twisted sehingga saya sangat berminat untuk membacanya.

4. Dunia Mara by Sitta Karina (Penerbit Literati-books)
Saya memang belum pernah menyelesaikan satu pun novel-novel Sitta yang sebenarnya sangat hits di kalangan pembaca novel romance lokal (saya pernah mencoba baca Pesan dari Bintang dan Lukisan Hujan), tapi entahlah, saya sulit jatuh cinta pada gaya menulisnya. Popularitas Dunia Mara ketika kali pertama diluncurkan membangkitkan kembali rasa penasaran saya untuk mencicipi kembali gaya menulis Sitta.

5. Will Grayson, Will Grayson by John Green and David Levithan
Murni karena hype dari buku-buku kedua penulis ini, dan saya ingin tahu seperti apa kolaborasi dua penulis lelaki dalam satu novel Young Adult.

6. Bulan Terbelah di Langit Amerika by Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra (Gramedia)
Saya terpesona (dan terpuaskan) baik buku maupun adaptasi film 99 Cahaya di Langit Eropa (terutama part 1-nya), dan meskipun telah berkali-kali berhasrat membeli buku ini, niat itu selalu gugur.

7. Beautiful Liar by Dyah Rinni (Gagas Media)
Marginalia masih menjadi salah satu novel romance lokal yang membuat saya jatuh cinta. Gaya menulis Dyah pun masuk dalam kategori kesukaan saya. Tapi, Unfriend You masih belum saya sentuh. Saya justru lebih penasaran sama yang ini, yang juga menjadi salah satu novel pilihan di loma menulis 7 Deadly Sins di Gagas Media.

8. One Day One Juz by Miftahul A. (Serambi)
Teman seruangan saya di kantor sudah berulang kali mengajak saya bergabung dalam gerakan One Day One Juz ini, tapi saya selalu mesem-mesem saya ketika ditawari. Saya pengin baca buku ini dulu untuk menggenjot motivasi.

9. Sabtu Bersama Bapak by Adhytia Mulya (Gagas Media)
Topiknya saya banget. Saya baru menyadari arti penting seorang bapak justru ketika saya sudah dewasa. Saya ingin menyusuri kembali masa kecil saya dengan mencoba mengingat peran bapak dalam hidup saya.

10. Assalamualaikum, Beijing! by Asma Nadia (Noura Books)
Saya tumbuh besar sebagai pencinta buku (dan gemar membaca) karena tulisan-tulisan Asma Nadia yang dulu bersama dengan Generasi FLP membuat saya tak bisa menahan diri membeli buku dan membacanya dengan penuh semangat.

Thursday, August 21, 2014

[Segera Terbit] Meniti Hati by Ida Ernawati


Novel-novel baru terus terbit dan masih banyak lagi yang sedang dalam antrean untuk terbit. Berikut adalah beberapa novel amore dan romance terjemahan serta beberapa novel lokal yang mungkin bisa sama-sama kita nantikan jadwal edar resminya di toko buku kesayangan kita.

1. Meniti Hati by Ida Ernawati, merupakan salah satu novel Amore yang terlahir dari kompetisi Lomba Penulisan Novel Amore GPU tahun 2012-2013 silam, namun demikian novel ini bukanlah novel debutan Ida. Tercatat novel Cinta Grey Area adalah karya sebelumnya yang sudah diterbitkan.
Alanna, si hitam manis bak karamel, adalah staf HRD yang nyaris diberi predikat “tukang telat”. Untung saja Kevin, pacarnya yang sangat sabar, rela menjadi “tukang ojek langganan” agar Alanna tidak sering terlambat.

Namun, hari Alanna berubah setelah bosnya menyerahkan berkas seorang kandidat manajer farmasi: Wisnu Pradipta. Orang yang sangat dibutuhkan perusahaannya itu adalah mantan pacarnya!

Alih-alih bersikap profesional, Alanna justru kembali terpesona pada Wisnu. Ia jadi semangat bangun pagi dan tak pernah terlambat lagi. Mereka bahkan mengenang kembali masa-sama indah mereka. Tapi, Alanna terkejut ketika mengetahui Wisnu ternyata berpacaran dengan Myriam, teman SMP yang dulu suka mengatai Alanna “Cewek Kecoak”.

Alanna bertekad tidak akan membiarkan Wisnu jatuh ke pelukan Myriam si cewek kejam. Ia harus mendapatkan Wisnu kembali!

Lalu, bagaimana dengan Kevin yang tiba-tiba melamarnya?

Meniti Hati direncanakan rilis bulan Agustus ini dengan tebal kurang lebih 272 halaman dan perkiraan harga bukunya adalah Rp55.000.

2. A Love Like an Obsession by Meliana Zaenudin. Seperti novel Amore karya Meliana sebelumnya, Seoul Love Story, sepertinya novel ini pun masih mengambil euforia Korean-wave dengan nama tokohnya terdapat unsur Korea-nya.
Yoohwan menjalani rutinitasnya yang membosankan sambil berusaha melupakan Abriel yang kini bahagia dengan Jaejoong. Namun, hari-harinya berubah ketika Sora hadir dalam kesehariannya. Ia sudah mengenal gadis itu sejak kecil. Yoohwan juga protektif terhadap kehidupan cinta Sora.

Meski Sora membenci keprotektifan Yoohwan, ternyata dia telah mencintai pria itu sejak lama.

Kemudian hadir pula Minji, mantan pacar yang ingin dilupakan Yoohwan, dan Segwang artis beken yang menyukai Sora. Semuanya siap membuat Yoohwan sakit kepala. Ia pun nekat memacari Sora dengan alasan ingin melindungi gadis itu. Padahal, ia sendiri belum yakin dengan perasaannya terhadap Sora.

Bagaimana caranya Yoohwan meyakinkan Sora dan dirinya sendiri bahwa perasaan yang dimilikinya lebih dari sekadar obsesi menjadi kakak yang baik bagi Sora?

A Love Like an Obsession direncanakan rilis bulan Agustus ini dengan tebal kurang lebih 208 halaman dan perkiraan harga bukunya Rp47.000.

3. Pernikahan Terindah (Bed of Roses) by Nora Roberts. Novel ini merupakan volume kedua dari serial The Bride Quartet.
Emmaline Grant bekerja keras demi menciptakan pesta pernikahan yang indah. Sebagai penata bunga dan partner di Vows—perusahaan perencana pernikahan yang didirikannya bersama ketiga sahabatnya—karier Emma sangat memuaskan. Namun tidak demikian dengan kehidupan cintanya. Meski memercayai cinta, Emma tak kunjung menemukan pria yang ingin diajaknya berdansa di bawah sinar rembulan.

Segalanya berubah ketika sahabatnya, Jack Cooke, mengajaknya menjalin hubungan yang lebih dari sekadar pertemanan. Dan Emma bahagia sekaligus takut. Ia tak mau kehilangan persahabatan dengan Jack, tapi juga tidak bisa melepaskan kesempatan baru untuk hubungan mereka. Karena meski Jack memiliki kekurangan, dia bisa jadi pria sempurna untuk Emma.

Bed of Roses direncanakan rilis bulan Agustus ini dengan tebal kurang lebih 432 halaman dan perkiraan harga bukunya Rp69.000. Oiya, dari kovernya sepertinya ini belum final, ya, karena belum ada nama Nora Roberts di situ. Atau saya yang siwer, ya?

4. Beautiful Liar by Dyah Rinni, merupakan salah satu dari tujuh karya yang dinyatakan sebagai pemenang kompetisi menulis 7 Deadly Sins series yang diselenggarakan oleh Gagas Media.
Sebagian besar manusia mengambil keputusan berdasarkan emosi, begitu ayahku berkata. Jika semua orang mengambil keputusan berdasarkan logika, tidak akan ada orang yang tertipu.

Jadi, aku mempermainkan pikiran teman-temanku dan mengambil uang, bahkan apa pun, yang mereka miliki.

Kau tak akan menyangka betapa mudah membuat mereka memercayaiku.

Mereka benar-benar polos. Aku bisa mendapatkan apa yang kuinginkan tanpa kesulitan dan keberhasilan ini patut dirayakan.

Namun, kali ini, mengapa seperti ada yang mengganggu nuraniku, menyuruhku berhenti, lalu berbalik arah?

Seorang penipu sepertiku tak akan bisa terbawa emosi. Tidak akan, meski ada "badai" memorak-porandakan hatiku sekalipun.

Beautiful Liar direncanakan rilis bulan Agustus ini dengan tebal kurang lebih 300 halaman dan perkiraan harga bukunya Rp55.000.

5. Let Me Kiss You by Christina Juzwar. 

Sebuah percintaan yang rumit.
Sebuah ciuman yang tak akan terlupa.
Secercah harapan yang tak kunjung nyata.
Seorang perempuan yang datang dengan hati luka, tetapi tak mau melepaskannya.
Seorang lelaki yang kembali dengan rasa yang sama, tetapi terlalu angkuh untuk mengakuinya.
Rahasia yang penuh intrik.
Kebohongan yang tak akan ragu mengusik.
Cinta masa lalu.
Penyembuh lukamu.
Mungkinkah?

Let Me Kiss You, sebuah kisah cinta urban tentang lelaki penuh pesona yang mampu meluluhkan hatimu, tetapi kau tahu jatuh ke dalam pelukannya adalah sebuah kesalahan. Namun, ia adalah candu yang membuatmu tak mampu berpaling. Ada banyak alasan untuk menolaknya, tetapi tak mampu kau ungkapkan satu pun.

Baca kisahnya dan temukan lelaki itu. Sebelum menutup halaman terakhir, carikan satu alasan logis untuk perempuan yang datang dengan hati luka itu, agar ia berpikir kembali apakah yang harus ia pilih; melangkah ataukah tinggal dengan segala harapan yang tak akan pernah nyata.

Let Me Kiss You direncanakan rilis bulan Agustus ini dengan tebal kurang lebih 336 halaman dan perkiraan harga bukunya Rp53.000.

Nah, dari lima buku di atas, adakah buku yang sudah kamu nanti-nantikan rilisnya? Saya pengin mencicipi Beautiful Liar, sih. Saya suka Marginalia (Dyah Rinni), jadi saya ingin mencoba merasai buah imajinasi Dyah yang lain. Unfriend You saya punya, tapi belum saya sentuh, hehehe.  

Selamat menunggu dan berburu buku!