Showing posts with label Gramedia. Show all posts
Showing posts with label Gramedia. Show all posts

Saturday, November 30, 2019

[Resensi Novel Young Adult Fantasi] The Poppy War by R.F. Kuang


First line:
"Tanggalkan pakaianmu."
---hlm.13, BAB 1

Semua orang terkejut ketika Rin berhasil masuk Sinegard, akademi militer elite di Kekaisaran Nikan. Tetapi, kejutan tidaklah selalu menyenangkan. 

Karena dianggap anak kampung miskin, Rin jadi bulan-bulanan. Apalagi karena ia perempuan. Dalam keadaan putus asa, Rin mendapati dirinya ternyata memiliki kekuatan supernatural yang mematikan—syamanisme. Di bawah bimbingan guru yang dianggap gila, Rin jadi tahu bahwa dewa-dewa yang selama ini dikira mati, ternyata masih hidup.

Kekaisaran Nikan hidup damai, namun bekas penjajahnya, Federasi Mugen, terus mengintai. Kekuatan syamanisme Rin mungkin satu-satunya yang bisa menyelamatkan rakyat, tapi semakin ia mengenal sang dewa Phoenix yang memilihnya, dewa penuh kemurkaan dan dendam, semakin ia khawatir.

Memenangi perang mungkin harus dibayarnya mahal dengan sifat kemanusiaan.

Dan mungkin semuanya sudah terlambat.

“Debut fantasi terbaik 2018.” - Wired

Judul: Perang Opium (The Poppy War)
Pengarang: R.F. Kuang
Pengalih bahasa: Meggy Soedjatmiko
Penyunting: Anastasia Mustika Widjaja
Desain sampul: David Ardinaryas Lojaya
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 568 hlm
Rilis: 28 Oktober 2019
My rating: 4,5 out of 5 star

The Poppy War sudah wara-wiri di linimasa medsos saya dari sejak lama. And I heard nothing but GREAT things about this one. Namun, saya sadar diri. Kalau maksain baca versi bahasa Inggris-nya pasti bakalan lama, nggak kelar-kelar. Beruntung GPU akhirnya menerjemahkan novel ini dan begitu rilis saya segera mengecek di akun Gramedia Digital, sudah ada, diunduh, dan disegerakan baca. Alhamdulillah, novel ini memang berhasil melampaui ekspektasi saya.

via GIPHY

Sejak mula, saya sudah dibuat deg-degan membaca lembar demi lembar halamannya. Adegan demi adegan langsung menyentak emosi, mengaduk-aduk perasaan, dan membuat saya kalang kabut. Jarang saya bisa dengan damai merunut setiap adegannya. Seolah-olah saya langsung diajak si tokoh utama untuk mengikuti setiap kejadian yang dialaminya. Senang, sedih, marah, kesal, sebal, keki, semua-mua deh. Dan, saya sangat menikmatinya. Meskipun ya itu, saya deg-degan nggak keruan. Nasib apa lagi nih yang bakal kejadian?

Cerita: Fang Runin, atau biasa dipanggil Rin, adalah yatim piatu yang tahu-tahu dirawat dan diasuh Keluarga Fang. Sehari-harinya dia dipaksa bekerja membantu usaha jual-beli obat-obatan terlarang (opium) sekaligus mengasuh anak Keluarga Fang yang sudah dianggapnya sebagai adik, Kesegi. Menginjak usia remaja-jelang-dewasa, seperti kebanyakan perempuan di Provinsi Ayam, Rin akan dinikahkan-paksa dengan seorang pengusaha yang sudah tua. Karena alasan itu, dan juga sudah muak dengan hidup di tengah Keluarga Fang, Rin nekat ikut mendaftar ujian Keju dan bertekad lulus agar bisa bersekolah---ala militer, di Akademi Sinegard. Dengan bantuan guru terbaik yang bisa ia mintai tolong, Tutor Feyrik, Rin akhirnya lulus ujian dan diterima di Akademi Sinegard. Tak dinyana, ternyata bayang-bayang kedamaian yang telah lama diimpikan Rin justru membawanya pada serangkaian petualangan mendebarkan yang melibatkan kematian, perang, pembantaian di seluruh negeri Nikan, hingga penemuan jati diri Rin yang sebenarnya.

via GIPHY

Tambahan: kisah dalam novel ini dibagi menjadi 3 bagian. Bagian 1: Rin masuk akademi, belajar hingga masuk tahun kedua dan menjadi murid magang pada salah satu Master hingga pecahnya perang akibat Tentara Federasi emnginvasi Nikan. Bagian 2: Rin menemukan esensi syamanisme yang membawanya menjadi pejuang tangguh dalam divisi khusus Nikan. Bagian 3: klimaks sementara atas prang yang terjadi. Oiya, buku ini adalah bagian pertama dari trilogi yang direncanakan ditulis oleh RF Kuang dan saat ini buku keduanya: The Dragon Republic, sudah terbit versi bahasa Inggris-nya (saya sih sabar nungg terjemahannya saja, hehehe).

Tambahan lagi: jajaran para tokoh yang akan muncul dan menjadi tokoh kunci petualangan Rin: Altan, Kitay, Nezha, Jiang, Niang, Chaghan, Qara, Anak-anak Ganjil Cike, Sang Maharani, dan beberapa lagi yang lain.

Novel ini benar-benar jahanam, tak mau ditaruh bahkan hanya sebentar---unputdownable. Page turner. Saya sampai curi-curi baca di setiap waktu luang yang saya punya, termasuk jam kerja. Woops! Sudah lama saya enggak seperti ini. Terakhir waktu baca Twilight tahun 2008 silam (HAHHH???). Serius!

via GIPHY

Menurut saya, novel ini paket lengkap. Ada nuansa dystophia, tergambar dari adanya dua belas divisi dari provinsi yang berbeda di bawah kendali Sang Maharani, Ratu Negeri Nikan (nama provinsinya binatang: ayam, kelinci, macan, dan sebagainya). Ada nuansa Harry Potter-nya (yap, pokoknya semua novel fantasi setelah Harry Potter memang bakal selalu direferensikan ya---saya aja kali), sedikit sih, di bagian seleksi masuk Akademi dan di tahun kedua setiap siswa diharuskan menjadi siswa magang pada salah satu dari tujuh master ilmu yang ada. Ada latar belakang sejarah, diambil dari sejarah Tiongkok, juga tentang Perang Opium (secara pengarangnya memang mempelajari sejarah Cina modern, dan mendapat gelar BA dari Universitas Georgetown). Ada petualangannya, ada unsur magic-sihir kunonya, ada gore-nya, ada romance-nya (DIKITTT banget, nggak ada adegan ciuman atau main ranjang, ya, cuman dijelasin dikit kalau beberapa tokohnya naksir si ini, naksir si itu, udah, jadi buat yang agak alergi sama romance di novel fantasi, ini aman banget).

Warning: meskipun novel ini masuk jajaran fantasi remaja, Young Adult, beberapa adegannya cukup brutal, semacam propaganda kekerasan, kekejian perang, penggunaan obat-obatan terlarang, penggambaran pemerkosaan pada masa perang, dan pembantaian. Untunglah, masih dalam tahap yang masih bisa ditoleransi. Namun, mungkin tidak untuk yang masih di bawah 15 tahun, kali ya.

via GIPHY

Selain petualangan yang mencengangkan, perjalanan Rin menemukan jati dirinya diwarnai dengan kepercayaan (sihir?) kuno Tiongkok yang disebut syamanisme (semacam Kejawen di Jawa, kali ya?). Nah, salah satu hal dasar tentang syamanisme adalah tentang berhubungan-dan-meminta-pertolongan dewa. Di titik inilah, para tokohnya--terutama Rin, juga mengalami pergolakan batin tentang makna ketuhanan. Mengapa ada orang yang memercayai begitu banyak dewa, sementara ada pula yang percaya hanya ada satu tuhan saja? Meskipun tidak begitu mendalam, hal ini cukup menyentil sisi religius pembaca--paling tidak buat saya.

Hal lain yang juga sangat terasa adalah unsur filsafatnya. Beragam pemikiran filosofis mewarnai setiap pengambilan keputusan, terutama pada adegan yang melibatkan para guru--Master ataupun sampai pada tahap syamanisme. Keterkaitan manusia dengan alam, manusia dengan Sang Pencipta, ataupun hubungan antarsesama. Yah, walaupun lagi-lagi, tak begitu mendalam.

Dari segi teknis cetakan (etapi, saya basisnya digital---e-book, karena saya bacanya di Gramedia Digital, dan siapa tahu buku cetak fisiknya malah lebih bagus), sepertiga bagian awal, lumayan mulus typo-nya, eh makin ke belakang kok makin banyak typo-nya. Entah proofreader-nya yang malah kesedot cerita jadi nggak konsen meriksa atau entah memang lalai saja. Cukup mengganggu, tapi terselamatkan sama ceritanya yang memang intens banget.

Overall, saya amat-sangat puas sama novel ini. Sudah lama saya nggak sedemikian antusias membaca sebuah buku, hingga rela saja dipaksa untuk segera menuntaskannya. Meskipun beberapa adegannya cukup brutal dan saya skip, saya tetap nggak sabar nungguin buku keduanya diterjemahin dan dirilis di sini.

via GIPHY

End line:
Dan ia akan memanggil para dewa untuk melakukan hal-hal yang sangat mengerikan.
---hlm.565, BAB 26

Monday, December 18, 2017

[Resensi Novel Teenlit] TwinWar by Dwipatra


#8_2017
First line:
DUA tahun lebih sudah berlalu sejak Hisa pindah dari kamar ini.
---hlm. 7, Bab 1

Gara dan Hisa kembar identik. Penampilan kedua cowok itu persis sama. Karennya pun sama. Tapi minat dan kemampuan? Beda jauh! Gara berotak encer dan kemampuan akademiknya gemilang. Sementara itu, Hisa jago olahraga dan sederet trofi kejuaraan berhasil ia raih. Walaupun bersekolah di SMA berbeda, persaingan mereka tak pernah surut.

Dalam keluarga mereka, ada satu aturan yang tidak boleh mereka langgar. "Gara dan Hisa tidak boleh pacaran sebelum lulus SMA dan diterima masuk di perguruan tinggi." Kalau sampai aturan itu dilanggar, konsekuensi yang akan mereka terima tidak main-main.

Kisah ini bermula ketika Hisa mengetahui ada foto cewek di handphone Gara. Ya, diam-diam Gara memang berpacaran dengan Dinar. Mendapati rahasia Gara, Hisa seolah mendapat senjata ampuh untuk "menghancurkan" saudara kembarnya. Jadi, siapa bilang saudara kembar nggak bisa perang?

Judul: TwinWar
Pengarang: Dwipatra
Editor: Miranda Malonka
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 296 hlmn
Rilis: 4 Desember 2017
Harga: Rp69.000
ISBN: 9786020376790
My rating: 3 out  5 star

Well, pendapat saya untuk novel ini mungkin termasuk yang enggak populer, ya, mengingat sampai dengan sekarang rating untuk novel ini di Goodreads cukup bagus, 4.04. Saya pun agak bimbang antara 2,5 bintang menuju dua atau cenderung tiga, yang pada akhirnya dengan segala pertimbangan saya lebih condong membulatkan ke tiga bintang.

Membaca teenlit (di saat sekarang) serupa mengorek-ngorek kotak kenangan. Mencari sekelumit kesan yang tertinggal di masa ke-teenlit-an saya sendiri. Beberapa hal tak berubah, meskipun sebagian besarnya berubah. Tentu saja, teknologi mengubah segalanya, termasuk pola kehidupan individu dan sosial di bangku SMA dari waktu ke waktu. 

Mengetahui TwinWar dinobatkan sebagai Juara 1 kompetisi GWP batch 3, membuat saya demikian penasaran. Well, saya memang pengejar segala yang berbau top-top-an. Saya mendengarkan lagu yang sedang hits dan menduduki tangga lagu teratas. Saya menonton film yang tengah merajai panggung box office. Dan saya pun tak ketinggalan membaca buku-buku pemenang penghargaan ini dan itu. Lebih ke menuntaskan rasa penasaran: benarkah mereka (lagu, film, buku) sebagus penilaian juri/orang-orang?

Jujur saja, saat ini saya hanya membaca teenlit karangan Ken Terate saja (dan sesekali karya Windhy Puspitadewi). Saya malas mencoba-coba. Paling maksimal, saya akan bertanya sana-sini dulu jika ada satu-dua judul teenlit yang sedang hits, yang belum tentu saya baca juga. Maka, ketika memutuskan mengunduh novel TwinWar di aplikasi ScoopPremium, saya punya ekspektasi setinggi langit(-langit kamar), bahwa saya (mungkin) punya cadangan nama selain Ken (dan Windhy) untuk bisa saya ikuti karya tulis teenlitnya.

Hasilnya: saya enggak yakin. TwinWar tak berhasil memenuhi harapan. Segala sanjungan yang diberikan untuk novel ini, hanya satu-dua saja yang saya aminkan. 'Lil bit disappointing, for me, at least. Bukan enggak bagus, tapi lebih ke "gagal" memenuhi ekspektasi.


Pertama, alasan pribadi: saya tak suka plot gontok-gontokan di awal lalu jadi akur di akhir. Hahaha. Lha terus kenapa masih nekat baca juga? Salahkan rasa penasaran saya. Lagian kenapa enggak suka plot begitu? Quite predictable, menurut saya. Makanya, sepanjang baca saya menunggu plot-twist, yang sayangnya enggak ada sampai akhir. Entah saya baca di review siapa, yang bilang novel ini emosional dan bikin nangis, saya pikir salah satu dari si kembar bakal ada yang dimatiin, dan saya memang sempat kepikiran juga sewaktu ada adegan di****li dan pi****n itu. Eh, ternyata enggak.


Untuk cerita soal saudara kembar, saya suka banget sama film The Parent Trap versi tahun 1998 yang dibintangi Lindsay Lohan (sewaktu kecil). Kisahnya sederhana, tapi ditulis dan dirangkai sedemikian memikat sehingga saya benar-benar jatuh cinta pada kisahnya. Premisnya: dua saudari kembar yang harus terpisah karena orangtua meraka bercerai, satu di Inggris (Annie) dan satu lagi di Amerika (Hallie). Keduanya kembar identik, cuma karena beda lingkungan dan pola pengasuhan, memiliki kepribadian yang bertolak belakang. Namun, sama dengan film ini, saya pun agak kurang diyakinkan dengan body type Hisa-Gara ketika bertukar peran. Diceritakan Hisa adalah maniak olahraga (khususnya lari), sedangkan Gara cenderung kutu buku. Dari situ, bukankah tak cukup hanya sekadar mengubah gaya rambut untuk bisa mengelabui teman dekat? Paling tidak Hisa punya bodi tipe atlet yang lebih terbentuk ketimbang Gara, kan? Pun, dengan sikap tubuh. Atau saya ada miss pada bagian ini?


Kedua, alasan pribadi: saya tak suka gaya menulis yang mengajak pembaca bicara. Hahaha. Cuman personal taste saja. Untuk standar fiksi, saya paling benci tokoh yang suka ngomong sendiri dan narator yang seolah-olah mengobrol sama saya, menggunakan kata "kalian" atau "kamu" ketika mendeskripsikan suatu keadaan (saya lupa nge-bookmark contoh di naskah ini), tapi tahulah ya, yang saya maksud?

Ketiga, saya merasa pengarang sedang mengampanyekan "mari pacaran di SMA" di sini. Yaelah, biarin saja, sih, emang enggak boleh? Hahaha, ya bolehlah, hanya saja saya lebih menyukai hal-hal yang dibuat natural. Di novel ini (yang saya tangkap), "larangan pacaran" dianggap mengada-ada dan tidak efektif, jadi mestinya bebaskan saja para remaja SMA berpacaran. Saya agak konservatif menyoal pacaran ini.


Keempat, meskipun saya tak pernah tergabung di klub kompetitif apa pun selama SMA (saya hanya pernah ikut ekskul Pramuka), saya rasa agak sedikit janggal jika antaranggota klub memiliki rivalitas-menjurus-permusuhan seperti yang ditunjukkan Hisa dan Faisal. Dan, guru olahraga yang menjadi pembina klub itu pun seolah-olah membiarkan. Saya paling enggak suka bagian ini. Entahlah, sebagai pengamat olahraga abal-abal, saya kok merasa novel ini gagal menunjukkan semangat sportivitas. Apalagi ini masih pada piyik, lho, mestinya rivalitasnya tak semengerikan itu. Kalau digambarkan beda sekolah, mungkin masih masuk akal. Entahlah, saya pada posisi tak setuju konflik ini yang dipilih untuk mewarnai kisah salah satu dari si kembar.


Kelima, saya pun sempat membaca di salah satu review yang menyebut TwinWar bisa jadi jembatan untuk para remaja lelaki menyukai membaca (terutama teenlit) karena tema dan nuansanya yang maskulin. Hmmm, setuju-tak-setuju. Hahaha. Saya rasa tetap kurang jantan. Namun, saya setuju saja sih, bahwa TwinWar dan logo baru teenlit yang lebih netral, bisa saja jadi pemicu (kembali) booming-nya novel teenlit, termasuk di kalangan remaja cowok.

Keenam, semua orang harus happy. Hmmm, saya masih berharap ada yang unik nan berbobot dari TwinWar ini. Sayang, setiap konflik yang ada seolah-olah "dipaksakan" harus selesai secara tuntas, dan harus damai. Selain minim plot twist, tak ada yang "meledak" di mana pun di novel ini. Sempat kaget saja tidak.


Ketujuh, ehmmm, masih cukup banyak typo bertebaran di sana-sini. Oh, saya baca versi digitalnya, sih, enggak tahu apakah versi fisiknya bakal sama atau lebih rapi ketimbang digitalnya. Typo minor doang, tapi tetap mengganggu buat saya.

Di sisi lain, TwinWar memang ditulis dengan gaya lugas dan selipan humor di sana-sini (meskipun buat saya tetap kurang nendang) serta diksi sederhana yang membuat rajutan kisahnya mengalir lancar. Well, sebagai penggila quote, saya agak kecewa karena tak menemui banyak kalimat yang memorable dan cocok dipasang sebagai caption di Instagram (sepanjang enggak dilarang). #eaaa


Uhmm, saya sudah mengunduh ketiga naskah pemenang GWP. Kemarin sempat kepingin memulai-baca Seventeen Once Again, yang kayaknya lebih lincah gaya penceritaannya, tapi... enggak dulu, kayaknya. Saya salip One of Us is Lying aja dulu, deh.

End line:
"Gar, lo sadar nggak, kalau lagi dijadiin lap keringet sama Hisa?"
---hlm. 288, Bab Epilog

Saturday, January 28, 2017

[Resensi Novel Young Adult] Ada Apa Dengan Cinta? by Silvarani


#6_2017
First line:
KECERIAAN menyebar di setiap sudut sekolah pagi ini.
---hlm.7, Chapter: Sorak Sorai Itu Bernama Pagi

Apa lagi yang kurang dalam hidup Cinta? Ia punya keluarga yang bahagia, popularitas di sekolah, banyak pengagum, dan yang paling penting, ia punya sahabat-sahabatnya. Alya, Maura, Milly, dan Karmen membuat hari-harinya selalu berwarna. Mereka adalah pusat dunia Cinta.

Sampai suatu hari, ia berkenalan dengan Rangga, cowok jutek dan penyendiri yang lebih suka berteman dengan buku daripada manusia. Ternyata mereka sama-sama menyukai puisi, minat yang tak bisa Cinta bagi dengan keempat sahabatnya. Dan perlahan hal itu membawa perubahan pada dirinya, membuat orang-orang di sekitarnya bertanya-tanya, ada apa dengan Cinta?

Ketika Cinta sendiri pun ikut mempertanyakan dirinya dan persahabatannya menjadi taruhan, apa yang sebaiknya ia lakukan?

Judul: Ada Apa Dengan Cinta (AADC)?
Pengarang: Silvarani
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 192 hlm
Rilis: April 2016
ISBN: 9786020326450
My rating: 3,5 star ouf of 5

Saya bahagia.
Ini serupa harapan yang menjadi kenyataan.


Beberapa waktu silam, saya memasukkan AADC? ke daftar sepuluh film yang semestinya ada versi novelnya. Dan, seperti terkabulnya doa, kini sudah ada versi novel dari salah satu film Indonesia modern yang menandai kebangkitan kembali perfilman tanah air. Namun, entah karena apa, saya enggak langsung beli-dan-baca novel AADC? itu. Ada sedikit kesongongan saya menyoal kredibilitas penulisnya, sih. Maaf. Heh, siapa sih ini Silvarani? Enggak bisa gitu minta penulis sekaliber Winna Efendi atau Orizuka atau Esti Kinasih buat novelin film mahafenomenal ini? Yeah, yeah, saya memang (kadang) sesongong itu. Hingga akhirnya saya nemu info diskonan hingga 50% all item di @hematbuku20 jadi saya beli (dan baca) novelisasi film yang mempopulerkan Dian Sastro dan Nicholas Saputra ini.

Jika kamu seperti saya yang begitu nge-fans filmnya sampai-sampai hafal-luar-kepala dialog-dialognya, pasti hepi banget baca novel AADC? ini. Sebagian besar dialog-dialog itu dipertahankan sesuai yang ada di film, dengan beberapa penambahan. pengurangan, dan penyesuaian lainnya. Dialog-dialog ikonik seperti, "Basi! Madingnya udah siap terbit!", "Terus salah siapa? Salah gue? Salah temen-temen gue?", atau "Salah satu dari kita pasti lebih punya otak atau lebih punya hati, tapi kayaknya kamu nggak punya dua-duanya". Nah, dialog-dialog semacam itu juga tetap ada di novelnya.

Selain dialog, secara garis besar cerita juga sama persis dengan filmnya, meskipun terdapat penambahan sebab-akibat atau sudut pandang lain dari para tokohnya ketika berinteraksi. Tambahan lain adalah penggambaran ekspresi tokoh masing-masing. Apa yang saya lihat di film ditambahkan efek dramatisasi melalui rangkaian kata-kata (yang untunnya tidak sampai lebay). Tentu saja, hal tersebut menambah kenikmatan mengikuti kisah Cinta dan Rangga ini. Detail visual yang tidak tertangkap mata ketika menonton filmnya, bisa kita dapatkan dari novel.

Selain tambahan efek dramatisasi, di AADC? versi novel juga diberikan beberapa hal yang tidak dibuat gamblang di filmnya. Misal: isi surat Cinta untuk Rangga yang diselipkan di ruangan Pak Wardiman yang bikin Rangga marah (di film kan enggak dikasih tahu bunyi suratnya bagaimana)
sumber: https://achalasya.blogspot.co.id/
atau tulisan Cinta sewaktu mengembalikan buku Aku ke Rangga (saya sih sempat skrinsut dari film, kalau di-zoom masih kelihatan, sih, tapi lupa saya taruh mana, ya, skrinsutannya itu).
sumber: https://rizkoprasada.wordpress.com/
Namun demikian, seperti beberapa pembaca yang lain, saya juga merasa tempo ceritanya kecepetan. Pergantian antaradegannya bergerak hampir dalam itungan detik, tanpa jeda, sehingga terkesan kurang smooth. Cenderung patah-patah, meskipun tetap bisa diikuti. Sebenarnya, saya sendiri sudah kecewa ketika membuka segel bukunya dan melihat jumlah halaman novelnya bahkan tidak sampai 200 halaman. Whattt? Jadi, memang semestinya tidak perlu berharap terlalu banyak bahwa akan ada sesuatu yang spesial dari novelisasi AADC? ini. Jangankan hal spesial, pengembangan plot yang ada saja sangat sempit, kalau tidak mau bilang tidak ada pengembangan sama sekali. Mungkin, penulisnya sendiri sudah diwanti-wanti sama pihak produser dan pemilik hak cipta filmnya agar setia pada filmnya. Who knows, kan?

Pengembangan yang sempit itu pun saya tak terlalu menyukainya. Hahaha. Jika di film, saya meyakini bahwa Cinta dan Rangga mulai merasa ada geletar aneh di hati masing-masing adalah ketika Cinta mengembalikan buku Aku ke Rangga dan Rangga mengucapkan terima kasih. Di situ, menurut saya, adalah momen paling tepat menghadirkan nuansa merah jambu kepada mereka. Namun, di novelnya malah dibilang...



Detail kecil lain yang juga mengganggu saya adalah digantinya adegan Cinta beli kacang rebus ketika menunggu taksi dengan adegan Cinta beli minuman di minimarket. WHAAATTT??? Padahal di adegan ini bisa romantis maksimal banget, lho. Ingat adegan Rangga yang iseng menendang pohon sehingga air sisa hujan yang tertinggal di dedaunannya jatuh mengguyur Cinta? I love that scene! Di novelnya tidak ada adegan itu. Hikz.


Overall, meskipun tidak memberikan sesuatu yang spesial, kehadiran AADC? versi novel ini--buat saya yang sangat-sangat menyukai versi filmnya--merupakan harapan yang menjadi kenyataan. Mungkin tak bakal saya baca ulang dalam waktu dekat, tapi jika suatu waktu di masa datang saya kangen kisah Cinta dan Rangga, selain dengan memutar kembali filmnya (untuk keberapa puluh kalinya), saya bisa pilih alternatif lain dengan membaca novel ini.

Oke, selamat membaca, tweemans.


End line:
Milly berkata panik, "Mamet! Mamet ketinggalan!"
---hlm.186, Chapter: Perempuan...

Thursday, January 19, 2017

[Resensi Novel Anak-Anak] A Monster Calls (Panggilan Sang Monster) by Patrick Ness


#4_2017
First line:
Sang monster muncul persis lewat tengah malam. Seperti monster-monster lainnya.
---hlm.11, Chapter: Panggilan Sang Monster

Sang Monster Muncul Persis Lewat Tengah Malam. Seperti Monster-Monster Lain. Tetapi, dia bukanlah monster seperti yang dibayangkan Conor. Conor mengira sang monster seperti dalam mimpi buruknya, yang mendatanginya hampir setiap malam sejak Mum mulai menjalani pengobatan, monster yang datang bersama selimut kegelapan, desau angin, dan jeritan… Monster ini berbeda. Dia kuno, liar. Dan dia menginginkan hal yang paling berbahaya dari Conor. Dia Menginginkan Kebenaran.

Dalam buku karya dua pemenang Carnegie Medal ini, Patrick Ness merangkai kisah menyentuh tentang cinta, kehilangan, dan harapan. Ia menulisnya berdasarkan ide final Siobhan Dowd, penulis yang meninggal akibat kanker.

Ini memang kisah sedih. Tetapi kisah ini juga bijak, kelam namun lucu dan berani, dengan kalimat-kalimat singkat, dilengkapi gambar-gambar fantastis dan keheningan-keheningan yang menggugah. A MONSTER CALLS merupakan hadiah dari penulis luar biasa dan karya seni yang mengagumkan.

Judul: A Monster Calls (Panggilan Sang Monster)
Pengarang: Patrick Ness (berdasar ide Siobhan Dowd)
Ilustrator: Jim Kay
Penerjemah: Nadya Andwiani
Editor: Barokah Ruziati
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Rilis: 29 Februari 2016
Tebal: 216 hlm
ISBN: 9786020320816
My rating: 3,5 out of 5

A Monster Calls (atau sesuai alih bahasa: Panggilan Sang Monster) adalah salah satu contoh buku yang saya beli karena kepengaruh hype-nya yang kenceng banget. Lumayan telat, sih, soale bukunya sendiri sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia sejak awal tahun 2016 lalu. Saya beli ini pun pas banget ada tawaran diskon 50% di olshop @hematbuku20.

Nama Patrick Ness sudah sering saya dengar sepanjang tahun 2016. Bahkan sangking seringnya, saya juga kepincut beli buku dia yang lain yaitu trilogi Chaos Walking, meskipun yang saya beli belum lengkap ketiga bukunya (baru dua), yang sialnya malah kebeli buku kedua dan ketiganya, sementara buku pertamanya enggak nemu, huhuhu. Tambah nyesel, waktu berkunjung ke BBW Penang, saya sempat lihat trilogi Chaos Walking ini dan saat itu masih belum tertarik beli. Dobel sial!

Ternyata, saya merasa biasa-biasa saja selesai membaca buku ini. Entah karena sedang tak mood atau bagaimana, saya tak berhasil mendapatkan impresi sebagaimana kebanyakan pmbaca lain (terutama Goodreaders yang sudah kelar baca). Sebagian besar review menyebutkan novel ini tipe tear-jerking -siapin-tisu, tapi ternyata tidak buat saya. Sedih, lumayan sih, tapi enggak sampai bikin nyesek apalagi mewek.


Mulai dari adegan awal yang agak mirip adegan awal The Big Friendly Giant (The BFG by Roald Dahl---versi film) hingga sikap Conor yang tak sesuai ekspektasi saya (sebagai tokoh protagonis) membuat saya kurang bisa merasuk. Lagi lemot, saya. Kelar baca saya segera meluncur ke goodreads.com untuk baca-baca review dan menonton trailer filmnya, barulah saya ngeh pesan moral yang ingin disampaikan Patrick Ness (dan Siobhan Dowd) itu. Yaampun, saya dudul pisan euy. Owalah, gitu toh maksudnya.

Objektif enggak objektif saya memang gagal paham. Hahaha. Mungkin di suatu saat nanti saya kepingin re-read dan membaharui impresi saya akan buku ini. Atau nanti saya baca bareng dek Shasha, deh. Siapa tahu dengan begitu saya bisa lebih paham. *nyengir

Yang paling saya suka dari novel ini adalah ilustrasinya. JUARA! Dan, baru nyadar bahwa ilustratornya ini sama dengan yang bikin ilustrator untuk Harry Potter illustrated edition, ya. Emang keren, sih.





Oke, selamat membaca, tweemans. 

End line:
------(terlalu spoiler)
---hlm.215, Chapter: Kebenaran

Friday, January 8, 2016

[Resensi Novel Chicklit] Size 12 is Not Fat by Meg Cabot


Aku tidak akan mulai makan salad tanpa saus kalau itu yang harus kulakukan untuk mendapatkan pacar, aku tidak seputus asa itu.
---Meg Cabot, Size 12 is Not Fat

First line:
"Mm, halo. Apa ada orang di luar sana?" Suara gadis di kamar ganti sebelah itu seperti tupai.

Heather Wells, mantan penyanyi pop idola remaja, telah sampai pada titik jenuh: bosan menyanyikan lirik lagu ciptaan orang lain, tapi produsernya tidak mau menandatangani kontrak baru untuk lagu-lagu ciptaannya sendiri. Keadaannya diperparah dengan ayahnya dipenjara, ibunya kabur ke Buenos Aires bersama seluruh isi tabungan putri satu-satunya itu, dan Heather tampaknya tidak bisa berhenti membenamkan diri dalam kesedihannya dengan melahap cokelat KitKat. Puncaknya, tunangannya Jordan Cartwright telah menggesernya---dari tangga lagu maupun dari ranjangnya---dan menggantikannya dengan bintang pop nomor satu terbaru Amerika, Tania Trace.

Heather lalu mendapatkan pekerjaan di asrama New York College---tak jauh dari tempat tinggal sementaranya di rumah Cooper---temannya sekaligus kakak mantan tunangannya yang sangat baik kepadanya. Kelihatannya keadaan mulai membaik... setidaknya sampai gadis-gadis di asrama tewas satu per satu dalam waktu berdekatan. Selancar lift merupakan penjelasan resmi dari administrasi kampus mengenai penyebab kematian para gadis itu, tapi Heather punya kecurigaan lain. Dengan bantuan setengah hati dari Cooper, Heather berusaha menyelidiki kematian-kematian tersebut, tanpa menyadari itu bukan hanya sekadar untuk menjawab rasa ingin tahunya, melainkan mungkin akan menjadi pekerjaannya seumur hidup.
 
Judul: Size 12 is Not Fat (Ukuran 12 Tidak Gemuk)
Pengarang: Meg Cabot
Penerjemah:: Barokah Ruziati
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 416 hlm
Harga: Rp45.000 (beli obral Rp10.000)
Rilis: Agustus 2010
ISBN: 978-979-22-6001-4
Rating: 3 out of 5 star

Ide cerita dan eksekusinya:
Jika sekadar membaca judulnya, mungkin kita bakal dengan mudah menarik kesimpulan bahwa novel ini membahas romance dengan konflik utama soal berat badan. Well, tidak sepenuhnya salah, sih, tapi novel ini pun tak melulu hanya mengulas cinta-cintaan saja. Ada subplot misteri pembunuhan yang harus dipecahkan oleh tokoh utamanya. Jadi, perpaduan antara masalah berat badan, kisah cinta nan rumit, dan misteri pembunuhan. Menarik.

Dan, buat penikmat tulisan Meg Cabot, tentu bakal dengan mudah menyukai gaya bertuturnya. Lincah, self-centered, membual tak habis-habis, dan kocak. Terkadang bikin gemas, entah pengin meng-getok kepala atau menjawil pipi si tokoh utamanya. Uh! Namun, selipan misteri pembunuhannya ternyata tak digarap maksimal. Walaupun sempat bikin penasaran, pada separuh jalan ceritanya saya sudah bisa menebak siapa pelakunya. Dan, tebakan saya benar, meski tidak seratus persen sesuai dengan segala alasan dan latar belakang mengapa si pelaku melakukan pembunuhan itu.

Meet Cute:
Tokoh utama novel ini, Heather Wells sudah mengenal dan bahkan tinggal satu atap dengan love interest-nya, Cooper Cartwright, sehingga nyaris tak ada adegan yang bisa masuk kategori meet cute.


Plot, setting, dan karakter:
Jalan cerita bergerak maju dengan sedikit kilasan masa lalu dari penjelasan beberapa tokohnya, dalam perkembangan cerita. Terutama ketika mengungkap alasan tokoh melakukan tindakan ini dan itu.

Sebagian besar cerita ber-setting lokasi di asrama mahasiswa New York College dan tempat tinggal Heather (yang menumpang pada Cooper), tak jauh dari asrama. Sedangkan untuk setting waktunya adalah modern. Mugkin berdekatan dengan masa-masa ketenaran bintang pop remaja semacam Britney Spears, Christina Aguilera, dan Jessica Simpsons.

Tokoh utama novel ini adalah Heather Wells, mantan penyanyi pop remaja terkenal, yang kemudian jatuh bangkrut ketika didepak dari label rekaman yang menaunginya, serta kehilangan seluruh dukungan finansial, dibawa kabur ibu kandungnya sendiri. Lalu ada Cooper Cartwright, detektif partikelir yang menerima pekerjaan mencari informasi untuk para kliennya, salah satu pewaris konglomerat Cartwright, dan merupakan kakak dari Jordan Cartwright, mantan pacar sekaligus penyanyi solo pria pujaan dari Cartwright Records. Sebagai pemeran pendukung utama ada Rachel dan Sarah (kolega Heather di asrama), Maggie (kasir kafeteria yang merupakan karib Heather), Detektif Canavan, Christopher Arlington, Dr. Jessup, dan beberapa tokoh pendukung lainnya.

Seperti banyak karakter ciptaan Meg Cabot, Heather Wells digambarkan sebagai sosok perempuan beranjak dewasa yang masih terbelit kegalauan sisa kepopulerannya, kesendiriannya, hingga masalah berat badannya. Dia berulang kali menyangkal bahwa dia gemuk. Heather berasumsi bahwa dia bertubuh rata-rata perempuan Amerika. Selain itu, Heather juga kerap dideskripsikan sebagai sosok yang suka menceracau dan terkadang berfantasi (agak) mesum terhadap lelaki yang menarik minatnya. Sementara itu, Cooper Cartwright hadir sebagai sosok pria tampan karismatik yang gampang sekali memikat perempuan.  

Konflik:
Seperti yang telah ditegaskan oleh judul bukunya, sebenarnya benang utama kisah ini adalah permasalahan seputar berat badan yang dialami oleh Heather Wells. Kepercayaan dirinya agak goyah karena itu. Belum lagi, hidupnya yang berantakan selepas masa kebintangannya membuatnya mau tak mau bekerja keras demi hidup di kota New York yang serbamahal. Namun tak hanya itu, beberapa subplot berhasil dikombinasikan dengan cukup bagus oleh Meg Cabot, termasuk soal misteri pembunuhan di asrama tempat Heather bekerja. Kadang saya memang bosan ketika Heather mencerocos panjang lebar di pikirannya. Sifat yang awalnya menggemaskan lama-lama bikin capek sangking annoying-nya.

Kesimpulan:
Sisi romance-nya tetap terasa meskipun dibumbui subplot pembunuhan. Saya cukup terpikat untuk melanjutkan membaca serinya yang lain demi mengetahui apa yang akan terjadi pada Heather setelah kasus pembunuhan di asramanya terungkap, ya?

End line:
Yah, kau harus memulai dari suatu tempat, bukan?

Wednesday, December 30, 2015

[Resensi Novel Amore] Sincerely Yours by Tia Widiana


"Bagaimanapun, sulit menyayangi orang lain kalau kau masih membenci dirimu sendiri."
--pg.115 #SincerelyYours by Tia Widiana


Sebagai penulis novel thriller, orang kerap menyangka isi kepala Inge hanya seputar urusan pembunuhan. Terlebih lagi sikapnya yang pendiam dan lebih banyak mengurung diri di kamar.

Namun di mata Alan, Inge semanis penulis romance. Inge teman yang menyenangkan dalam segala hal. Alan dengan mudah dapat membayangkan Inge menjadi perempuan yang ingin ia nikahi, bukan Ruby… perempuan yang selama ini berstatus kekasih Alan.

Alan mewakili segala yang Inge inginkan dalam hidup. Kecuali satu hal… Inge tidak ingin mengulangi hal yang membuat hatinya terluka bertahun-tahun. Inge tidak mau Alan meninggalkan Ruby demi bersama dirinya.

Sebagai penulis, Inge selalu tahu bagaimana cerita yang ditulisnya akan berakhir. Tapi untuk kali ini, Inge tidak tahu bagaimana akhir kisahnya dengan Alan….

Judul: Sincerely Yours
Pengarang Tia Widiana
Desain Sampul: Marcel A.W.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (GPU)
Tebal: 246 hlm
Harga: Rp57.000
Rilis: 14 September 2015
ISBN: 978-602-032050-2

Tak bisa mungkir, gaya tulisan Tia Widiana memang sudah berhasil memikat selera saya sejak terbitnya novel debutannya, Mahogany Hills, beberapa tahun silam. Sejak itu saya sudah menunggu-nunggu racikannya yang lain untuk segera diterbitkan. Dan, saya menjadi salah seorang pembaca yang turut antusias ketika kabar novel keduanya yang bertajuk Sincerely Yours ini siap dirilis.

Meet Cute (pinjam istilah Mbak Nina Ardianti)
Dua tokoh utamanya, Sekar "Inge" Wangi Tambanglaras dan Alan "Alan" Anugrah, dipertemukan dalam situasi canggung yang imut, hehehe. Agak absurd sedikit (bagian soal salah minum obat itu), tapi benar-benar cara bertemu yang asyik, beda, dan sepertinya belum pernah digunakan pengarang lain. Pembuka jalinan kisah Inge-Alan yang cukup bagus.



Plot, setting, dan karakter

Sama saja dengan kebanyakan novel romance, ini tentang dua orang yang sebelumnya tak terlalu mengenal satu sama lain apalagi memiliki rasa ketertarikan, oleh karena suatu hal dipertemukan, ada letupan chemistry, jatuh hati, serta dibumbui secuil pertengkaran dan kesalahpahaman. Jalan ceritanya beralur maju dengan beberapa kilasan masa lalu untuk mendukung perkembangan konflik.

Cerita berlokasi di sebuah kompleks permukiman bernama Kecapi Asri di daerah Sentul, Bogor. Kompleksnya terdiri dari cluster-cluster di area perumahan dan satu area dinamakan distrik bisnis sebagai lokasi jasa penunjang permukiman dan pusat bisnis di kompleks tersebut.

Novel ini didukung dua karakter utama yakni Inge yang adalah seorang novelis best-seller buku-novel misteri-thriller, sedangkan Alan adalah pimpinan dari PT Lindung Tenteram, yaitu perusahaan penyedia jasa teknik instalasi kelistrikan dan pertamanan yang ditunjuk sebagai partner oleh pengelola/pengembang kompleks. Di luar itu ada karakter Linda dan Ilham (ibu kandung dan ayah tiri Inge), para tetangga Inge, editor Inge, dan Hera. Latar belakang Inge membentuknya menjadi pribadi yang sedikit introver sedangkan Alan adalah tipe family man sejati.

Konflik
Pemicu konflik adalah masa lalu Inge, kegemarannya menulis kisah misteri-thriller, dan ibu kandungnya. Saya tak bisa menjelaskan lebih detail, karena tentu saja akan membuka jalan cerita novel ini (spoiler). Jadi, silakan baca sendiri untuk mendapatkan esensi kisah ini. Namun, satu yang agak menggelisahkan adalah selipan subkonflik kehadiran orang ketiga yang menurut saya kurang halus pemunculannya dan terkesan menjadi satu-satunya alternatif untuk membangun puncak konflik utamanya. Saya tak punya saran bagaimana cara menaikkan intensitas konfliknya, tapi saya mengharapkan hal lain ketimbang sekadar kehadiran orang ketiga. Terlalu mudah ditebak.

Catatan:
Beberapa judul buku yang disebutkan dalam novel ini: Titik Nol (Agustinus Wibowo), Critical Eleven (Ika Natassa--bahkan lumayan banyak dibahas, termasuk fenomena perilisannya), dan Carrie (Stephen King).
  
Musuh utama dari novel dengan cerita yang bagus adalah hasil edit dan proofread yang buruk.
Typo:
(hlm 16) tanaman yang ditanam bahu jalan = tanaman yang ditanam di bahu jalan
(hlm 29) meletakkannya di depan dada itu = meletakkannya di depan dada laki-laki itu
(hlm 30) menganggetkan = mengagetkan
(hlm 42) bahwa dalam dalam kejadian
(hlm 50) dan meletakkan di bak cuci = dan meletakkannya di bak cuci
(hlm 53) scraf = scarf
(hlm 59) Alan yang berhenti melangkah dan memperhatikan tingkah Inge.
(hlm 61) dan secara bersamaan mereka berdua menjawab secara bersamaan.
(hlm 65) Inge hanya menatapnya tangan Linda dan Ilham
(hlm 75) perasaaan = perasaan
(hlm 113) perceraiaan = perceraian
(hlm 131) isyarat agar Inge untuk mengabaikan omongan
(hlm 134) beberara = beberapa
(hlm 141) Gadis itu cepat-cepat menekap mulut
(hlm 146) saat di melewati = saat dia melewati
(hlm 155) hal hal = hal-hal
(hlm 163) supir = sopir
(hlm 180) Bu Eva menjabat tangan tangan Alan.
(hlm 181) Sekarang lagi sama sama tetangga saya.
(hlm 187) Kucir rambutnya bergoyang mengiringi tiap langkahnya
(hlm 194) kebahagian = kebahagiaan
(hlm 202) perjalan = perjalanan
(hlm 212) Kalau tidak, aku mungkin tidak akan kenal Teguh...
(hlm 213) sindirian = sindiran
(hlm 217) tanganya = tangannya
(hlm 222) mengantarkanya = mengantarkannya
(hlm 222) dari pada = daripada
(hlm 225) pembacaraan = pembicaraan
(hlm 238) Dia akhirnya berdiri di samping dan/lalu Inge merengkuh bahu
(hlm 243) Gelas kertas berisi yang masih berisi setengah
(hlm 243) Namun, yang kemudian dikatakan Alan kemudian malah
(hlm 244) mengecup lembut kening kening gadis itu.
(hlm 244) bulang Juni = bulan Juni

Selain typo yang masih lumayan banyak, juga terdapat salah penggunaan tanda baca (kurang "titik") atau juga kalimat-kalimat tak efektif dan beberapa yang agak janggal/bolong. Misalnya saja di halaman 217, paragraf terakhir, disebutkan bahwa telapak tangan Inge berkeringat, tetapi di halaman 218 paragraf 4 mengapa disebutkan telapak tangannya "baru mulai berkeringat"?

Hal lain yang bikin saya geregetan plus mengerutkan kening dalam-dalam adalah kurang halusnya pergantian adegan pada Bab 6 dan Bab 7 yang dipasang berkebalikan. Tak ada intro yang menjelaskan antaradegan sehingga terasa janggal. Yang paling terasa adalah paragraf kedua terakhir di halaman 53 saat Linda dan Ilham yang "belum dikenalkan" pada Alan ujug-ujug sudah tahu nama Alan. Pergantian yang juga terasa kurang mulus adalah ketika kemunculan tokoh baru yakni Hera.

Pada akhirnya 3,5 out of 5 star untuk novel kedua Tia ini. Selalu menunggu karya-karyamu selanjutnya, Tia.

Thursday, December 17, 2015

[Book Event] Diskusi Panel "How to Sell Your Ideas" by Kompas Gramedia Group


Minggu (13/12/2015) kemarin, yang merupakan hari kedua penyelenggaraan Kompas Gramedia Fair (KGF) 2015, saya baru menyempatkan diri untuk mampir. Widih, tumben, ya? Biasa juga kalau ada book fair, datang setiap hari? Well, selain semakin sempitnya waktu berleha-leha di luar urusan kantor, kesibukan newlyweds juga bikin waktu rekreasi menjadi lebih sedikit. Kali ini pun, saya datang sendiri, tanpa membawa pasangan. Dan, saya khusus datang ke arena KGFair 2015 untuk mengikuti diskusi panel "How to Sell Your Ideas (HTSYI)" yang diselenggarakan oleh panitia KGFair 2015, yang menghadirkan para panelis jempolan, di antaranya Ika Natassa. Sebagai pencinta metropop, wajib banget datang ke acara yang ada Ika Natassa-nya, dong *nyengir.


Melupakan fakta lokasi KGFair 2015 yang sama dengan penyelenggaraan kopdar Amore in Metropop tahun sebelumnya, yaitu di JCC (yang tidak ada ruangan khusus-tertutupnya), saya mengharapkan diskusi diselenggarakan di dalam ruangan khusus dengan suasana lebih tenang, terbebas dari kebisingan area sekitar. Tentu saja, harapan saya enggak jadi kenyataan. Diskusi diselenggarakan di panggung utama, open space, yang meskipun tata suaranya sudah disiapkan sedemikian rupa, masih saja terganggu kebisingan dari suara-suara di area sekitar.

Pun, saya jadi agak kecewa juga, sih, karena untuk ikut diskusi ini mesti bayar sebesar Rp75k, eh... malah acaranya di open space. Ckckck. Meskipun dibilang balik modal karena untuk peserta yang mendaftar disediakan goodie bag (berisi satu judul buku + voucher Gramedia Rp50k) serta kursi untuk duduk sepanjang acara, kalau tahu acaranya di open space, saya milih enggak usah bayar saja, deh. Berdiri pun saya rela, kok.


Agak molor dari jadwal, acara baru dimulai pukul 2 siang lewat beberapa menit. Enggak masalah lah, ya. Buat saya yang sudah pernah ikut repot mengurusi acara, ketepatan waktu memang menjadi salah satu faktor paling tricky dan terkadang sulit dikontrol meskipun sudah disiapkan minute by minute jalannya acara.

Diskusinya sendiri dipandu oleh Mario Pratama, yang dikenalkan oleh MC merupakan salah satu penyiar Radio Prambors (Jakarta?) yang sudah kondang. Well, dilihat dari gaya pembawaan dan suaranya yang bulat-asyik, sih, enggak heran kalau memang sudah jadi MC kondang (saya bilang "kalau", ya).

Sementara itu, jajaran panelisnya adalah:

1. Arie Parikesit @arieparikesit yang mempresentasikan seputar ide dan usahanya membesarkan bisnis traveling berbasis wisata kuliner dalam program #KelanaRasa. Pada banyak slide paparannya, Arie menunjukkan potensi yang belum banyak digali terkait wisata kuliner nusantara. Salah satu fakta yang membuat saya cukup tercengang adalah: Indonesia menjadi negara dengan tingkat keragaman makanan paling banyak sedunia tapi untuk potensi wisata kulinernya belum dieksplorasi secara optimal. Arie menyebutkan di Amerika Serikat yang hanya punya sekitar 50 negara bagian saja, terdapat kurang lebih 500 agen wisata yang khusus menawarkan paket wisata berbasis kuliner. Indonesia? Kata Arie, sih, belum ada, kayaknya baru satu. Mungkin maksudnya ya si #KelanaRasa itu, kali, ya.



2. Anak Gank Generasi 90-an @Generasi90an yang digawangi oleh Marcella, Yosua, dan Sosetya. Sudah tahu, kan, beberapa tahun lalu ada buku Generasi 90-an yang asyik banget lalu booming itu? Nah, ternyata ide awal penulisan buku itu cukup unik, yaitu proyek pribadi Marcella untuk tugas skripsi kuliahnya. Bagi mahasiswa jurusan desain di kampusnya, sebagai tugas akhir, mereka dituntut untuk bisa membuat projek (apa pun bentuknya), dan setelah bingung beberapa saat, akhirnya Marcella memutuskan untuk memilih projek membuat buku dengan tema segala-rupa tentang tahun 90-an. Tak dinyana, dari proyek pribadi tersebut, saat ini Generasi90-an berkembang menjadi bisnis yang cukup besar sehingga kemudian Marcella mengajak kerja sama dengan pihak-pihak lain, salah duanya Yosua dan Sosetya, yang diajak untuk merealisasikan buku kedua.


3. Ika Natassa @ikanatassa. Hmm, karena panelis ketiga inilah saya mendaftar untuk ikut serta dan menghadiri diskusi panel ini. Saya sudah sering (baik online maupun offline) menyimak "kuliah" keren Ika Natassa, tapi entahlah, pada setiap kesempatan saya masih selalu dibuat terkesima dengan segala bakat dan pemikiran Ika yang kerap out of the box. Well, untuk tema diskusi panel kali ini, saya merasa presentasi Ika adalah yang paling sesuai dan pas dengan temanya yaitu bagaimana cara menjual ide-ide yang kita miliki. Mendasarkan pada pengalamannya, Ika mengupas tuntas tentang peran sosial media bagi perjalanan karier-nya sebagai penulis kondang tanah air. Dengan gaya penyampaiannya yang lugas serta tak jarang membanyol, suasana menjadi demikian meriah sepanjang paparannya. Jempol banget, deh, buat Ika Natassa dan presentasinya.




4. Ayu @Momalula. Panelis keempat ini merupakan seorang ibu rumah tangga berhijab lebar yang memulai usaha bisnis online-nya melalui brand #UkhtiSally dengan menjual aksesoris kelengkapan busana muslimah terutama hijab sebelum melebarkan sayap bisnisnya dengan beragam cara promosi. Salah satu media promosi yang dipilihnya adalah dengan membuat film pendek bertema islami yang mengangkat isu-isu populer anak muda masa kini yang diunggah ke YouTube.


Secara umum, segmen pertama pada diskusi panel ini memang diisi dengan (sebut saja) success story para panelis. Bagaimana mereka mendapatkan ide, mengembangkannya, menekuninya, hingga akhirnya menjualnya. Jempol dua untuk panitia, karena keempat panelis mempunyai kisah yang berbeda sehingga peserta diskusi yang hadir bisa membuka cakrawala seluas-luasnya tentang bermacam ide yang bisa "dijual". Persamaan dari keempat panelis yang hadir adalah mereka akhirnya sama-sama telah membukukan ide masing-masing.

Secuplik Question and Answer dari diskusi panel ini, silakan simak pada rekaman (low quality) berupa file audio, segmen terakhir.


Check this out on Chirbit

Sebagaimana dirangkumkan oleh MC, ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika mengupayakan "penjualan sebuah ide", yaitu::
1. Kembangkan sesuai passion;
2. Kita tak hanya harus siap sukses, tapi juga siap gagal;
3. Tak ada yang instan, nikmati proses pengembangan ide;
4. Riset itu penting, lakukan!
5. There is nothing new under the sun, jadi memodifikasi ide yang sudah ada itu wajar-wajar saja, kok.

Oiya, saran untuk panitia (atau mungkin kritikan). Selain ruangan yang terlampu bising untuk diskusi panel istimewa, persoalan teknis seperti peralatan presentasi (clicker dan proyektor) serta mik mohon untuk selalu diteliti apakah sudah siap digunakan atau belum. Saya paling bete waktu presentasi @Momalula di mana ketika penayangan video yang menjadi bagian presentasinya agak sedikit kacau.

Itu palingan sih, ya, yang keingetan di saya. Untuk rekaman video (hanya secuplik presentasi Ika Natassa, low quality juga) sedang saya usahakan untuk bisa diunggah ke YouTube. Akan di-update nanti, deh.

Berikut beberapa jepretan sebelum dan sesudah mengikuti diskusi panelnya.


antrean tanda tangan Ika Natassa. wowsaaaa...

banner apps iJak yang sedang populer di kalangan pembaca dan pencinta Perpus

seni instalasi unik di bagian depan
banner MnG cast film Sunshine Becomes You, adaptasi novel metropop berjudul sama karya Ilana Tan

Thursday, November 5, 2015

[#BacaBarengMinjul] On set of... Ivy Bridal #BBM_UnbrokenVow


Halo, tweemans, bagaimana kabar bacaanmu? Buat yang ikut baca bareng minjul edisi novel Amore bertajuk The Unbroken Vow karya Kezia Evi Wiadji, kalian sudah sampai mana? Tetap semangat membaca, ya, soalnya semakin ke tengah konflik dalam kisah rumah tangga Ivy Sutedja dan Ethan Wicaksana ini semakin "panas" dan bikin nagih pengin segera buka halaman-halaman selanjutnya. Ganbatte!


Nah, sembari melanjutkan-baca, yuk sekarang kita ngobrol-ngobrol santai dulu seputar The Unbroken Vow ini. Banyak hal yang bisa kita bahas dari novel ini, tapi untuk saat ini mari kita bahas soal setting lokasi khusus dalam The Unbroken Vow. Jika kalian sudah melewati bab-bab awal, tentunya kalian sudah tahu tentang Ivy Bridal, kan? Belum? Wah, kalian mesti kelewatan bacanya, coba cek lagi di Bab 4.

Ivy Bridal adalah salah satu lokasi khusus yang cukup berpengaruh untuk keseluruhan jalan cerita novel ini. Dari tempat ini terwujud latar belakang profesi dan keseharian Ivy. Bersama rekannya, Hannah, Ivy merintis usaha ini sejak usia 28 tahun dan kini usaha mereka itu sudah menjejak tahun keempat. Ivy Bridal memfokuskan usaha pada perancangan dan penjualan gaun pengantin. Sampai dengan batas bacaan sekarang, saya mendapati kesan bahwa Ivy Bridal hanya melayani perancangan gaun pengantin khusus mempelai wanita.

Secara fisik, tampilan luar Ivy Bridal digambarkan berada di satu kawasan rumah-toko (ruko) berlantai tiga.

source: http://mentessobredotadas.blogspot.co.id

Sedangkan untuk ilustrasi desain interior dan isi ruangan dideskripsikan secara mendetail oleh Evi di Bab 4. Dari pintu masuk, di sudut ruangan terdapat meja resepsionis (penerimaan tamu). Di lantai satu ini juga merupakan area pajang dengan etalase penuh gaun rancangan Ivy (dan Hannah?) yang ditampilkan melalui maneken, termasuk rancangan terbarunya.

source: http://weddingdress-factoryoutlet.co.uk/locations/london.php
Ruangan di lantai satu dilapisi parket berwarna kayu (parket berasal dari istilah berbahasa asing, yaitu: parquette. Parquette berarti menyusun potongan-potongan kayu untuk dijadikan penutup lantai, wikipedia) dengan dinding ber-wallpaper motif klasik warna cokelat muda dengan panel putih di bagian bawahnya. Di beberapa tempat di dindingnya dipasang foto berpigura kuning keemasan yang menampilkan foto-foto gaun pengantin rancangan Ivy.

source: http://www.verawang.com
Naik ke lantai dua, oleh Ivy ruangan ini difungsikan sebagai ruang penyimpanan seluruh gaun pengantin dan aksesori sekaligus ruang fitting. Ruangan dibuat serbaputih berukuran 60 meter persegi dengan pintu kaca sebagai pintu masuknya. Lemari berpintu cermin diletakkan menutupi seluruh dinding dan hanya menyisakan space untuk pintu.

source: http://decorwoo.blogspot.com
Terakhir, kita naik ke lantai tiga yang disekat menjadi dua bagian, ruang kerja pribadinya dan ruang finishing. Pada bagian ruang kerjanya terdapat jendela. Ruang finishing digunakan sesuai namanya yaitu untuk pemberian sentuhan akhir pada gaun rancangannya, seperti menambahkan aksesori semacam payet, renda, kristal, dan sebagainya.

source: http://www.tidyhouse.info
Bagaimana, sudahkah tergambar tempat kerja Ivy? Dari Ivy Bridal inilah keseharian Ivy membentuk karakternya. Pada waktu-waktu sibuk, Ivy bisa menghabiskan waktunya sepanjang hari (bahkan sampai lembur) di Ivy Bridal. Tak jarang Ivy mengontak Ethan untuk menggantikan dirinya untuk menjemput Cindy dari sekolah yang akhirnya menjadi bumerang bagi Ivy sendiri. Ups... kita cuma bahas setting, ya, soal cerita, yuk... kita teruskan-baca novel The Unbroken Vow ini.

Selamat membaca dan berdiskusi, tweemans.

Monday, November 2, 2015

[#BacaBarengMinjul] ...mari membaca bareng The Unbroken Vow karya Kezia Evi Wiadji


"Saat keputusan terasa salah,
akankah terus melangkah?"
---The Unbroken Vow by Kezia Evi Wiadji

Hai, tweemans, senang sekali karena event #BacaBarengMinjul belakangan ini kembali semarak. Setelah sebelumnya kita menyelami kehidupan dewasa muda melalui novel Young Adult berjudul Re-Write karya Emma Grace, kali ini kita beranjak ke kisah yang lebih dewasa yang tersaji melalui novel dari lini Amore berjudul The Unbroken Vow karya Kezia Evi Wiadji. Pada gelaran kali ini, dua peserta #BBM_UnbrokenVow adalah Rahayu di akun Twitter @RiniCipta dan Mukhammad Maimun di akun Twitter @MukhammadMaimun.

Namun, seperti biasa, gelaran #BBM_UnbrokenVow ini tidak hanya bisa diikuti oleh saya, Kezia Evi Wiadji, Rahayu, dan Mukhammad Maimun saja, tweemans sekalian yang sudah punya bukunya tapi belum sempat dibaca, ayo sekalian ikut baca bareng. Pasti enak, kalau bacanya bareng teman, kan? Yang sudah baca bukunya pun bisa lho kalau mau baca ulang atau sekadar berbagi kesan selama merampungkan-baca The Unbroken Vow. Tweemans cukup sertakan tagar #BBM_UnbrokenVow pada setiap tweet yang kalian posting selama periode baca bareng yaitu dari tanggal 2 - 7 November 2015. Nah, buat yang belum punya bukunya tapi ngebet banget pengin baca, mungkin itu pertanda kamu mesti ke toko buku dan beli bukunya (atau kalau enggak, pinjem ke temanmu).

Ayok atuh kita ramaikan #BacaBarengMinjul edisi The Unbroken Vow by Kezia Evi Wiadji ini. Have fun, tweemans. 



Thursday, October 29, 2015

[#BacaBarengMinjul] ...berbincang seru seputar dunia kepenulisan bersama Kezia Evi Wiadji


Setelah minggu lalu kita menyelesaikan #BBM_ReWrite karya Emma Grace, minggu depan, tepatnya tanggal 2 s.d. 7 November 2015 #BacaBarengMinjul akan menghadirkan novel romance kategori dewasa dari lini Amore (Penerbit Gramedia Pustaka Utama) berjudul The Unbroken Vow karya Kezia Evi Wiadji. Nah, sebelum kita seseruan membaca dan mengulas The Unbroken Vow selama satu minggu penuh, yuk kita berbincang-bincang dulu dengan Evi---panggilan kita untuk Kezia Evi Wiadji, seputar dunia kepenulisan yang digelutinya saat ini.


Halo, Evi, selamat datang di www.fiksimetropop.com dan terima kasih atas kesediaan berbincang-bincang bersama @fiksimetropop tentang Evi dan dunia kepenulisan yang Evi geluti saat ini. Sebelumnya boleh dibagi informasi keseharian Evi?
Saya sudah berkeluarga dan bekerja penuh waktu di sebuah bank swasta di Jakarta. Saya dulu kuliah di Yogyakarta, fakultas Ekonomi.  

Wah, dengan kesibukan seperti itu masih sempat menulis?
Menulis lebih banyak saya lakukan di waktu senggang. Semacam reward setelah saya melakukan tugas harian atau bekerja.

Hmm, oke, kalau begitu adakah waktu atau tempat khusus untuk menulis bagi Evi?
Beruntung saya bisa menulis di mana saja dan kapan saja selama ada ponsel. Misalnya ketika menunggu antrean. Tetapi waktu khusus untuk menulis adalah saat pagi di perjalanan ke kantor (saya nebeng teman). Menulis selama di perjalanan menggunakan ponsel (bukan laptop). Tetapi khusus untuk revisi naskah harus menggunakan layar lebih besar (PC atau laptop) dan biasanya di rumah/tempat yang lebih tenang.

Menarik sekali. Tapi, omong-omong, Evi kan sudah berkeluarga, apakah keluarga Evi mendukung penuh karier kepenulisan yang kamu pilih? Apa bentuk dukungan mereka yang menurut Evi paling berarti?
Keluarga dan suami saya ‘senang’ setiap kali buku baru saya terbit sudah merupakan bentuk dukungan paling berarti. Tetapi yang mereka lakukan selama ini ‘lebih dari sekadar senang.’
 
Bolehkah diceritakan, sejak kapan Evi sudah menyukai dunia tulis menulis? Apakah ada dari keluarga yang juga berkecimpung di dunia kepenulisan?
Saya mencoba terjun ke dunia tulis-menulis (secara profesional) mulai Januari 2011. Hmm, sepertinya tidak ada dalam keluarga besar kedua orangtua saya yang berkecimpung di dunia tulis menulis ataupun bidang seni.

Apakah Evi juga mengalami fase kepenulisan dengan mengikuti bermacam lomba penulisan?
Pernah beberapa kali mengikuti lomba menulis. Tapi tidak sering. Biasanya mempertimbangkan tema dan waktu senggang.

Maaf, apakah Kezia Evi Wiadji merupakan nama asli ataukah nama pena?
Nama asli saya Evi Wiadji. Saya hanya menambahkan nama babtis (Kezia) di depan nama saya.

Apakah Evi juga menyukai menulis cerpen atau puisi?
Saya belum bisa menulis puisi. Kalau diminta memilih, saya lebih tertarik menulis novel daripada cerpen. Cerpen hanya sesekali saja. Mengenai cerpen, sudah ada satu buku kumcer saya yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama tahun 2013 berjudul Mamma Mia: Bouquet of Love (berisi 15 kumcer Natal).

Sekarang masuk ke pertanyaan sejuta umat nih, Evi, hehehe… dari mana, sih, biasanya inspirasi Evi peroleh dalam menuliskan sebuah novel?
Untuk saya, inspirasi bisa diperoleh dari mana saja. Dari melihat satu kejadian. Mendengar sebuah berita. Nonton film. Baca. Bahkan dari percakapan dengan teman. Tiba-tiba bisa 'klik', dapat ide kecil. Nanti akan dipikirkan lebih jauh apakah ide kecil ini bisa berpotensi menjadi naskah novel atau hanya untuk cerpen.

Apa novel favorit Evi--termasuk penulis favorit, baik dalam maupun luar negeri?
Hampir semua novel yang ditulis oleh penulis favorit saya plus Tintin.
Kalau soal penulis favorit, dari dalam negeri: Ilana Tan dan Karla M Nashar, sedangkan penulis dari luar negeri: Laura Ingalls Wilder, End Bylton, LaVyrle Spencer, Donna Van Liere, Robyn Carr, Stephenie Meyer, Sherryl Woods, Catherine Anderson, Nicholas Sparks, Lisa Kleypas (banyak juga, ya) saya lebih menyukai novel yang menyinggung atau berlatar belakang ‘keluarga’.

Apakah ada pengaruh yang diberikan oleh penulis favorit tersebut, baik langsung maupun tidak, dalam hal menulis?
Pengaruhnya, saya ingin bisa menulis sebaik dan sekeren mereka.

Terkait novel-novel Evi yang telah diterbitkan Gramedia, kalau tak salah dua novel, ya? berlabel Teenlit dan Amore, apakah itu pilihan Evi atau editor? Boleh diceritakan sedikit tentang label Amore dan Teenlit bagi novel-novel karya Evi?
Selama ini saya menulis tergantung ide yang ada. Dari satu ide, saya hanya berpikir akan dikembangkan untuk pangsa pembaca dewasa atau remaja. Bagi saya, naskah bisa diterbitkan saja (di penerbit mana pun) sudah bersyukur sekali, jadi tidak masalah akan diberi label apa. Untuk naskah The Unbroken Vow lini Amore dan Perfect Scenario lini Teenlit sepenuhnya ditentukan oleh editor.

Mengapa memilih cinta sebagai tema novel-novel Evi?
Sampai saat ini saya suka menulis sesuatu yang 'indah-indah'. Dan yang ‘indah’ ini menurut saya tidak jauh-jauh dari yang namanya ‘cinta’. Meskipun saya pernah juga menulis kisah yang temanya bukan cinta (untuk cerpen dan novela).

Apa sebenarnya arti ‘cinta’ bagi seorang Evi?
Arti cinta bagi saya adalah,
Suatu perasaan yang memicu saya untuk melakukan tindakan berbagi, rela berkorban dan menomersatukan kebahagiaan orang yang saya cintai. Jika orang yang saya cintai bahagia maka saya juga akan turut bahagia.

Apakah tidak takut novelnya dianggap ‘tidak-serius’ karena melulu bertema cinta?
Tentang ‘serius’ dan ‘tidak serius’, menurut saya (mungkin) hanya tergantung dari cara pandang orang atau bisa juga karena selera. Bagi saya tidak masalah orang akan berpendapat novel-novel saya ‘tidak serius’, yang penting saya menulis dengan 'serius'.

Apakah Evi melakukan riset terlebih dahulu dalam menulis ataukah begitu dapat ide langsung menulis?
Riset dilakukan tergantung kebutuhan. Ada yang butuh riset mendalam seperti di The Unbroken Vow. Tapi biasanya, sebelum menulis, saya akan memantapkan lebih dulu: ide, kerangka per-bab, bahan/materi pendukung. Riset termasuk dalam bahan/materi pendukung.

Jika Evi melakukan riset atas novel-novel yang sudah terbit, manakah yang membutuhkan waktu paling lama dalam hal riset?
Pertanyaan ini saya rujuk ke dua novel baru saya di Gramedia Pustaka Utama, ya. Riset paling lama dan mendalam di The Unbroken Vow. Ada beberapa hal yang saya harus persiapkan 'lebih' di sana karena memang naskah itu membutuhkan sentuhan lebih. Kalau di Perfect Scenario, riset tidak sedalam The Unbroken Vow. 

https://www.goodreads.com/book/show/26139169-perfect-scenario

https://www.goodreads.com/book/show/25997053-the-unbroken-vow

Dari semua novel yang sudah terbit, mana yang memberikan kesan paling mendalam bagi Evi pribadi? Mengapa?
Semua buku saya mempunyai kesan secara pribadi. Karena semua buku saya memiliki perjalanan uniknya sendiri-sendiri. Masing-masing mempunyai tantangan tersendiri. Juga membawa kesan tersendiri. Baik saat menggarapnya maupun saat bekerja sama dengan editor yang berbeda-beda. Beda kisah, beda momen, beda event, beda lomba, beda editor, beda penerbit.

Soal karakterisasi, apakah tokoh-tokoh dalam novel Evi murni reka-imajinasi atau ada beberapa yang berasal dari sosok nyata kehidupan keseharian kamu?
Karakteristik tokoh dalam novel saya selama ini murni rekaan. Bisa jadi sosok atau postur atau wajah dari melihat seseorang atau aktor atau artis tertentu, tetapi karakternya akan disesuaikan dengan kebutuhan cerita.

Dari semua tokoh yang sudah dihidupkan, mana yang paling sulit ketika pendalaman karakternya? Mengapa?
Bagi saya, semua karakter mempunyai kesulitan masing-masing. Tetapi untuk karakter di kisah-kisah yang menyedihkan, terutama pertentangan batin, terasa lebih berat. Butuh tenaga lebih untuk menuliskannya. Rasanya tenaga ikut terkuras. Berbeda dengan naskah ceria.

Pernah mengikuti kegiatan workshop kepenulisan/pendidikan formal kepenulisan ataukah menggeluti dunia kepenulisan ini secara otodidak?
Saya belajar menulis secara otodidak. Dari membaca, menonton film, review dari pembaca, masukan editor dan diskusi dengan teman sesama penulis.

Wahh, sudah cukup banyak pertanyaannya, semoga tidak merepotkan. Nah, untuk sekarang sedang sibuk apa? Apakah sedang menulis novel yang akan terbit berikutnya?
Saat ini baru rehat untuk persiapan melanjutkan menulis naskah remaja (mencoba menulis semi fantasy). Kemarin sempat terhenti karena harus merevisi naskah lain. 

Apakah impian terbesar seorang Kezia Evi Wiadji dalam dunia kepenulisan?
Semoga bisa terus berbagi kebahagiaan dan harapan baik melalui berbagai kisah. Semoga bisa menghibur dan menginspirasi pembaca.

Apakah ada keinginan menulis buku non fiksi atau novel di luar tema cinta?
Non fiksi sampai saat ini belum ada keinginan. Sebenarnya saya pernah menulis kisah di luar tema cinta, tapi tidak banyak.

Terakhir, apakah ada yang ingin disampaikan bagi pembaca Indonesia?
Tetap membaca dan jangan membeli buku bajakan.
Terima kasih untuk mas Ijul yang telah berbaik hati memberi kesempatan kepada saya di program #BacaBarengMinjul.
Sukses untuk kita semua.

Sekali lagi, beribu terima kasih saya sampaikan kepada Evi yang telah bersedia menyempatkan untuk berbincang dan berbagi pengalaman menulis dengan @fiksimetropop. Semoga perbincangan ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca. Semoga terus produktif, selamat menulis, Evi.

Akrab disapa Evi, penulis ini tinggal di Serpong. Di sela-sela waktunya sebagai karyawati di sebuah bank swasta di Jakarta, dia mencoba terjun ke dunia tulis-menulis sejak tahun 2011. Dari tangannya telah hadir beberapa buku baik fiksi maupun non fiksi.

Melalui berbagai kisah, penulis mencoba berbagi semangat hidup, inspirasi, dan pesan. Dan seperti keinginannya untuk memuliakan nama Tuhan, dia berusaha melakukan yang terbaik selama Tuhan mempercayakan talenta ini.

Faith makes all thing possible, love makes them easy. (Anonim)

Buku yang telah terbit:
[15] Last Journey (Grasindo Gramedia - soon 2015/Naskah Pilihan Lomba PSA#3)
[14] Perfect Scenario (Gramedia Pustaka Utama - September 2015/Teenlit)
[13] The Unbroken Vow (Gramedia Pustaka Utama - Agustus 2015/Amore]
[12] Maret: Flowers (Grasindo Gramedia - Mar 2015/Monthly Series 3 penulis)
[11] Runaway (Grasindo Gramedia - Des 2014/Novel Inspiratif Natal)
[10] Sweet Winter (Grasindo Gramedia - Agt 2014)
[09] Kimmy Puzzle (Media Pressindo - Mei 2014/Novel Drama Misteri)
[08] I am Yours (BIP Gramedia - Apr 2014/Diikutsertakan ke Frankfurt Book Fair 2015)
[07] You're Invited (Grasindo Gramedia - Apr 2014/Naskah Pilihan Lomba PSA#2)
[06] Hanya Bisa Empat Kali [JIKA AKU MEREKA/Lomba Menulis Kisah Inspiratif] (GagasMedia - Feb 2014)
[05] Second Love [BE MINE/novela 3 penulis] (Media Pressindo - Feb 2014)
[04] Mamma Mia! Bouquet of Love (Gramedia Pustaka Utama - Nov 2013/15 Kumpulan Cerita Pendek Inspiratif Natal)
[03] Till It's Gone (Media Pressindo - Juli 2013)
[02] Love to Love You (Media Pressindo - Nov 2012)
[01] Because of You (Media Pressindo - Juli 2012)