Monday, July 23, 2012

Rina Suryakusuma: Semoga tulisan saya menjangkau hati pembaca, dan memuliakan Tuhan


Hai, metropop.lover, setelah bagian pertama pada artikel yang telah saya posting di awal bulan Juli kemarin lebih banyak mengurai keseharian, awal mula karier kepenulisan sampai dengan liku-liku perjalanan hingga berhasil menembus dunia penerbitan buku, kali ini bagian kedua dan terakhir dari perbincangan saya dengan Penulis Bulan Ini, Rina Suryakusuma, akan diisi dengan cerita seputar proses kreatif dari karya-karyanya, pengaruh dari penulis favorit, hingga harapan masa datang bagi seorang Rina Suryakusuma. Oiya, bagian kedua ini, saya tampilkan dengan gaya tanya-jawab langsung, bukan reportase sebagaimana yang saya tampilkan di bagian pertama, agar lebih dekat dengan penulis pilihan kita ini.


Untuk mengawali obrolan, saya menanyakan sebuah pertanyaan yang oleh Dee (kalau tidak salah ingat) dianggap salah satu pertanyaan paling nggak kreatif yang ditanyakan seseorang kepada penulis, "Dari mana biasanya inspirasi Rina peroleh dalam menuliskan sebuah novel?" Syukurlah, Rina dengan sabar masih mau menjawab pertanyaan klise saya, hehehe...

Rina: Inspirasi bisa datang dari mana saja. Itu pasti jawaban standar yang diberikan oleh para penulis. Tapi jika ditanya, saya juga tidak bisa menjabarkan, dari mana ide ini timbul. Ide ini datang dari kehidupan yang berlangsung dalam diri kita, ataupun mengamati sekitar kita. Bisa dari melihat kehidupan seseorang (Lukisan Keempat), bisa dari melihat betapa mengenaskan hidup anak jalanan (Zoom - Lintas, 2008), bisa saja ide itu datang dari ngobrol dengan pelayan cafe (Postcard From Neverland), bisa dari mendengarkan lagu (novel in progress saya, yang sedang diedit di penerbit). Intinya, ide bisa datang dari mana saja.


Biasanya, seorang penulis top sekalipun tetap memiliki idola, baik penulisnya atau karya-karyanya. Saya juga menanyakan hal tersebut pada Rina. Apakah novel favorit Rina, baik dalam maupun luar negeri?

Rina: Novel favorit saya banyak sekali. Tapi jika hendak dimampatkan dalam beberapa judul, yang merupakan everlasting books buat saya, itu bisa dibilang: Karya Agatha Christie, Laura Ingalls series, Shopaholic series, dan juga buku karangan Barbara Taylor Bradford.

Hmm, menarik. Itu dari buku-buku favorit, bagaimana dengan pengarang favorit?

Rina: Penulis dalam negeri yang sangat saya sukai adalah Marga T - saya tumbuh di era ketika Marga T merajai pasaran novel fiksi di Indonesia, S Mara Gd - penulis ini menemani saya di masa SMA - juga penulis remaja lepas zaman dulu, seperti Arini Suryokusumo dan Yanti Rahardja. Dan zaman sekarang, saya suka Clara Ng, Ilana Tan, Winna Efendi, Ika Natassa, Sitta Karina, dan juga Stephanie Zen.

Penulis luar yang sangat saya sukai adalah Enid Blyton, Agatha Christie, Barbara Taylor Bradford, Laura Ingalls dan untuk penulis sekarang, tentu saya suka JK Rowling dan Sophie Kinsella.

Wow, banyak ya yang disukai oleh Rina, lalu, dari sekian buku dan penulis favorit, apakah ada pengaruhnya bagi Rina dalam menulis?

Rina: Sedikit banyak, pasti ada. Saya belajar tentang family value dalam serial Laura Ingalls, little house series. Saya belajar tentang bagaimana membuat tulisan yang kocak dan jenaka, dari Sophie Kinsella. Saya belajar tentang penggambaran detail yang kaya, dari tulisan Barbara Taylor maupun Ilana Tan. Semua karya yang kita baca, singkatnya, adalah sebuah pembelajaran.


Baiklah kalau begitu, selanjutnya saya ingin tahu lebih banyak tentang karya-karya yang telah dihasilkan oleh Rina Suryakusuma. Saya memulainya dengan menanyakan tentang novel-novel terakhirnya yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Terkait novel-novel Rina yang telah diterbitkan Gramedia sebagian besar adalah berlabel Amore, apakah itu pilihan Rina atau editor? Boleh diceritakan sedikit tentang label Amore bagi novel-novel karya Rina?

Rina: Awalnya, saya menulis tanpa memikirkan pengkotakan, akan dimasukkan genre apakah naskah saya ini oleh editor Gramedia. Dan kemudian dua naskah saya diterima, yaitu Lukisan Keempat dan Postcard From Neverland. Editor yang membantu saya saat itu berkata bahwa naskah ini akan dimasukkan dalam genre baru, yaitu Amore. Mengutip keterangan yang mereka berikan pada saya, amore itu sedikit banyak mirip metropop. Perbedaan signifikan di genre amore adalah: bahasa yang mungkin lebih puitis, kisah cinta yang lebih mendalam (metropop lebih menekankan pada dunia kerja dan pergaulan di kota besar, sementara amore lebih pada perasaan sang tokoh), happy ending yang selalu ada di kisah amore (sedikit berbeda dengan metropop yang bisa saja sad ending - contoh paling nyata: novel karya Ilana Tan), juga biarpun tidak harus, tapi tipis-tebal naskah ini juga menjadi patokan.

Saat ini pun saya sedang mencoba untuk menulis di genre baru. Metropop, adalah salah satu mimpi saya selanjutnya :) Tapi kita lihat saja. Karena sebagai penulis, tugas kita adalah menulis yang terbaik. Masalah pengkotakan genre, saya serahkan pada penerbit. Karena saya percaya, mereka juga memiliki pandangan serta strateginya sendiri.

Wahhh, metropop, saya gembira sekali mendengarnya. Tak sabar menanti kejutan metropop karya Rina Suryakusuma. Baiklah, saya meneruskan pertanyaan, mengapa memilih cinta sebagai tema novel-novel Rina?

Rina: Saya suka kisah romance. Jangan tanya kenapa, tapi sejak dulu, romance is just like my cup of tea. Saya suka membaca fomance, saya suka film romcom (romance comedy). Jadi tulisan ini bisa dibilang, adalah sesuai passion saya yang terdalam.

Wow, baiklah, saya juga penyuka romance, jadi saya tak akan mengungkit lebih dalam, soalnya jika saya ditanya, "mengapa?" saya pun tak tahu harus menjawab apa, apakah kesukaan akan sesuatu selalu harus disertai alasan selain karena suka? Anyway, mari lanjutkan perbincangan. Mumpung lagi bicara romance yang biasanya bertabur cinta-cintaan, saya bertanya, apa makna cinta bagi seorang Rina Suryakusuma?

Rina: Cinta untuk saya, mungkin seperti arti cinta untuk Ivan dan Ally, di buku Jejak Kenangan :) Cinta berarti hubungan yang saling memberi dan menerima (take and give), cinta tidak harus kalah, tapi menyatukan dua hati yang berbeda, tanpa ada pihak yang lebih rendah atau tinggi. Cinta diiringi dengan saling mengalah dan mau saling mengerti, bisa membentuk fondasi yang kuat untuk maju ke step berikutnya :)



Ohhhhhh..... *meleleh*, duhai cintaku, di manakah engkau berada? #ups malah curcol. Lalu, tidak takutkah novelnya dianggap ‘tidak-serius’ karena melulu bicara cinta?

Rina: Saya kembalikan penilaian itu pada pembaca :) Saya sebagai penulis, berusaha memberikan yang terbaik dalam setiap karya yang saya hasilkan. Baik dalam hal tema, cara menulis, konflik bahkan nilai moral yang saya angkat dalam setiap tulisan. Tapi dalam dunia seni ini, we just can't please everybody. Bahkan dalam buku sekelas JK Rowling misalnya, tetap ada yang mengkritik dan tidak menyukai hasil karyanya,. Jika demikian, apalagi novel saya :) Yang jelas, saya menulis sesuai kata hati saya. Dan saya harap saya bisa tetap menyuguhkan yang terbaik dari tulisan saya itu.

Bagaimana cara Rina menghindarkan novel-novel cinta yang Anda tulis tidak jatuh pada jenis novel cinta yang menye-menye?

Rina: Saya menulis, menulis, menulis, dan akhirnya mengendapkannya. Dalam masa pengendapan itu, saya memiliki teman-teman yang saya percaya, untuk menjadi first reader saya. Mereka membaca naskah awal ini. Saya mengendapkannya. Setelah dibaca, mereka akan mengkritiknya, dan percayalah, kadang sadis. Dan setelah beberapa waktu, setelah saya bisa lebih objektif terhadap naskah saya itu, saya membaca ulang, mencoba menjadi orang asing untuk tulisan saya. Jika ada beberapa hal yang jatuh pada hal klise, menurut first reader ataupun diri saya sendiri, saya harus membantai, membongkar, merevisi, mengedit naskah saya itu. Semoga dengan bersikap lebih objektif, 'tidak terlalu sayang' dan menganggap tulisan tanpa cacat, kita bisa menghindarkan diri jatuh pada hal klise, atau menye-menye :)

Hmmm, pelajaran menulis yang sungguh berharga, #notetomyself. Apakah Rina melakukan riset terlebih dahulu dalam menulis ataukah begitu dapat ide langsung menulis? Jika iya, manakah dari novel-novel yang sudah terbit yang membutuhkan waktu paling lama dalam hal riset?

Rina: Biasanya saya pasti riset. Entah dengan googling, atau mungkin mewawancarai teman yang jauh lebih mengerti. Riset yang paling lama, sementara ini, adalah Lullaby.


Nah, jika ditanya lebih jauh, manakah dari novel yang sudah terbit yang membutuhkan waktu paling lama dalam prosesnya (baik dari konsep, riset, produksi, hingga naik cetak)?

Rina: sementara adalah Lullaby. Sejak ditulis, sebelum dikirim ke penerbit sudah saya edit. Setelah dikirim, diharuskan revisi. Memakan waktu cukup lama, saya lupa tepatnya berapa lama, sepertinya kurang lebih satu tahun.

Dari semua novel yang sudah terbit, mana yang memberikan kesan paling mendalam? Mengapa?

Rina: setiap novel yang saya tulis, saya sukai karena semua punya cerita sendiri. Agak sulit untuk saya memilih favorit, karena memang, ketika menulis, saya menyukai ide dan plot setiap naskah.


Soal karakterisasi, apakah tokoh-tokoh dalam novel Rina murni reka-imajinasi atau ada beberapa yang berasal dari sosok nyata kehidupan keseharian Anda?

Rina: kebanyakan adalah imajinasi. Memang ada yang berasal dari sosok nyata, misalnya Natasha di Lukisan Keempat, itu sedikit banyak saya ambil dari teman saya yang bekerja sebagai stewardess Singapore Airlines. Sosoknya dan pekerjaannya, mirip teman saya. Tapi background kisah hidupnya, murni imajinatif.

Dari semua tokoh yang sudah dihidupkan, mana yang paling sulit ketika pendalaman karakternya? Mengapa?

Rina: yang paling sulit mungkin adalah Audy, di Lullaby. Sebagai gadis berusia 24 tahun, hidup Audy cukup kompleks. Saya sulit membayangkan jadi dirinya, yang melihat bayangan terus menerus, yang tidak bisa membedakan yang nyata dan tidak. Rasanya cukup menyeramkan. Dan ketika sulit, saya harus berhenti, riset kembali, membayangkan scene demi scene di otak saya, dan baru menulis kembali.

Baik, sampai dengan saat ini, saya sudah baca Lukisan Keempat dan Lullaby dari novel-novel Rina, yang lain sudah saya miliki tapi belum dibaca. Nah, kalau Lukisan Keempat yang berlatar belakang kehidupan pramugari lalu Lullaby tentang psikologi, itu inspirasi dari mana?

Rina: seperti saya jelaskan, Lukisan Keempat itu sedikit banyak mengambil tokoh teman saya sang pramugari. Tapi kisah hidupnya, fiktif. Setelah sosok Natasha itu ada dalam pikiran saya, tidak sulit membayangkan konflik yang muncul dan menimpa hidupnya. Dimulai dari ayah yang begitu mengecewakannya.

Sementara Audy dalam Lullaby, satu hari, sosok gadis itu muncul begitu saja dalam pikiran saya. gadis yang selalu melihat kembarannya, sementara orang lain tahu, kembaran itu sudah tidak ada. Gadis yang selalu mengajak kembarannya bercanda. Gadis yang menyimpan masa lalu kelam, tapi tidak pernah sadar masa lalu itu ada. Gadis yang dihantui rasa bersalah karena sakit jantung dan perlakuan spesial yang ia terima. Lalu gadis itu lahir dalam sosok Audy.

Boleh diceritakan secara singkat bagaimana proses penulisan keduanya?

Rina: Lukisan Keempat saya tulis kurang lebih dua sampai tiga bulan. Menulis e-mail bolak balik dengan teman saya itu. Riset dan googling tentang pelatihan stewardess. Plotting, menciptakan konflik. Dan akhirnya menulis tentang Natasha Rahadian.

Lullaby agak sedikit lebih lama. Saya membaca tentang artikel psikologi. Saya mencari data tentang penyakit jantung. Saya menggali ingatan saya tentang kantor akuntan, karena saya dulu pernah bekerja di sana. Penulisannya pun memakan waktu yang cukup lama. Awalnya Lullaby menggunakan Point of View (PoV) orang pertama, berganti dari tokoh Audy dan Rose. Kemudian atas saran editor saya, PoV diganti jadi PoV orang ketiga, dan bagian Rose saya hilangkan, kecuali di scene terakhir.

Hmmm, cukup berliku ya perjuangan Rina menuliskan novel-novelnya. Saya jadi malu mengingat calon novel saya yang tak kelar-kelar selalu saya sandarkan pada alasan klasik, "Saya nggak ngerti masalah itu, dan saya nggak bisa menuliskannya tanpa mengalaminya!" Hadehhhh, zaman ada internet dan begitu banyak orang yang bisa dimintai saran, seharusnya saya tak lagi membuat alasan seperti itu yaaa....

Wahh, sudah cukup banyak pertanyaannya, semoga tidak merepotkan. Nah, untuk sekarang sedang sibuk apa?

Rina: Saya sedang merevisi satu naskah, menulis satu naskah juga, dan sedang mencoba untuk berduet dengan satu penulis untuk membuat satu naskah fiksi.

Semoga semua tercapai dan dilancarkan oleh Yang Diatas, ya.
Karena seambisius kita untuk merencanakan langkah kita, sia-sia jika kita tidak berdoa dan mendapat berkat dari Dia :)

#Amiiinnn...

Apakah impian terbesar seorang Rina Suryakusuma dalam dunia kepenulisan?

Rina: sederhana saja. Semoga tulisan saya bisa menjangkau hati banyak pembaca, membawa pada kebaikan, dan terutama, memuliakan Tuhan :)

#Amiiiiinnn....

Apakah ada keinginan menulis buku non fiksi atau novel di luar tema cinta?

Rina: Sementara, belum ada :)

Terakhir, apakah ada yang ingin disampaikan bagi pembaca Indonesia?

Rina: Terimakasih karena sudah begitu bersemangat membaca dan mereview buku, khususnya dalam hal ini, buku saya :) Jangan jemu untuk membaca, karena buku adalah jendela menuju pengetahuan dunia. Buku apa saja, fiksi maupun non fiksi. Buku bisa mengubah pandangan kita - tentu harus ke arah yang lebih baik, ya. Dengan pikiran dan pandangan yang lebih terbuka, kita jadi bisa lebih luas dan semoga juga bijak, dalam memandang dan menyikapi kehidupan dan masalah kita.

Terimakasih juga untuk semua perhatian dan dukungannya selama ini. Tanpa kalian, tanpa para pembaca, saya juga penulis lainnya, juga tidak ada apa-apanya kok :)


Saya, mewakili seluruh teman pembaca, mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Mbak Rina Suryakusuma yang telah meluangkan waktu, menjawab pertanyaaan-pertanyaan saya, dan membagi pengalaman menulis yang begitu luar biasa di tengah kesibukan Mbak Rina yang padat, as a mom, wife, and worker. Salut! Salut! Salut!

Sebagai pembaca, mungkin terdengar egois, tapi selalu mendoakan semoga Mbak Rina tetap produktif menulis dan mempersembahkan karya-karya terbaik bagi kami, para pembaca. Hehehe, dan tentu saja, semoga selalu sukses di karier dan keluarga Mbak Rina. Salam towel pipi buat kedua malaikat kecil-nan-cantiknya yaaaa....

Semoga di lain kesempatan, saya masih diperkenankan meminta waktu untuk berbincang-bincang lagi. Terima kasih.


0 comments:

Post a Comment