Tuesday, July 24, 2012

[Resensi Novel Teenlit] Ask Tinkerbell by Rina Suryakusuma


Tink, bantu masalah cintaku donk, puhleeaaseee...


Judul: Ask Tinkerbell
Pengarang: Rina M. Suryakusuma
Perancang sampul dan ilustrasi: Yenny
Penerbit: LiNTAS
Tebal: iv + 154 hlm
Harga: Rp-
Rilis: Februari 2008 (cet. 1)
ISBN: 978-979-17528-2-4

Sejatinya, Swastika tak pernah bersedia memenuhi permintaan Dylan, tetangga dan sahabat masa kecil yang meminta bantuannya untuk menyelamatkan reputasi majalah sekolah, The Raising Star, yang sedang di ujung tanduk. Bukan karena Swastika tak bisa menulis, dia malah juara satu menulis artikel se-Jakarta, dia hanya tak lagi menaruh simpati pada Dylan, sahabat cowoknya itu sudah lama tidak mengacuhkannya, lalu demi apa Swastika musti membantunya?

Tapi, nyatanya bujukan Dylan tak mudah diabaikan. Maka, resmilah Swastika memerankan Tinkerbell, peri cinta tak kasat mata yang memberikan nasihat-nasihat gokil bagi setiap permasalahan percintaan yang dialami oleh seluruh siswa Pratama High School dalam kolom Ask Tink! pada majalah sekolah The Raising Star. Peran yang awalnya menyenangkan itu lambat laun makin menguras energi Swastika, dia juga sering makan hati. Coba saja dibayangkan, bagaimana perasaan Swastika ketika mendapati sepucuk surat cinta dari cowok yang menaksirnya yang selama ini tidak pernah ia bayangkan. Tuh, apa coba jawaban yang benar yang musti dia berikan buat cowok itu?

Simak liku-liku Swastika dalam menjalani perannya sebagai peri cinta yang akhirnya pusing tujuh keliling menerima problematika siswa-siswi SMU dalam novel debutan Pengarang Bulan Juli 2012, Rina Suryakusuma, Ask Tinkerbell berikut ini.


Hmm, saya baru tahu bahwa novel ini merupakan karya Rina Suryakusuma setelah blog metropop.lover memilihnya sebagai Pengarang Bulan Ini dan segera mengumpulkan pelbagai informasi tentang karya Rina. Beruntung, meskipun novel ini terhitung langka karena sudah terbit sejak lama, sebuah pameran buku di Jakarta mempertemukan saya dengan novel ini. Voila...saya membacanya dan saya suka novel ini.

Novel ini ditulis pada tahun 2008, sewaktu teen lit sedang booming di Indonesia. Dan, novel ini dibuat dalam nuansa cinta remaja yang begitu kental. Setting SMU Pratama Jakarta dengan segala pernik-perniknya begitu gemerlap. Namun demikian, karena saya baru membacanya belakangan, nuansanya menjadi biasa-biasa saja karena gemerlap cinta putih abu-abu itu sudah terlampau sering ditampilkan, baik dalam buku maupun dalam film televisi. Untung saja, gaya menulis, plot, dan konflik yang diciptakan Rina begitu hidup sehingga memberikan warna-warni cerita remaja yang menggelora.

Sejujurnya saya begitu terpikat dengan novel ini karena satu sebab subjektif, saya pernah ingin membuat novel dengan tokoh pengasuh kolom gosip di majalah dinding sekolah. Hahaha. Saya memang begini, terkadang begitu mudah jatuh suka pada novel yang saya impikan saya tulis. Semisal novel Say No To Love-nya Wiwien Wintarto yang menghadirkan karakter-karakter protagonis, minus tokoh antagonis, saya juga ingin menulis sebuah novel tanpa tokoh antagonis karena saya beranggapan, sebenarnya manusia dilahirkan sebagai orang baik dan semua bisa menjadi orang baik. Nah, malah curcol lagi.

Membaca novel debutannya ini, saya menjadi tahu mengapa saya menyukai gaya menulis Rina. Dari awal, Rina telah piawai meracik kata. Meskipun sederhana, namun memiliki makna yang cukup dalam. Saya suka. Selain itu, dari segi plot, karakter, dan rupa-rupa konflik untuk menjalin adegan per adegannya cukup memadai meskipun untuk beberapa hal, pergantian bagian antartokoh pada novel masih ini terasa belum begitu mulus. Misalnya dalam suatu adegan Swastika-Dylan, dengan PoV orang ketiga, adegan diceritakan bergantian dari sisi keduanya yang bagi saya terkadang membutuhkan sedikit konsentrasi untuk memahami dari sisi siapa bagian tersebut sedang dikisahkan.

Satu lagi yang agak mengganggu adalah 'adanya-sedikit-kemiripan-adegan' antara salah satu bagian dalam novel ini dengan bagian pada novel Me vs High Heels karya Maria Ardelia, yang adegan si tokoh utama dipermalukan sama gebetannya di pesta ulang tahun itu (kalau tidak salah) hampir mirip dengan adegan yang dialami Swastika di pesta valentine sekolahannya. Tapi, saya sih dengan sangat antusias menyarankan agar novel ini bisa di retouch lalu diterbitkan-ulang. Jika benar dapat kesempatan untuk terbit-ulang, adegan itu adalah salah satu adegan yang saya sarankan untuk diganti dengan adegan lain. Karena sangat berpotensi 'mirip' dengan Me vs High Heels, meskipun tak ada unsur sama-menyamain, tapi bagi yang sudah membaca kedua novel ini pasti merasa deh.

Hmm, soal typo, hahaha, saya tak menandai, tapi novel ini memang kebanjiran typo. Tambahan saran, jika memang akan terbit-ulang, mohon dipastikan untuk menjadikannya bebas-typo. Plus, sebaiknya mengikuti kaidah EYD, cetak miring untuk istilah bahasa asing, mengingat cukup banyak istilah dalam bahasa Inggris dalam novel ini (yang tidak dimiringkan).

Selebihnya saya suka. Dari awal, saya menebak bahwa Swastika paling-paling ujungnya akan dipasangkan sama Dylan. Resep standar, kan, awal-awal bertengkar ujung-ujungnya jadi mesra. Ternyata...saya ketipu, huhuhu. Di tengah-tengah cerita sih, sudah dipastikan siapa pangeran yang ditakdirkan untuk menggaet Swastika, dan saya setuju dengan pilihan yang diberikan sang penulis kepada Swastika, hahaha.

Baiklah, overall 3,5 bintang dari skala 5 bintang saya berikan untuk novel teen lit ini. Sekali lagi, biarpun tema dan setting-nya biasa dan klise, namun eksekusi yang dilakukan Rina cukup apik sehingga saya tetap enjoy membaca novel ini hingga tuntas.

Selamat membaca, kawan!

0 comments:

Post a Comment