Showing posts with label Orizuka. Show all posts
Showing posts with label Orizuka. Show all posts

Tuesday, June 30, 2015

[GIVEAWAY] Pengumuman Pemenang Giveaway Novel The Chronicles of Audy 4/4 by Orizuka


Sebelumnya saya sampaikan banyak terima kasih kepada seluruh tweemans yang sudah berkenan ikut berbagi rasa dan kesan-kesannya tentang novel serial remaja kronik Audy karya Orizuka terbitan Penerbit Haru. Semoga kesan-kesannya bisa tersampaikan baik ke Orizuka maupun Penerbit Haru, ya, sehingga paling tidak bisa jadi pemicu semangat untuk terus menerbitkan karya-karya lokal yang seru. Apalagi buku keempat kronik Audy sudah dijadwalkan rilis tahun depan. Semangaaattt!!!


Baik, tanpa berpanjang kata, kita langsung ke pemilihan pemenang giveaway satu eksemplar novel Audy episode 4/4-nya, ya. Karena kemarin menggunakan pertanyaan terbuka, tidak ada benar dan salah menyoal pendapat kalian tentang novel serial Audy ini, maka beberapa jawaban paling "beda" saya pilih secara subjektif, lalu saya pilih kembali secara random dengan diundi. Dan, yang terpilih sebagai pemenang giveaway kali ini adalah...

 

Selamat untuk Esa, kamu berhak mendapatkan satu eksemplar novel The Chronicles of Audy: 4/4 by Orizuka persembahan dari Penerbit Haru. Nanti akan saya hubungi via DM Twitter atau Email, ya. Untuk tweemans yang lain, tetap semangat yaaa.... Jika memang ada kelonggaran dana, yuk dibeli novel seri ketiga dari kronik hidup Audy ini. Atau meminjam di perpustakaan atau taman baca atau teman yang sudah dibeli juga boleh, yang penting baca buku ini, hehehe... *maksa

Sampai bertemu di kuis atau giveaway lainnya, ya...

Saturday, June 20, 2015

[Curhat & Giveaway] Pengalaman Menyunting The Chronicles of Audy: 4/4 by Orizuka



Nama Orizuka sudah bolak-balik terdengar di kuping saya sejak awal saya menyukai membaca novel-novel bertema romance dan remaja. Namun, saat itu, saya keburu tertuju hanya pada lini Teenlit dan Metropop pada sebuah penerbit dan Orizuka (setahu saya) belum pernah menerbitkan novel untuk kedua lini tersebut. Namun, secara perlahan saya membeli dan mengumpulkan novel-novel karyanya, meskipun belum dibaca juga.

Pengalaman pertama saya membaca tulisan Orizuka adalah novella berjudul Sunrise bersama novella yang ditulis Christian Simamora berjudul Cinderella Rockefella yang termasuk dalam seri GagasDuet, dalam buku With You. Secara saya menyukai jenis tulisan yang lincah nan menggemaskan, maka waktu itu pesona tulisan Orizuka saya rasakan tertutupi pesona tulisan Christian yang lincah dan witty. Jadilah saya kurang bersemangat (lagi) untuk memulai membaca karya-karya Orizuka. Hingga, mau tak mau, saya membaca salah satu karyanya.

Lebih tepatnya lagi "calon" karya terbarunya di tahun 2013 ketika saya menerima tawaran menjadi pemeriksa aksara (proofreader) novel The Chronicles of Audy: 4R terbitan Penerbit Haru. Dan, pengalaman memeriksa aksara untuk novel itu menjadi pengalaman paling mengesankan sebagai seorang proofreader, sejauh ini. Biasanya, saya akan melakukan minimal dua kali pengecekan naskah. Dan, biasanya juga saya butuh minimal sehari-dua hari untuk pengecekan pertama. Sedangkan ketika mengecek pada kesempatan pertama untuk naskah Audy ini, saya hanya membutuhkan waktu tak kurang dari 3 jam. Yap, TIGA jam! Selain karena gaya penulisan dan hasil suntingan yang sangat rapi, cerita Audy-nya sendiri membius saya sejak lembar halaman pertama. Bayangan muram Sunrise tak membekas sama sekali. Di Audy buku #1 itu, saya menemukan Orizuka yang berbeda. Orizuka yang lincah, manis, sekaligus trengginas.

foto dari http://orizuka.tumblr.com/
Maka, sejak saat itu saya menunggu tawaran untuk ikut menangani naskah-naskah Orizuka lagi. Sayangnya, dikarenakan satu dan lain hal, saya harus menolak tawaran memeriksa aksara untuk buku kedua Audy bertajuk The Chronicles of Audy: 21. Bersyukur, saya kembali ditawari Penerbit Haru untuk membantu menangani kisah Audy buku ketiga (buku terakhir? tanya Orizuka langsung, yaaa...hehehe) bertajuk The Chronicles of Audy: 4/4. Dikarenakan posisi penyunting langganan untuk Audy sedang berhalangan, Penerbit Haru justru menawari saya untuk menyunting naskah ini. Saya yang biasanya berperan sebagai pemeriksa aksara sekaligus penyumbang saran hasil suntingan, langsung shock. Saya speechless. Bukan apa-apa. Naskah ini sudah ditunggu oleh banyak pembaca di luar sana, dengan ekspektasi yang luar biasa tinggi. Saya hanya merasa tidak berkompeten menyunting naskah ini. Tapi, karena Penerbit Haru memberikan suntikan keyakinan, pada akhirnya saya memantapkan diri untuk menerima tawaran ini.

Tawaran yang kemudian antara saya syukuri dan saya sesali. Eh, maksudnya? Ehmm, untuk orang seperti saya yang bermimpi bekerja di dunia perbukuan, tawaran untuk menyunting atau mengedit naskah merupakan mimpi yang menjadi kenyataan. Menurut saya, editor menjadi orang kedua yang bertanggung jawab penuh atas bagus-jeleknya sebuah naskah. Syukur saya panjatkan karena diberi kesempatan menyunting salah satu naskah dari seorang penulis produktif Indonesia yang novel-novelnya selalu ditunggu para penggemarnya. Namun, terselip juga sesal karena senyatanya saya memang merasa kurang bisa memberikan sentuhan pada naskah ini. Bukan karena naskah ini buruk, tapi justru sebaliknya, naskah ini begitu rapi dengan alur dan adegan yang menurut saya sudah pas. Saya sampai "bersemedi" sementara waktu untuk memutar otak, mencari ide bagaimana menambahkan bumbu-bumbu penyedap untuk membuat naskah ini kian lengkap. Dan, saya tetap mati kutu. Sebagai pribadi dan editor, saya sangat puas dengan naskah ini dan pada akhirnya hanya menyentuh bagian-bagian yang menurut saya perlu disentuh.


Dan... editor kan juga manusia, ya? Penyunting juga pembaca yang bisa ikut larut selama proses penyuntingan. Buat yang sudah baca novel ini, tentu bisa paham, ya, bahwa ada beberapa bagian yang jika dinikmati benar-benar bisa bikin air mata turun dengan sendirinya.


Saya tak bisa memungkiri bahwa ada masanya saya mesti menyambar selembar tisu di nakas dan mengelap mata yang mendadak basah. Tapi, ada masanya juga saya terbahak tanpa bisa dicegah ataupun nyengir keki ketika mendapati adegan romantis yang... khas Audy sekali. Ini contohnya:


Lihat saja, tak banyak catatan yang bisa saya berikan. Di bagian ini saya benar-benar dibuat terkikik-kikik tak keruan. Mana saya kan juga penggemar Cinta dan Rangga dalam film "Ada Apa Dengan Cinta" yang melegenda itu. 

Tentu saja, saya berusaha semampunya untuk --lagi-lagi-- mencoba memenuhi ekspektasi readerizuka yang sudah menantikan novel ini. Jikalau masih ada lubang di sana-sini yang membuat pembaca gagal mendapati apa yang diharapkannya, saya bersedia ikut disalahkan. Toh, sebagai seorang penyunting sudah seyogianya saya mampu memberikan saran-saran perbaikan yang lebih banyak lagi pada naskah ini.


Namun demikian, saya tetap menyatakan bahwa The Chronicles of Audy: 4/4 yang sudah bertransformasi menjadi novel fisik yang mulai beredar bulan Juni 2015 ini adalah karya bagus lainnya dari Orizuka. Terkhusus untuk pembaca setia kronik Audy, tentu saja sangat sayang sekali jika melewatkan novel ini begitu saja. Bacalah, bacalah, dan bacalah. Ada banyak perspektif baru dari masing-masing tokoh di novel ini yang bisa kita jadikan contoh dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Selamat membaca, tweemans.


Okeh, itu tadi sesi curhat saya yang ketiban durian runtuh ditawari menjadi penyunting buku ketiga serial Audy karya Orizuka. Nah, sekarang saatnya giveaway. Ada satu eksemplar novel The Chronicles of Audy: 4/4 buat tweemans yang beruntung. Cara ikutan giveaway-nya gampang, kok. Cukup jawab pertanyaan di bawah ini, langsung di kolom komentar disertai akun Twitter (jika ada) dan alamat Email yang bisa dihubungi untuk konfirmasi hadiah.


Jawaban kamu ditunggu paling lambat hari Sabtu, 27 Juni 2015, pukul 23.59 WIB. Satu orang tweeman yang beruntung akan mendapat satu eksemplar novel The Chronicles of Audy: 4/4 karya Orizuka hasil suntingan saya ini. Ditunggu, ya.

Friday, August 29, 2014

[Posting Bareng BBI] The Chronicles of Audy: 21 by Orizuka


Pekerjaan CINTA...
Hai. Namaku Audy.
Umurku masih 22 tahun.
Hidupku tadinya biasa-biasa saja,
sampai aku memutuskan untuk bekerja di rumah 4R.

Aku sempat berhenti, tapi mereka berhasil membujukku untuk kembali setelah memberiku titel baru: "bagian dari keluarga".

Di saat aku merasa semakin akrab dengan mereka,
pada suatu siang,
salah seorang dari mereka mengungkapkan perasaannya kepadaku.

Aku tidak tahu harus bagaimana!

Lalu, seolah itu belum cukup mengagetkan,
terjadi sesuatu yang tidak pernah terpikirkan siapa pun.

Ini, adalah kronik dari kehidupanku yang semakin ribet.

Kronik dari seorang Audy.


Pengarang: Orizuka
Penyunting: Tia Widiana
Proofreader: NyiBlo
Penerbit: Haru
Tebal: 308 hlm
Harga: Rp57.000
Rilis: Juli 2014
ISBN:9786027742376

Seperti halnya penggemar Audy dan empat cowok keren hasil rekaan Orizuka: Regan, Romeo, Rex, dan Rafael yang ngehits lewat novel remaja The Chronicles of Audy: 4R, saya pun tak sabar menantikan kelanjutan kronik hidup Audy yang penuh warna. Selepas pontang-panting menjadi babysittersekaligus asisten rumah tangga karena mesti mendapatkan uang untuk biaya kuliah (yang tinggal skripsi), apa lagi yang bakal terjadi pada Audy? Dan apa pula yang akan terjadi pada 4R? Itulah yang kami—saya—tunggu-tunggu jawabannya.  Syukurlah, akhirnya buku kedua dari serial menggemaskan karya Orizuka ini diterbitkan juga oleh Penerbit Haru.

Satu kata: BAGUS!

Saya makin kepincut dengan gaya menulis Orizuka yang lincah campur kocak campur manis campur romantis campur haru ini. Well, ketika kali pertama mencicipi buah imajinasi Orizuka lewat novella duet With You bareng Christian Simamora, saya merasa tulisan Orizuka ‘kalah-telak’ di sana. Wait, ini penilaian subjektif saya, tentu saja. Semua kembali ke selera masing-masing. Banyak, kok, teman saya yang malah lebih suka cerita Orizuka di situ. Tapi, buat saya, tema dan gaya bercerita yang lincah dari Christian Simamora lebih menyedot perhatian ketimbang kisah sedih bin mellow Orizuka di situ. Again, ini soal selera, kok.

Nyatanya, dua kali saya membaca kronik hidup Audy, dua kali itu juga saya jatuh cinta pada gaya menulis Orizuka. Mungkin, setelah ini saya akan mengusahakan untuk membaca tulisan-tulisan Orizuka yang lain, secara saya pun sebenarnya sudah mengoleksi beberapa novel karya Orizuka.

Khusus untuk #Audy21 ini, saya menyukai dari awal hingga akhir. Oke, jujur, jika dibandingkan dengan buku pertamanya, #Audy4R, saya memang sedikit lebih menyukai buku pertamanya. Entahlah, mungkin karena di buku pertama saya masih asing pada cerita dan tokoh-tokoh yang ada, sehingga ketika menjumpai mereka saya kaget-bahagia dan tergelitik untuk menyimak runutan kisah demi kisah. Sedangkan untuk #Audy21 ini saya memang lebih mementingkan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya di atas. Apa yang terjadi pada Audy dan 4R? Lalu, secuil clue yang ada di sinopsisnya makin membuat saya penasaran namun juga dengan gusar menyimpulkan bahwa di #Audy21 ini mungkin kisahnya hanya akan berputar di urusan itu saja. Saya lalu mulai menebak-nebak, dari keempat cowok berinisial R itu manakah yang berani menyatakan perasaannya pada Audy? Saya pribadi mendukung Romeo atau Rex, sih. 

gambar dari: http://m.123rf.com
Satu keputusan bagus yang diambil Ori adalah tidak terburu-buru soal waktu. Yeah, jarak kejadian cerita antara buku pertama dan buku kedua tidak terlampau jauh, ini cukup bagus untuk menjaga pace dari adegan-adegan yang mungkin berulang, misalnya adegan antar-jemput Rafael, memasak, membersihkan rumah, mencuci, dan lain sebagainya. Dengan rentang waktu yang pendek itu, kegiatan harian Audy cukup realketika ia digambarkan masih merasa bosan atau terbebani.

Juga soal permainan cinta yang mulai menghiasi perjalanan ‘karier’ Audy di rumah 4R, tidak dibuat tiba-tiba. Ori berhasil menuntun saya untuk memahami—dan memaklumi—pada salah satu cowok R yang akhirnya menyatakan perasaannya. Saya ikut larut dalam proses tumbuh-kembang rasa itu. Oh, tentu saja, ada ganjalan-ganjalan tertentu soal mengapa Audy yang sebentar lagi lulus kuliah itu masih juga terlalu culun. Lebih ke gemas, sih, selama membaca bagian-bagian ketika Audy masih meragukan dirinya sendiri. Paling tidak, saya berharap pada sosok calon sarjana ada sisi tegasnya juga. Saya jadi ikutan menyetujui pendapat seorang teman soal pendidikan tinggi di Indonesia. Lhakalau kelakuan sarjana atau calon sarjananya masih labil begitu, mau bagaimana masa depannya nanti? #eaaa #curcol

gambar dari: http://imperfectspirituality.com
Semua unsur yang ada di buku pertama: kocak, romantis, haru, sederhana tapi dalam, masih ada di #Audy21. Terkhusus Rafael atau R4 masih tetap menjadi tokoh favorit. Pada dasarnya saya memang suka cerita yang mengharukan atau sebaliknya kocak kebablasan, maka tak ayal saya menyukai Rafael yang selalu menghadirkan bagian-bagian mengharukan di beberapa tempat dan Romeo yang kelakuannya bikin saya meringis geli.

“Kamu terlalu luas untuk dijelaskan secara singkat (hlm. 292). Kamu adalah entitas yang jadi kelemahan sekaligus kekuatanku; yang membuatku merasa lebih hidup (hlm. 294).”

Dari segi cetakan teknisnya sendiri juga sangat bagus. Saya hanya menemukan tak lebih dari empat atau lima kesalahan ketik. No problem banget itu, ya. Nggak bakal ganggu kenikmatan membaca kisah ini. Pun, saya menyukai kalimat demi kalimatnya. Hampir secara keseluruhannya dalam takaran yang pas.

Pada akhirnya, tak banyak yang saya komplain dari novel ini. Meskipun, sekali lagi, saya lebih menyukai #Audy4R namun secara umum saya tetap menyukai #Audy21. Kalau sudah begini saya cuma bisa bilang, sampai Orizuka-nya sendiri menyerah dan tak lagi menyajikan kronik-kronik hidup Audy lainnya, saya akan dengan setia menanti kelanjutan kisah Audy sampai kapan pun. Mungkin bahkan setelah Audy dan –sensor—menikah dan punya anak, saya akan tetap bersedia membeli dan membaca kisahnya. Thank you, Orizuka, liku-liku kehidupan Audy sungguh membuat saya jatuh cinta. Well done!

Bagian terpenting yang saya tangkap:

“Kamu (Audy) adalah seseorang yang bisa membuktikan, kalau keluarga itu bukan hanya orang-orang yang dihubungkan dokumen. Kamu adalah orang yang dengan ikhlas melakukan hal-hal yang hanya bisa keluarga lakukan, dan itulah kenapa, kamu adalah bagian dari keluarga ini.”
(hlm. 284)

Buat yang belum baca, ayo, enggak usah ragu, buku ini jaminan, deh. Meskipun bisa dibaca terpisah, ada baiknya baca The Chronicles of Audy: 4R terlebih dahulu agar setiap kepingan puzzlekehidupan Audy bisa kamu rasai sehingga kamu lebih asyik membuka lembar demi lembar The Chronicles of Audy: 21 ini. Selamat membawa, tweemans!

My rating: 4 out of 5 star.

Resensi ini diikutkan dalam posting bareng (PosBar) Blogger Buku Indonesia Agustus 2014 untuk tema Buku Baru Indonesia yang terbit tahun 2014. 

Thursday, September 13, 2012

[Resensi Novel Romance] With You by Christian Simamora dan Orizuka


Sehari bersamamu, cukuplah bagiku...

365 hari dalam setahun,
24 jam dalam sehari.

Di antara semua waktu yang kita punya,
kau sengaja memilih hari itu.

keluar dari mimpi indah,
lalu hadir dalam hidupku...

sebagai cinta yang selama ini aku tunggu.

WITH YOU adalah Gagas Duet, novella dari dua penulis GagasMedia: Christian Simamora dan Orizuka. Keduanya mempersembahkan dua cerita cinta yang menemukan takdirnya dalam satu hari saja.

Judul: With You (Sehari Bersamamu)
Pengarang: Christian Simamora dan Orizuka
Editor: Alit Tisna Palupi
Proofreader: Gita Romadhona
Pewajah sampul: Dwi Anissa Anindhika
Penerbit: Gagas Media (Gagas Duet)
Tebal: xviii + 298 hlm
Harga: Rp50.000
Rilis: Juni 2012
ISBN: 9789797805739
http://www.goodreads.com/book/show/15713938-with-you

Apa yang bisa terjadi dalam hitungan beberapa jam? Dua orang yang baru saja berjumpa di suatu waktu, mungkinkah punya kesempatan untuk mengenal lebih dekat dan bahkan menyelami hati satu sama lain secara lebih mendalam? Atau, dua hati yang telah memutuskan tak lagi bersama, dapatkah kembali menyatu ketika secara tak terduga dipertemukan kembali? Itulah dua penggal kisah, dari dua tokoh yang saling berhubungan dalam novel bertajuk With You karya Christian Simamora dan Orizuka yang tergabung dalam proyek Gagas Duet oleh Penerbit Gagas Media.

Bagi saya, dua penulis ini begitu populer dan telah memiliki fan base yang cukup besar. Dua karya terdahulu Chris, Pillow Talk dan Good Fight, telah rampung saya baca sehingga paling tidak saya sudah bisa merasai bagaimana gaya berceritanya. Sementara itu, saya belum pernah membaca satu pun karya Orizuka....*mendadak hening* #eh.enggak.ding.ini.perasaan.saya.aja....... Meskipun beberapa bukunya sudah dengan manisnya tertumpuk di lemari buku, Fate-Our Story-Best Friend Forever-The Truth About Forever, saya belum juga membacanya. Maka, penggalan kisah yang ditulis Ori di novel ini adalah icip-icip pertama saya pada gaya menulisnya.

Keduanya memiliki gaya bercerita yang begitu berbeda. Mungkin, memang dari sinilah ide Gagas Duet itu hadir, menyatukan dua penulis berbeda gaya dalam satu rangkaian cerita di mana kedua penulis tetap dibebaskan menggunakan gaya masing-masing. Mungkin, itu menurut saya!

Cinderella jadi model...



Ketimbang Pillow Talk atau Good Fight, saya jatuh suka pada Cinderella Rockefella, instantly. Entahlah. Saya merasa Chris berhasil membuat satu cangkir kopi yang begitu nikmat di sini. Gaya menulisnya tetap ceplas-ceplos dengan selipan frasa khas pergaulan metropolitan yang fashionable. Berkisah tentang Cinderella “Cindy” Tan – Jeremiah “Jere” Fransiskus Atmadjaputra, dua model yang dibooking dalam satu sesi pemotretan yang kemudian saling menaruh rasa. Dan, melalui satu makan malam sederhana namun luar biasa keduanya lantas tak lagi bisa menyangkal bahwa ada beribu kupu-kupu yang bermain di perut masing-masing.

Namun, apakah sudah sebegitu saja? Garis besarnya, iya. Namun, untuk menuju penyatuan rasa kedua tokoh, kita disuguhi flash back story dan gelenyar rasa masing-masing selama waktu persuaan itu. Bagi kalian yang menyukai suasana romantis, siap-siap terletup-letup deh. Awas juga kena serangan demam, panas-dingin nggak keruan ketika merunuti jam demi jam percakapan kedua tokoh yang merupakan ungkapan kekaguman tertahan satu sama lain.
Pernah nggak sengaja ketumpahan air panas?

Cindy menyentuh permukaan bibirnya dengan ujung jari. Masih nggak percaya Jere mencium bibirnya barusan. Seperti kulit yang terasa nyeri karena air panas, rasa bibir cowok itu di bibirnya menyengat dan meninggalkan kesan yang tak bisa dilupakan begitu saja. (hlm. 118)
Jika kamu sudah membaca dua novel Chris terdahulu yang saya sebut di atas, kamu pasti sudah langsung ngeh bahwa tokoh dan setting lokasi dalam novella Cinderella Rockefella ini masih agak nyambung. Sayang sekali, saya melupakan detailnya. Apakah Cindy-Jere ini adalah model dalam pemotretan yang dilakukan Jet-Tere di Good Fight.

Balik ke alasan mengapa saya lebih suka novella ini adalah karena tidak mengumbar sensualitas yang berlebihan. Saya masih ingat ketika membaca Pillow Talk saya tak bisa menahan heran akan banyaknya adegan mandi ...*doeng*...lalu di Good Fight, malah ada adegan mandi sambil....*you know what*....*doeng lagi*....nggak papa juga sih, namanya juga novel untuk dewasa dan dewasa muda, jadi wajar saja. Dan alasan terkait hal ini murni subjektivitas saya belaka. Semua tergantung selera masing-masing, kan?

Pesona Karimunjawa...

Wahhh, setting lokasinya bikin mupeng nih. Saya sudah sangat ingin ke sana, tapi belum kesampaian juga. Hikz.


Setelah membaca romantisme Cinderella Rockefella yang berombak, menikmati romantisme Sunrise karya Orizuka itu ibarat menikmati perguliran mentari pagi. Perlahan. Hening. Syahdu. Mendayu. Melankolis. Serupa air danau yang beriak kecil. Tenang namun menghanyutkan.

Lyla “Lyla” Andhara Johan dan Arjuna “Juna” Taslim baru saja putus setelah menjalin kasih semenjak mereka masih remaja tanggung berseragam putih abu-abu. Lyla yang dirundung masalah keluarga tersentuh pada hal-hal kecil yang dilakukan Juna, sedangkan Juna menyukai keunikan Lyla yang berbeda dari cewek SMA kebanyakan. Namun, seiring bergulirnya waktu, ada yang berbeda di antara keduanya. Celah kecil melebar jadi jurang yang merenggangkan hubungan. Ditambah lagi, tidak adanya komunikasi terbuka yang jujur dan tulus dari keduanya sehingga kata putus pun terucap. Lyla terguncang. Bagaimana dengan Juna?

Dalam suatu waktu ketika mereka masih memadu kasih, Lyla-Juna sempat berangan mengunjungi Karimunjawa berdua, namun hal tersebut tak pernah terlaksana. Kini, Lyla memutuskan untuk backpacking ke Karimunjawa sebagai refreshing. Lalu siapa sangka jika ketika hendak menikmati keindahan pulau di utara kota Jepara itu, ia justru dipertemukan dengan Juna yang juga sedang di sana bersama teman-teman klub selamnya. Keduanya tak menyangkal, gejolak itu masih ada. Menggetarkan ruang-ruang terdalam di bilik hati masing-masing. Pun ketika sesosok Fadhil, cowok pemandu selam di Karimunjawa, begitu dekat dengan Lyla, kecanggungan Lyla-Juna membawa pada kenyataan tak terbantahkan. Mereka masih saling menyayangi.

Komunikasi adalah salah satu unsur terpenting dalam suatu hubungan. Saya bukan ahli, namun sempat pula merasakan betapa komunikasi bisa menentukan harmonis tidaknya suatu hubungan. Sedikit saja lupa menelepon atau sms [status: LDR] bisa-bisa “si dia” disambar orang. Pada kasus Lyla-Juna, ada sesuatu yang urung terucap, sehingga keduanya hanya memainkan perasaan sepihak. Merasa ini-itu, tapi apakah benar perasaan itu, mereka tak pernah mengonfrontasinya.
“Matahari terbit itu awal dari hari baru.” Lyla kembali menatap ke arah matahari. “Matahari terbit memberi kesempatan untuk mulai semuanya dari awal.” (hlm. 258)
Rahasia-rahasia yang tertutup rapat di peti hati Lyla-Juna serasa berhamburan di antara sepoi angin Karimunjawa. Menguak segala teka-teki yang selama ini hanya berdenting di hati masing-masing. Lalu, apakah masih ada kesempatan bagi mereka untuk merenda kasih untuk kedua kalinya? Simak apa dan bagaimana keputusan hati itu dibuat dalam novella bertajuk Sunrise karya Orizuka ini.

Setiap dengar kata sunrise, saya pasti teringat duet maut Ethan Hawke dan Julie Delpy di film Before Sunrise (dan Before Sunset) ini:


Overall, saya suka gagas duet pertama yang saya baca ini. Well, nama kedua penulisnya sendiri sudah menjadi jaminan. Sesuai harapan saya sejak mula. Meski terlihat begitu kontras, bicara fashion lalu nyemplung ke laut, justru mengingatkan saya akan kekuatan masing-masing yang bisa memadu dalam dua jalinan yang saling bertautan namun tak sama. Saya juga happy, sedikit typo saja yang tersebar di sana-sini.

Mengingat ini baru satu judul gagas duet yang saya baca, saya tak akan menyimpulkan apakah memang itu tujuan yang ingin dicapai dari proyek ini, sebagaimana saya kemukakan di awal resensi ini. Target berikutnya saya ingin mencoba membaca Truth or Dare yang ditulis bersama oleh Winna Efendi dan Yoana Dianika serta Kala Kali yang ditulis bersama oleh Windy Ariestanty dan Valiant "Vabyo" Budi.

Selamat membaca, kawan!

My rating:



Foto: dari berbagai sumber