Tuesday, September 9, 2014

[Top Ten Tuesday] Sepuluh pengarang atau novel metropop yang kurang mendapat apresiasi


The Broke and the Bookish original title: Top Ten Underrated Authors or Books in X genre. 


Agak berat juga topik Top Ten Tuesday hari ini. Saya pun mulai berpikir keras mengais informasi tentang sepuluh pengarang atau buku dalam lini metropop yang sebenarnya bagus tapi kurang mendapat respons dari pencinta buku tanah air. Tentu saja, ini berdasar versi saya belaka. Dari semua alasan, saya pun berusaha mencari yang benar-benar objektif yang memungkinkan kesepuluh nama pengarang atau judul novel metropop dalam daftar saya ini memang masuk kategori TTT hari ini. Dan, dikarenakan saya tak memiliki data akurat, maka daftar ini hanya berdasar asumsi saya saja, jika ada yang ingin menyanggah, saya persilakan.

Sepuluh pengarang atau novel metropop yang kurang mendapat apresiasi (dari yang seharusnya) ini saya landaskan pada kalahnya pamor mereka dibanding novel-novel metropop lain yang sangat populer atau semestinya kesepuluh nama atau judul berikut juga bisa sepopuler seperti yang lain.

1. Dewie Sekar. Oke, saya memang fans berat Mbak Dewie. Jadi, mungkin memang ini hanya sebatas penilaian subjektif, tapi saya merasa semestinya buku-buku karangan Dewie Sekar bisa jadi best-seller di mana-mana. Saya menyukai hampir seluruh buku-buku karangannya. Buat saya apa pun yang ditulisnya selalu berhasil membuat saya terperenyak lalu tersenyum bahkan kadang terpingkal. Saya hanya bisa mendoakan semoga akan banyak pembaca buku menyadari betapa karya tulis Dewie Sekar sungguh sayang jika tak dibaca.

2. Trilogi Zona by Dewie Sekar. Masih berkaitan dengan Dewie Sekar. Saya pun merasa trilogi debutan karya beliau ini kurang mendapat apresiasi dari yang seharusnya. Buat saya pribadi, di tengah belantara judul-judul metropop pada masanya, novel Dewie Sekar ini membawa gaya yang berbeda. Masih tentang kaum urban tapi tak diilustrasikan terlalu hedon. Bukan soal ngopi-ngopi di kafe lucu, tapi soal gadis metropolitan yang mesti menjejak bumi Aceh yang berbau anyir untuk mengejar cintanya. Ada pesannya, pun dengan balutan unsur khas metropop yang memesona. Dan, karakterisasi dari novel ini begitu kuat.


3. Alberthiene Endah. Oh, ini bukan tentang beliau yang saat ini lebih dikenal sebagai "Ratu Biografi Indonesia" tapi tentang betapa piawainya Mbak AE mengonversi gambaran kaum metropolitan (khususnya Jakarta) menjadi rangkaian cerita yang menghipnotis dan penuh humor cerdas dalam beberapa novel metropop atau seri lajang kota yang dulu pernah ditulisnya. Terus terang, saya kangen tulisan fiksi beliau. Kebetulan saya bukan pencinta buku biografi, jadi saya tak mengoleksi buku-buku biografi karya Mbak AE.


4. Apa Maksud Setuang Air Teh (AMSAT) by Syahmedi Dean. Buku keempat sekaligus penutup tetralogi novel metropop "4 Wartawan Lifestyle" ini menjadi salah satu novel metropop favorit saya. Di sini saya bertindak selaku fans yang terang-terangan menyukai karya tulis Bang Dean. Pada banyak kesempatan, saya mencoba mempersuasi siapa pun yang kepingin mencoba genre metropop untuk membaca salah satu karya-karya Syahmedi Dean.


5. My Partner dan Pink Project by Retni SB. Berdasar data goodreads.com buku-buku karangan Mbak Retni lumayan banyak juga kok yang sudah dibaca (dan diberikan rating) dibanding beberapa yang saya sebut di atas. Namun, saya tetap merasa seharusnya novel-novel Retni SB pun bisa diapresiasi lebih banyak lagi oleh pencinta novel metropop.



6. The Lunch Gossip dan The Lunch Reunion by Tria Barmawi. Oke, saya hampir nangis baca The Lunch Reunion. Saya tak punya banyak kata-kata, yang mau saya bilang, berilah kesempatan untuk membaca dua buku ini. Nikmati pelan-pelan saja. Kalau mau yang lebih nendang baca The Lunch Reunion lebih dulu (meski ini buku sekuelnya). 

7. Say No to Love by Wiwien Wintarto. Novel ini semacam proyek novel impian yang kepingin banget saya tulis. Hampir seluruh karakter dalam novel ini protagonis. Well, ada sisi antagonis tapi tanpa perlu pelatat-pelotot begitu. Cukup ada sisi gelap berkabut untuk bisa menyadarkan kembali bahwa kita, seburuk apa pun, memiliki dasar yang sama: kebaikan.

8. Three Weddings and Jane Austen by Prima Santika. Saya tahu, buku ini beralur lambat dan cenderung gampang menerbitkan kebosanan, tapi jika bisa dinikmati dengan baik, maka buku ini cukup memberikan sentilan untuk direnungkan. Dan, bagi pencinta Jane Austen, buku ini bisa dibilang tribute untuk pengarang legendaris itu.

9. Morning Brew by Nina Addison. Novel ini menjadi salah satu novel debutan metropop yang saya suka dan berharap pengarangnya segera menulis cerita yang lain karena saya sudah jatuh cinta pada gaya menulisnya.

10. Bidadari Santa Monika by Alexandra Leirissa Yunadi. Novel ini menjadi salah satu novel metropop yang mesti saya baca dua kali dulu untuk bisa merasai feel-nya, hehehe. Sekaligus untuk memahami maksudnya. Namun, pada akhirnya saya jatuh cinta pada novel ini dan berkeinginan untuk membaca karya yang lain dari Alexandra.

Catatan: saya memasukkan buku-buku yang sudah saya baca saja, belum seluruh novel keluaran lini metropop saya baca.

Demikian, sepuluh daftar pengarang atau buku (mungkin tampak lebih dari sepuluh, ya, hehehe) dari lini metropop yang kurang mendapat apresiasi dari pembaca Indonesia, khususnya pembaca novel metropop atau novel romance. Pada akhirnya, saya masih berkesimpulan bahwa genre atau lini metropop inilah yang memang belum banyak menyita minat pembaca. Harapan saya, sih, berikan satu atau dua kesempatan untuk membaca novel-novel terbitan lini metropop. Coba googling atau gooreading dulu sebelum mencomot satu yang ingin kamu baca.

Selamat membaca, tweemans.

11 comments:

  1. Duh, dari dulu ingin baca Tetralogi Fashionnya bang dean tapi belum kesampaian x) yang lain boleh deh dicatat, secara saya juga kurang tahu metropop tapi beberapa yang audah dibaca ternyata bagus x) terimakasih bang ijul^^

    ReplyDelete
  2. Saya peggemar metropop. Jadi saya sudah tidak asing lagi dengan nama-nama diatas. Dan saya sudah baca hampir semua karya mereka, kecuali Tria Barmawi (tapi pasti akan saya cari nanti). Sejauh ini saya suka novel-novel mereka. Meskipun memang ada beberapa yang alurnya lambat tapi tetap menikmati setiap pesan-pesan cerita yang ingin disampaikan.

    ReplyDelete
  3. Wah, sebagai pecinta metropop, aku suka banget sama postingan Bang Ijul kali ini. Banyak yang belum punya. Pengin banget buku2 Bang Dean, dan Trilogi Zona. Belum punya :(

    ReplyDelete
  4. @Risa...iya, coba baca yang Lontong Sayur Dalam Lembaran Fashion (LSDLF atau Ednastoria untuk kover baru) dulu ya...:)

    @Mich....iya, Tria pun enggak semuanya aku suka, sih. Ada beberapa yang enggak dapet feel-nya...

    @Dian....ahhh, iya, mesti banget nyoba Zona @ Tsunami, Dian...

    ReplyDelete
  5. Setuju! Setuju! Setuju! Sependapat sama tulisan Minjul di sini.
    Mbak Dewie dan Mbak Retni patut mendapat apresiasi lebih dari penulis metropop lainnya.Masih di line metropop, tulisan mereka berdua tidak berkesan glamor, borjuis, dan yang paling saya suka, bukunya tidak jadi etalase brand-brand mewah. Masih ada kesan pribumi yang jadi ciri tokoh-tokohnya. Yang saya suka juga, dalam novel mereka berdua, meskipun menceritakan kehidupan kota besar, ada nilai-nilai budaya, moral, dan religi yang dikemas apik dan pas, namun tidak menggurui. Sisi romantisnya pun tidak sekadar roman picisan yang mendayu dayu, tidak menampilkan percintaan yang lovey-dovey. Yang pasti, selalu ada pesan moril di dalam setiap novel mereka. Favorit saya tetap Alita series dan Perang Bintang untuk Mbak Dewie Sekar, juga Cinta Paket Hemat dan Dimi Is Married untuk Mbak Retni SB. Satu yang saya suka dari tulisannya mbak Retni, di tiap novelnya selalu menampilkan kesan membumi.

    Ah ya, saya kaget loh waktu selesai baca Three Weddings and Jane Austen, dan tahu kalau penulisnya itu pria!! Diluar ekspektasi saya. Soalnya tulisan di novel itu terlalu feminim untuk ukuran tulisan cowok. Tapi salut sama penulisnya. Yaa secara tokoh sentral di situ perempuan semua. Dari novel itu, banyak yang bisa saya ambil pesannya. Salah satunya: jadi lajang di usai matang itu bukan dosa. Siapapun jodohnya, semua sudah ada yang ngatur. Ihiy!!

    ReplyDelete
  6. Bukunya Bang Dean kayaknya seru banget. Saya baru baca yang Lontong Sayur apa gitu lupa

    ReplyDelete
  7. soal Dewi Sekar, aku sebenernya ngikuti juga, yang kurang sreg dari tulisan dia itu sering si tokoh dibikin berpikiran nakal tapi nggak pernah terealisasi, bukanya pengen ada adegan hot, cuma dia begini terus, kurang berani lah intinya.

    ReplyDelete
  8. Semua buku dalam list yang kebetulan udah saya baca emang mantap semua. Selera kita emang mirip mirip ya kayaknya :D Dewie Sekar unik banget dan bukunya tebal tebal jadi puas bacanya :D Syahmedi Dean juga unik dan beda dari penulis lain. Dari dulu pengen nyoba baca buku Metropop Alberthiene Endah tapi gak jadi jadi belinya. Dan buku yang lain pasti bakal dimasukin list buat belanja deh hehe. Thanks for sharing! :D

    ReplyDelete
  9. Tetraloginya Syahmedi Dean, My Partner, dan Morning Brew. Aku setuju itu, Banggg :)

    ReplyDelete
  10. Bener, saya setuju ama Banag Jul tentang Dewie Sekar dan Retni S.B. Saya juga suka gaya bahasa di setiap karya-karya mereka. Cuman aku kurang suka sama Zona @Last, agak kurang sreg aja membaca obrolan Ari dan Zona, agak gimana gitu, yah pokoknya gitu lah. Hehe.

    ReplyDelete
  11. SETUJU BUANGET (iya, pake huruf U hahahaha)!
    Ada beberapa yang belum aku baca sih, dan dilihat dari postingan kali ini, rasanya harus segera berburu novel-novel yang belum aku baca itu. Dewi Sekar dan Retni SB suka bangeeeet! Mungkin karena mereka kurang intens 'menjual diri' di dunia maya kali ya, mas. Dan di goodreads pun kayaknya kurang sering terlihat. But aside of that, mereka patut dapat apresiasi lebih.

    ReplyDelete