Showing posts with label Bahasa Inggris. Show all posts
Showing posts with label Bahasa Inggris. Show all posts

Tuesday, April 7, 2020

[Reading Wrap-Up] Maret 2020


Halo, apa kabar, tweemans? Masih tekun mengikuti anjuran pemerintah untuk #SocialDistancing dan #PhysicalDistancing dengan #DiRumahAja, kan? Well, memang serbasusah ya, sekarang. Mau mengeneralisasi semua orang bisa dari rumah saja kerjanya, belum tentu tempat kerja atau jenis kerjanya memungkinkan untuk itu. Namun, demi kesehatan kita bersama di masa depan, selalu upayakan untuk tetap sehat hari ini, besok, dan besoknya lagi sehingga bisa menghindari tertular ataupun menularkan virus Covid-19 ini, ya. Kita sama-sama kok, berharap wabah ini segera berlalu dan semuanya kembali normal seperti sediakala. Aamiin.

Anyway, di sela-sela #WorkFromHome, pas #DiRumahAja, saya menyempatkan baca buku sebanyak-banyaknya, semumpungnya bisa. Dan, alhamdulillah, Maret yang biasanya bisa baca satu buku saja sudah syukur, Maret 2020 ini lumayan banget bisa merampungkan-baca beberapa buku, selain #novelMetropop terbitan GPU. Dan inilah buku-buku #BukanFiksimetropop yang berhasil saya rampungkan-baca di bulan Maret 2020.

Winna Efendi's unread books readathon. Hahaha, ini mah, buatan saya sendiri readathon-nya. Kepingin membabat timbunan, ternyata masih ada tujuh buku Winna Efendi yang belum saya baca. Oleh karenanya saya mencoba membabatnya bulan ini. Alhamdulillah, empat berhasil rampung-baca, dua lagi nanti akan menyusul: Someday dan Draft 1: Taktik Menulis Fiksi Pertamamu. satu lagi: One Little Thing Called Hope, belum kebeli, hehehe.

1. Tomodachi, rating: 4 bintang.
Pernahkah kau bertemu seorang perempuan yang tak pernah lelah menyalakan harap di hatinya? Dalam Tomodachi, kau akan bertemu perempuan itu. Perempuan biasa, tetapi punya harap luar biasa. Baginya, berlari dan menemukan garis akhir adalah sebuah keharusan. Tidak akan ada kata menyerah. 

Pernahkah kau memiliki seseorang yang selalu bisa menghapus cerita sedihmu? Dalam Tomodachi, kau akan menemukan tangan-tangan yang terikat pada satu kata: sahabat. Mereka yang keberadaannya membuat kau tak lagi merisaukan hari esok yang mungkin masih gelap.

Juga dalam Tomodachi, kau akan bertemu seorang laki-laki yang berlari dengan sepasang sayap. Yang selalu mengejar garis akhir, tetapi tak pernah ragu untuk diam sejenak menunggu.

Tomodachi dipersembahkan untukmu yang sedang melewati masa-masa pahit-manis dalam cinta dan persahabatan. Juga untuk setiap orang yang pernah melewati dan merindukannya.

Selamat menyusuri kisahnya.
—Editor S.C.H.O.O.L

2. Remember When, rating: 4 bintang
Apa pun yang kau katakan, bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada di sana, menunggumu mengakui keberadaannya. 

Bagi kita, senja selalu sempurna; bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan dia, juga kisahku, aku dan lelakiku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita isi. Bukankah takdir kita sudah jelas?

Lalu, saat kau berkata, "Aku mencintaimu", aku merasa senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-katamu itu ambigu? Atau, aku saja yang menganggapnya terlalu saru?

"Aku mencintaimu," katamu. Mengertikah kau apa artinya? Mengertikah kau kalau kita tak pernah bisa berada dalam cerita yang sama, dengan senja yang sewarna?

Takdir kita sudah jelas. Kau, aku, tahu itu.

3. Happily Ever After, rating: 3 bintang. One of the hardest Winna's book to dive into, after Unforgettable.
Tak ada yang kekal di dunia ini. Namun, perempuan itu percaya, kenangannya, akan tetap hidup dan ia akan terus melangkah ke depan dengan berani. 

Ini adalah kisah tentang orang favoritku di dunia.

Dia yang penuh tawa. Dia yang tangannya sekasar serat kayu, tetapi memiliki sentuhan sehangat sinar matahari. Dia yang merupakan perpaduan aroma sengatan matahari dan embun pagi. Dia yang mengenalkanku pada dongeng-dongeng sebelum tidur setiap malam. Dia yang akhirnya membuatku tersadar, tidak semua dongeng berakhir bahagia.

Ini juga kisah aku dengan anak lelaki yang bermain tetris di bawah ranjang. Dia yang ke mana-mana membawa kamera polaroid, menangkap tawa di antara kesedihan yang muram. Dia yang terpaksa melepaskan mimpinya, tetapi masih berani untuk memiliki harapan...

Keduanya menyadarkanku bahwa hidup adalah sebuah hak yang istimewa. Bahwa kita perlu menjalaninya sebaik mungkin meski harapan hampir padam.

Tidak semua dongeng berakhir bahagia. Namun, barangkali kita memang harus cukup berani memilih; bagaimana akhir yang kita inginkan. Dan, percaya bahwa akhir bahagia memang ada meskipun tidak seperti yang kita duga.

4. Girl Meets Boy, rating: 3,5 bintang
Dear Ava, 

Saat kamu menerima surat ini, mungkin aku udah nggak ada di sini. Mungkin aku udah jadi murid senior di Alistaire. Mungkin aku akan ada di lingkungan baru. Atau mungkin, di Broadway, tampil perdana untuk pertunjukan Annie dan tiketnya terjual habis dalam lima menit (boleh dong, ngarep). Who knows? Itulah hebatnya dunia, selalu penuh dengan kesempatan yang nggak terduga. Kita punya janji untuk saling menemukan, bukankah begitu?
Love,
Rae
____

Dear Kai,

And then I said, “Kai, aku sayang kamu.” Kamu menatapku, lalu mengusap rambutku lembut. Ini adalah kali pertama aku mengucapkannya kepada siapa pun. Kamu nggak mengatakannya balik. Dan, kurasa, sejak awal aku udah tahu.

Aku tahu tindakan kamu barusan adalah ucapan i-love-you terbaik yang mungkin bisa kudapatkan, but it’s okay, because I love you.

And unlike you, I’m not afraid of saying it.

Love,
Rae

***
Novel ini bercerita tentang kehilangan dan tentang menemukan. Tentang mimpi, tentang keluarga, tentang persahabatan, juga tentang memaafkan diri sendiri. Lewatnya, saya ingin berkisah perihal momen-momen yang sudah seharusnya berlalu dan dilepaskan. Karena setiap hal indah pada waktunya. Semoga kamu menyukai sepotong kisah ini dan mendengar musik yang bermain di baliknya.
Winna Efendi

Mira W.'s collection. Saya sudah ngumpulin banyak banget bukunya Mira W. Saya sih ngaku ngefan, tapi baru dua apa tiga buku yang kebaca dari puluhan yang sudah dibeli, hahaha #ketawamiris. Yawis, sekarang mulai nyicil baca, meskipun kurang bagus prospeknya. Dari lima judul yang direncanakan, dua tuntas terbaca, satu terpaksa DNF, dua lagi belum terbaca. Hiks.

5. Delusi (Deviasi #2), rating: 3,5 bintang. Ini lanjutan Deviasi (Deviasi #1), novel yang membuat saya bertekad mengoleksi semua karya Mira W. Resensi novel Deviasi intip di sini: Resensi Novel: Mira W - Deviasi
Setelah tujuh belas tahun dirawat di rumah sakit jiwa, Rivai yang mengidap deviasi seksual dan berkepribadian ganda, melarikan diri untuk mencari Arneta, mantan istrinya yang masih dianggapnya miliknya. 

Pelarian Rivai dipicu oleh tayangan sinetron yang dibintangi oleh Putri, anak perempuan Arneta yang memiliki wajah mirip ibunya. Rivai mengira Putri adalah Arneta.

Kepanikan semakin memuncak ketika terjadi tiga pembunuhan berantai yang diduga dilakukan oleh pembunuh yang sakit jiwa....

Dan ketika kecurigaan semua pihak tertuju pada Rivai, muncullah pembunuh yang sebenarnya....

Delusi, lembar penutup Deviasi, dirangkum dengan kisah seorang penderita skizoprenia paranoid yang mempunyai waham memberantas pelacuran dan perselingkuhan....
Punya hubungan apa dia dengan Rivai dan Arneta?

6. Nirwana di Balik Petaka, rating: 3 bintang. Terlalu banyak adegan sinetron, huh.
Dalam tawuran antara sekolahnya dengan sekolah lain, tidak sengaja Aris membutakan mata mata Pratiwi. Karena dikejar perasaan bersalah, Aris terpaksa mengawini gadis itu, walaupun dia tidak mencintainya. 

Petaka menyapa ketika suatu hari Aris bertemu kembali dengan Nila, kekasihnya yang telah lama menghilang....

Aris membawa Nila dan anak perempuannya ke rumahnya untuk bekerja sebagai pembantu. Sementara Pratiwi yang juga sudah mempunyai seorang anak perempuan, terus-menerus mencurigainya....






7. Semesra Bayanganmu, rating: DNF. Saya nggak sanggup merampungkan-baca. I just can't. Entahlah, jelek banget gaya tulisannya. Yaampun.
Namamu 
Tak pernah terucapkan bibirku 
Namun wajahmu 
Selalu terpendam di lubuk hatiku 
Karena cintaku 
Semesra bayanganmu. 

Seuntai sajak manis buat kekasih gelap membawa petaka. Seorang gadis remaja membunuh diri. Gadis lainnya diperkosa. Seorang pemuda hampir tewas dikoyak peluru. Pemuda yang lain terpaksa mendekam dalam penjara.

Ladang remaja yang seharusnya menuai keceriaan berubah tandus. Bencana demi bencana membayang bagai awan gelap menudungi mayapada.

Pernahkah cinta merenca dosa?
Haruskah cinta menuai derita jika dia tumbuh di lahan yang keliru?

Random Picks

8. Love and Other Words by Christina Lauren, rating: 3 bintang. Selow banget. Suka sih gaya nulisnya, tapi konfliknya gitu doang, ekseskusinya juga begitu doang untuk novel setebel ini.
The story of the heart can never be unwritten. 

Macy Sorensen is settling into an ambitious if emotionally tepid routine: work hard as a new pediatrics resident, plan her wedding to an older, financially secure man, keep her head down and heart tucked away.

But when she runs into Elliot Petropoulos—the first and only love of her life—the careful bubble she’s constructed begins to dissolve. Once upon a time, Elliot was Macy’s entire world—growing from her gangly bookish friend into the man who coaxed her heart open again after the loss of her mother...only to break it on the very night he declared his love for her.

Told in alternating timelines between Then and Now, teenage Elliot and Macy grow from friends to much more—spending weekends and lazy summers together in a house outside of San Francisco devouring books, sharing favorite words, and talking through their growing pains and triumphs. As adults, they have become strangers to one another until their chance reunion. Although their memories are obscured by the agony of what happened that night so many years ago, Elliot will come to understand the truth behind Macy’s decade-long silence, and will have to overcome the past and himself to revive her faith in the possibility of an all-consuming love.

Love, loss, friendship, and the betrayals of the past all collide in this first fiction novel from New York Times and #1 international bestselling author Christina Lauren (Autoboyography, Dating You / Hating You).

9. Jump by Moemoe Rizal, rating: 3,5 bintang. Hahaha, bitchy-dumb-dumb banget ini novelnya. Agak mirip Bring It On (film yang dibintangi Kirsten Dunst itu) dengan eksekusi konflik mirip Legally Blonde (meski nggak ada kaitan sama hukum kayak di filmnya Reese Witherspoon ini)
One-two-three-four, we’re the best cheers on the floor! Five-six-seven-eight, we’re the prettiest, ready to fight! Fight! Fight! Fight! We’re saying it right! Cheer! Cheer! Cheer! We own the atmosphere! C-C-C-CHEERLEADERS! 

Akui saja, cewek berseragam cheerleader SELALU terlihat tiga level lebih keren daripada cewek-cewek jelata lainnya. Belum lagi rambut indah, bodi oke, dan kaki langsing seperti supermodel—helloooo..., cowok mana sih yang sanggup menolak pesonamu?

Dan, saat akhirnya resmi bergabung dengan squad, kamu juga otomatis menjadi populer. Nggak usah heran kalau teman mendadak bertambah banyak di akun Facebook dan Twitter-mu. Orang yang tak pernah kamu ajak mengobrol, tahu-tahu menyapamu saat berpapasan di kantin. They practically worship you, adore you. Nggak heran, kamu kan the next it girl?

Sayangnya, nggak seorang pun pernah bercerita seperti apa hidup setelah menjadi populer. Kamu terpaksa harus mengakui, tak sedikit orang yang iri padamu. Setiap kau membalikkan badan, orang-orang pasti menggosipkanmu. Mereka berharap bisa menjatuhkanmu, mempermalukanmu. Satu skandal dan, voilà, kamu jadi bahan tertawaan selama berminggu-minggu.

But here you are. Tak peduli seperti apa orang membencimu, menikammu diam-diam dari belakang, kau akan tetap berdiri di puncak piramida dengan pom pom di kedua tangan. Suck it up, Darling, you are a cheerleader.

Nggak semua cewek bisa seperti dirimu.

10. Garis Lurus by Arnozaha Win, rating: 3 bintang. Sebenarnya bagus banget tema dan konfliknya, but I HATE his/her WRITING!!!
Tidak banyak yang tahu Miko Satrio menjalani hidup yang tidak mudah sebagai pengidap asperger dan Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Ia kesulitan memahami hal yang berkaitan dengan rasa dan imajinasi. Pikirannya benar-benar selogis 1+1=2. Bahkan terkadang orang-orang sekitar melihatnya bagai robot yang tak berperasaan. 

Tapi benarkah begitu?

Sebuah surel dari klien misterius meminta Miko terlibat dalam pembangunan vila di Bali. Tak disangka, itu menjadi awal jejak masa lalu yang membawa Miko ke titik terbaik dalam hidupnya. Mempertemukannya kembali dengan orang-orang yang mengajarinya bahwa garis arsitektur tidak selalu lurus. Orang-orang yang mengajarinya tentang rasa. Tentang menjadi manusia. Dan di atas segalanya, mengajarinya tentang cinta.

Cinta bisa sederhana. Bisa rumit. Tapi bagi pengidap asperger seperti Miko, cinta bisa mengancam jiwa.

Oiya, untuk bulan Maret 2020 sendiri, ditambah bacaan #novelMetropop, secara total saya berhasil merampungkan-baca 14 buku (yang DNF enggak dihitung, ya). Waaahhh... senangnya. Buku-buku lain yang #novelMetropop yang berhasil saya rampungkan-baca silakan intip di sini, ya: Reading Wrap-Up #novelMetropop

Sunday, June 24, 2018

[Review Novel Chicklit] The Hating Game by Sally Thorne


Just a quick and brief review, ya. Lagi muales banget ngapa-ngapain ini. Huhuhu.

Nemesis (n.)
1) An opponent or rival whom a person cannot best or overcome;
2) A person’s undoing;
3) Joshua Templeman.


Lucy Hutton and Joshua Templeman hate each other. Not dislike. Not begrudgingly tolerate. Hate. And they have no problem displaying their feelings through a series of ritualistic passive aggressive maneuvers as they sit across from each other, executive assistants to co-CEOs of a publishing company. Lucy can’t understand Joshua’s joyless, uptight, meticulous approach to his job. Joshua is clearly baffled by Lucy’s overly bright clothes, quirkiness, and Pollyanna attitude.

Now up for the same promotion, their battle of wills has come to a head and Lucy refuses to back down when their latest game could cost her her dream job…But the tension between Lucy and Joshua has also reached its boiling point, and Lucy is discovering that maybe she doesn’t hate Joshua. And maybe, he doesn’t hate her either. Or maybe this is just another game.

Saya memang aneh. Beberapa teman mengiakan, bahwa saya aneh. Katanya saya tak masuk akal. Menyukai pengarang atau novel karangannya, meskipun belum pernah sekali pun membacanya. Well, kalau dipikir-pikir aneh juga, ya. Atau lucu. Hahaha.

Namun, sebenarnya suka atau ngefans itu masih dalam tahap: sekadar mengoleksi buku-bukunya, kok. Contohnya: Miranda Kenneally (baru baca dua: Catching Jordan dan Breathe, Annie, Breathe), Sarah Dessen (baru baca satu: Someone Like You), Sarah J. Maas, Lindsey Kelk, Adi Alsaid, Adam Silvera, John Green (pernah baca satu: The Fault in Our Stars), Jill Shalvis, Paulo Coelho, dan masih banyak lagi

The Hating Game karya Sally Thorne ini jadi salah satu buku yang sudah kepingin banget saya baca sejak lama. It's all because of some of my favorite bloggers/booktubers make this book one of their most fave books of the year (around 2016/2017). Plus, novel ini juga masuk dalam daftar nominee Goodreads Choice Awards 2016. Lengkaplah buzz kenceng buat novel ini.

Maka, saya begitu gencar memburu novel ini. Terutama mencari seller yang menjualnya dengan harga miring. Baik di online bookstore atau yang menjajakannya di Tokopedia, Bukalapak, Shopee, maupun IG. Ternyata, saya malah nemunya dari sesama goodreaders, Mia, bandar @balibooks. Seneng banget bisa "nyulik" buku ini sebelum Mia meng-upload ke IG balibooks. Hahaha. Jadinya saya nggak perlu deg-degan rebutan sama yang lain. Hahaha. #curang

Selain itu, saya terus-terusan merongrong Mbak Hetih biar novel ini diterbitkan sama GPU. Dari obrolan selintas (di medsos) sih katanya rights-nya sudah dibeli dan sedang dalam proses penerjemahan. Asyiiikk. I will definitely buy the Indonesian version, no matter what.

So, review-nya: in the beginning I am really confident that it will be an easy five star reading, but after I finished it couple days ago, hmmm... I think I'll just give it a FOUR star instead. Suka, tapi enggak pakai banget.

Why?

Well, pada dasarnya saya suka. Plot-nya ngalir bener. Premis anjing-kucing di antara kedua karakternya (Lucy Hutton dan Joshua Templeman) cukup menarik, walau agak ngingetin sama Hocus Pocus-nya Karla M. Nashar yang saya benci itu. Hahaha. Saya pikir, gontok-gontokan keduanya bakal sampai tiga per empat buku, ternyata enggak. Jadinya, saya agak kecele sama judulnya yang provokatif ini, kan.

Sudah begitu, sometimes saya pun kurang terbawa sama karakter keduanya. Sally describes both of them are too damn beautiful and flawless. Yeah, ada sih diceritain Lucy begini-Josh begitu, tapi pas keduanya saling berfantasi satu sama lain kok ya keluarlah serentet pemujaan keindahan fisik dan keterampilan maha sempurna masing-masing. Standar romance banget. Dan, ada apa sih sama fantasi cewek mungil dipasangin sama cowok raksasa? Memang begitu ya fantasi cewek-cewek: maunya sama cowok tinggi besar begitu?

Sebagai pencinta metropop, The Hating Game jelas wajib dibaca. Berlatar dunia kerja, kebanyakan adegan di ruangan kantor, dan kantornya di bidang penerbitan pula, cihuy banget pokoknya, Sudah begitu, gaya nulis Sally Thorne memang oke punya buat tema office romance. Witty banter. Kadang kocak, kadang ngeselin. Tapi, ya dasarnya bahasa Inggris saya kan pas-pasan, jadinya ada beberapa guyonan yang nggak masuk di saya. Itulah kenapa saya ngebet banget novel ini diterjemahin. Biar saya tambah ngakak-ngakak pas baca nanti. Hahaha.

Yang saya suka lagi itu jelang bagian akhir. Entah itu nyebutnya twist atau sayanya aja yang salah nebak, alasan Josh ngajak Lucy ke nikahan saudara cowoknya dan masa depan karier Josh bikin saya trenyuh. Siap-siap deh kamu dibikin kebat-kebit sama ulah Josh.

Itu aja yang bisa saya bilang sekarang. Mungkin saya butuh baca untuk kali kedua atau sekalian nanti nunggu terjemahannya. Jika ada update kesan abis baca, review nggak jelas ini juga bakal saya update. Hahaha. Yang pasti: buat yang suka office romance, benci jadi cinta, you MUST READ this.

Selamat membaca!

Friday, May 19, 2017

[Resensi Novel Young Adult] Always and Forever, Lara Jean (To All the Boys I've Loved Before #3) by Jenny Han


#7_2017
First line:
"I Like to watch Peter when he doesn't know I'm looking."
---hlm.1, Chapter 1

Lara Jean’s letter-writing days aren’t over in this surprise follow-up to the New York Times bestselling To All the Boys I’ve Loved Before and P.S. I Still Love You.

Lara Jean is having the best senior year a girl could ever hope for. She is head over heels in love with her boyfriend, Peter; her dad’s finally getting remarried to their next door neighbor, Ms. Rothschild; and Margot’s coming home for the summer just in time for the wedding.

But change is looming on the horizon. And while Lara Jean is having fun and keeping busy helping plan her father’s wedding, she can’t ignore the big life decisions she has to make. Most pressingly, where she wants to go to college and what that means for her relationship with Peter. She watched her sister Margot go through these growing pains. Now Lara Jean’s the one who’ll be graduating high school and leaving for college and leaving her family—and possibly the boy she loves—behind.

When your heart and your head are saying two different things, which one should you listen to?

Judul: Always and Forever, Lara Jean (To All The Boys I've Loved Before #3)
Pengarang: Jenny Han
Penerbit: Scholastic Ltd (UK Version)
Tebal: 336 hlm
Rilis: 4 Mei 2017
Harga: Rp104.000 (Pre-order di Book Depository)
ISBN: 978-1-407177-66-3
My rating: 4 out of 5 star

Saya merasa menjadi salah satu pembaca yang beruntung ketika mengingat kali pertama berkenalan dengan duologi-yang-berubah-menjadi-trilogi karya Jenny Han ini. Betapa tidak, waktu itu saya berkali-kali mupeng baca To All The Boys I've Loved Before--karena kayaknya semua orang di dunia lagi ngomongin buku ini--yang saat itu belum diterjemahkan ke bahasa Indonesia, tiba-tiba saya mendapat tawaran menjadi proofreader naskah yang hak terjemahan Indonesia-nya ternyata dibeli Penerbit Spring ini. Tanpa berpikir dua kali, saya langsung mengiakan. Dan, jadilah saya salah seorang fan seri Lara Jean ini.

Ketika Jenny Han mengumumkan bahwa akan ada buku ketiga, Always and Forever Lara Jean, saya pun ikutan enggak sabar menunggu jadwal rilisnya dan memasukkan novel ini ke daftar Most Anticipated Books of 2017. Iseng-iseng saya mengecek di Book Depository dan merasa harga PO-nya lumayan murah, maka saya pun mengeklik pesan dan membelinya. Novel ini menjadi novel PO pertama saya sejak kali terakhir ikutan PO novel Twivortiare-nya Ika Natassa terbitan nulisbuku sekian tahun silam.


Meski antusias menunggu rilisannya, saya tak memasang ekspektasi kelewat tinggi untuk buku ketiga seri Lara Jean ini. Saya cuman fan yang enggak rela cerita Lara Jean berakhir begitu saja. Sama enggak relanya ketika tahu The Chronicles of Audi-nya Orizuka juga tamat. #eh #enggaknyambung

Gaya dan cara bertutur Jenny Han masih seluwes di dua buku sebelumnya. Meski tak lagi menyembulkan ledakan kejutan yang cukup signifikan, tapi konflik di buku ketiga tetap menarik untuk diikuti. Malah untuk pembaca yang sedari awal sudah menginginkan Lara Jean dipasangkan dengan *uhuk*sensor*uhuk*, buku ketiga ini bisa menjadi pembuktian bahwa kisah asmara mereka memang sepatutnya dilanjutkan. And, I love how Jenny Han made them up for each other. Pelan, beriak, tapi believable.

Saya pun cukup menyukai subplot-subplot yang disusun Jenny Han sebagai bumbu kisah cinta Lara Jean di buku ketiga ini. Mulai dari dibuat berdebar-debar menanti kabar kampus mana yang akan menerima Lara Jean sebagai mahasiswanya, geregetan dengan sikap tarik ulur Lara Jean dan Peter Kavinsky, cekikikan bareng Kitty, merasa tersisihkan seperti Margot, tersipu-sipu ketemu John Ambrose McClaren, repot bantu-bantu persiapan pernikahan Daddy, kejutan dari Stormy, hingga keputusan akhir Lara Jean soal pilihan cowoknya. Ataukah dia mestinya mengikuti saran mendiang ibunya, "Don't be the girl who goes to college with a boyfriend"?


Memang sih, ada beberapa bagian yang saya lompati, terutama soal deskripsi kampus yang dikunjungi Lara Jean untuk survei lalu eksperimen-eksperimen Lara Jean soal pembuatan kue. Bukan enggak bagus, cuman sangking kepinginnya segera tahu ending-nya saja, sih. Plus, alur jadi seolah melambat dan agak boring. Mungkin nanti kalau kangen kisah Lara Jean, saya bakal re-read pelan-pelan tanpa melompati bagian mana pun. Janji!

Oh, oh, dan saya suka banget karena banyak film disebut di sini, termasuk salah satu film favorit saya: Sleepless in Seattle! OMAGAT, Jenny Han also writes something about Teddy bear near Empire State Building.


Jujur, saya menyukai kover versi US untuk dikoleksi. Namun, ternyata saya enggak sadar ketika pesan buku ketiga (dan buku pertama) di Book Depository, yang saya pesan adalah kover versi UK. Celakanya, saya telanjur beli buku kedua di event Gramedia Import Book Sale 2017 yang berkover versi US. Huhuhu, punya satu set tapi malah enggak seragam kovernya. Beberapa kali saya sempat tergoda kepingin pesan lagi buku keduanya dengan kover versi UK di Book Depository. Biar klop satu set gitu. Hikz.


Buat saya, it's not perfect but awesome conclusion for Lara Jean. Kalau saya diberi kesempatan untuk sumbang saran penulisan buku ketiga ini, mungkin saya pun akan menuliskan ending yang sama.

End line:
"I suppose I'll say it all started with a love letter."
---hlm. 325, Chapter 41  

Monday, January 9, 2017

[Resensi Novel New Adult] The Deal (Off-Campus #1) by Elle Kennedy


#1_2017

First line:
HE DOESN'T KNOW I'm alive.
--hlm. 9, Chapter 1: Hannah

 She's about to make a deal with the college bad boy...

Hannah Wells has finally found someone who turns her on. But while she might be confident in every other area of her life, she's carting around a full set of baggage when it comes to sex and seduction. If she wants to get her crush's attention, she'll have to step out of her comfort zone and make him take notice...even if it means tutoring the annoying, childish, cocky captain of the hockey team in exchange for a pretend date.

...and it's going to be oh so good

All Garrett Graham has ever wanted is to play professional hockey after graduation, but his plummeting GPA is threatening everything he's worked so hard for. If helping a sarcastic brunette make another guy jealous will help him secure his position on the team, he's all for it. But when one unexpected kiss leads to the wildest sex of both their lives, it doesn't take long for Garrett to realize that pretend isn't going to cut it. Now he just has to convince Hannah that the man she wants looks a lot like him.

Judul: The Deal
Seri: Off-Campus, buku 1
Pengarang: Elle Kennedy
Penerbit: Elle Kennedy Inc.
Rilis: 24 Februari 2015
Format: e-book, bahasa Inggris
Genre: New Adult
Tebal: 408 hlm
My rating: 3,5 out of 5 star

ide cerita dan eksekusinya:
Well, akhirnya saya berhasil juga membaca novel New Adult lagi. Hahaha. Actually, it just tells something about an ordinary romance. Sedikit campuran Cinderella story dan Romeo dan Juliet. Romantisme tercipta antara si gadis jurusan seni yang pintar dengan pemuda sang kapten tim hoki es yang terancam kariernya karena kegagalan akademis di salah satu mata kuliah. Bagian awal Chapter 1 berhasil menipu saya soal siapa love interest si gadis. Namun, dengan penggunaan PoV (point of view) orang pertama untuk dua karakter utamanya, saya langsung paham bahwa akan ada cerita soal cinta segi tiga di novel ini.

Selain itu, ada isu tentang kejahatan pemerkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang membuat cerita romance yang sejatinya simpel saja menjadi lumayan kompleks. Elle berhasil mempertahankan premisnya dan membuat cerita bergulir dengan apik serta diakhiri dengan pas. Ada sih bagian ketika dua tokoh utamanya terkesan labil dan kepingin banget saya jorokin ke jurang, but overall, Elle berhasil membuat ending yang manis.

plot, setting, dan karakter:
The Deal dibuat dengan alur maju dan jarang ada kilas balik ke masa lalu, hanya dari percakapan kedua tokoh utamanya saja. Setting lokasi terutama di area kampus Briar University di Massachusetts, USA. Sesuai dengan judulnya, salah satu tokoh utamanya tinggal di sebuah rumah asrama (atau sewaan) yang terpisah dari kampus (off-campus).

https://thecrazyworldofabooklover.wordpress.com
Dua tokoh utamanya adalah Hannah Wells, si gadis jurusan seni (tepatnya musik, dan sedang dalam proses persiapan tampil di sebuah showcase), dan Garrett Graham, si pemuda kapten tim hoki es. Hannah adalah tipikal gadis protagonis kebanyakan: unpopular, cenderung miskin, bersuara emas, pintar secara akademis, dan (pada akhirnya) bertransformasi menjadi gadis cantik. Sedangkan Garrett juga tipikal atlet pujaan kampus: popular, tampan, kaya, playboy, dan kapten. Untung saja Elle tidak menstereotipkan Garrett sebagai cowok bodoh. Sebetulnya dia juga pintar, hanya saja sedang tidak beruntung di salah satu mata pelajaran.

Di luar keduanya ada tokoh sentral Justin Kohl, teman serumah sekaligus setim Garrett: Logan, Tucker, dan Birdie, teman sekamar Hannah: Allie, Cass Donovan (partner duet Hannah), dan beberapa tokoh pendamping lainnya. Untuk urusan karakter ini, tak ada komplain. Semuanya memiliki peran yang pas.

konflik:
Awalnya ini hanya tentang cinta segi tiga. Kenapa judulnya The Deal? Karena memang ada deal-deal-an antara Hannah dan Garrett di sini. Deal tentang apa? Baca sendiri, ya. Spoiler banget kalau saya kasih tahu. Nah, karena deal itulah subkonflik tentang isu perkosaan dan KDRT diselipkan. Yang jelas, meskipun tetap menitikberatkan pada unsur romance-nya, novel ini juga tak kehilangan bobot dengan menyajikan subkonflik yang oke. Inilah yang mesti ditiru penulis lokal, tambahkanlah subkonflik pada ceritamu biar makin kaya dan berbobot.


Namun, sama kayak waktu baca Tangled by Emma Chase, ternyata saya enggak se-open minded yang saya duga. Saya masih selalu risih bila menemui adegan main kuda-kudaan di ranjang. Apalagi di novel ini ada kurang lebih tiga chapter yang mengilustrasikannya. Hohmagat! Saya benar-benar terganggu. Yeah, mestinya saya kan sudah bisa mengantisipasi ya, ini kan novel NA ber-setting luar negeri pula, ya harus terima kalau budayanya beda sama di Indonesia. Tapi, nyatanya, ya... begitulah, saya enggak belum bisa. Edan memang saya. Ya sudahlah, kalau kamu memang sudah bersiap membaca yang ada beginiannya, novel ini sayang banget kalau dilewatkan.

meet cute:
Hannah sedang melirik-penuh-pemujaan ke gebetannya ketika Garrett memergokinya, di kelas Prof. Tolbert, di mana Garrett gagal memenuhi standar nilainya. Setelah tahu Hannah mendapat nilai A bulat untuk ujian kelas itu, dengan penuh percaya diri Garrett meminta-paksa Hannah untuk menjadi tutornya.

simpulan:
Cukup oke untuk bacaan awal tahun, meskipun banyak bagian yang saya skip karena alasan kuda-kudaan itu. Overall, bukunya bagus, hanya saja untuk lanjut ke buku berikutnya saya masih mikir-mikir dulu. Lebih baik saya coba judul lain dulu, deh.

Selamat membaca, tweemans.

End line:
I don't look back these days. I only look forward.
--hlm. 404, Epilogue: Garrett.

Wednesday, November 4, 2015

[Resensi Novel Young Adult] The Fill-in Boyfriend by Kasie West


Witing trisno jalaran soko kulino...
(cinta hadir karena terbiasa)

When Gia Montgomery's boyfriend, Bradley, dumps her in the parking lot of her high school prom, she has to think fast. After all, she'd been telling her friends about him for months now. This was supposed to be the night she proved he existed. So when she sees a cute guy waiting to pick up his sister, she enlists his help. The task is simple: be her fill-in boyfriend—two hours, zero commitment, a few white lies. After that, she can win back the real Bradley.

The problem is that days after prom, it's not the real Bradley she's thinking about, but the stand-in. The one whose name she doesn't even know. But tracking him down doesn't mean they're done faking a relationship. Gia owes him a favor and his sister intends to see that he collects: his ex-girlfriend's graduation party—three hours, zero commitment, a few white lies.

Just when Gia begins to wonder if she could turn her fake boyfriend into a real one, Bradley comes waltzing back into her life, exposing her lie, and threatening to destroy her friendships and her new-found relationship.

Judul: The Fill-in Boyfriend
Pengarang: Kasie West
Tebal: 352 hlm
Format: e-book
Bahasa: Bahasa Inggris

https://www.goodreads.com/book/show/18660447-the-fill-in-boyfriend 

The Fill-in Boyfriend adalah buku ketiga Kasie West yang saya baca setelah The Distance Between Us dan On the Fence. Yang membuat saya tertarik untuk membaca karya-karya Kasie West adalah kemampuan Kasie untuk menuliskan kisah remaja-dewasa-muda yang biasa namun serba tak terduga dengan karakter-karakter yang kuat. Tak terkecuali The Fill-in Boyfriend ini. Mungkin tema cowok bohong-bohongan sudah pernah dinovelkan, tapi karakter Gia Montgomery yang adalah tipikal cewek populer dan sekaligus rapuh sepertinya masih jarang diangkat sebagai karakter utama. Dan, Kasie bisa membuat saya geregetan sepanjang membaca karena sisi rapuh dari seorang "ratu" sekolahan itu.

Selain Gia, karakter-karakter lain juga cukup kuat, termasuk ibu dari si cowok bohong-bohongan. Well, saya tidak akan menyebutkan nama karakter si cowok bohong-bohongan, ya. It will destroy the whole story. Karena memang itu yang menjadi inti dari kisah The Fill-in Boyfriend ini.

Oh, dan, ya, yang juga membuat saya menyukai novel remaja-young-adult karya Kasie adalah cara menulis yang diakuinya "squeaky clean" dan saya memang terobsesi membaca (atau menulis) kisah romance yang tetap bikin kebat-kebit tanpa adegan yang terlalu vulgar.

Secara garis besar, The Fill-in Boyfriend mengisahkan kegalauan Gia yang terus didesak oleh teman segengnya--terutama Jules, untuk membuktikan bahwa dia punya cowok. Terakhir Gia menyebut nama cowoknya Bradley, anak kuliahan, dan pernah berfoto bersama namun sayangnya (atau untungnya?) wajah Bradley tetap tak terlihat begitu jelas sehingga teman-temannya masih belum teryakinkan bahwa Gia punya cowok. Sial banget donk, ya, kalau cewek sepopuler Gia enggak punya teman kencan di pesta Prom? Celakanya, Gia memang sepertinya ketiban sial. Justru di pesta itulah Bradley yang akhirnya datang malah minta putus darinya. Panik dan stres membuat Gia frustrasi. Unutngnya ada seorang cowok---entah baik hati, entah psycho--di parkiran yang mau dimintanya jadi cowok pengganti Bradley--the Fake Bradley, dan menemaninya ke pesta Prom.

Itulah awal premis hubungan Gia dengan the Fake Bradley di hampir sepanjang novel. Nanti ada remah-remah konflik yang disumbang dari adik dan ibu si cowok Fake Bradley, keluarga Gia sendiri, mantan si Fake Bradley, dan tentu saja teman segeng serta teman satu sekolah Gia. Buat saya, sih, kisahnya cukup seru dan bikin senyum-senyum sendiri dan geregetan sendiri. Kalau kamu lagi kepingin baca kisah remaja yang enggak ribet, ringan, tapi cukup mengasyikkan, The Fill-in Boyfriend ini bisa jadi pilihan bahan bacaanmu selanjutnya. Untuk sementara ini belum ada versi terjemahan bahasa Indonesia-nya, sih.

My rating: 3,5 out of 5 star.

Monday, October 19, 2015

[Resensi Novel Young Adult] Rainbow Boys by Alex Sanchez


Cinta segitiga sesama remaja pria...

Jason Carrillo is a jock with a steady girlfriend, but he can't stop dreaming about sex...with other guys.

Kyle Meeks doesn't look gay, but he is. And he hopes he never has to tell anyone -- especially his parents.

Nelson Glassman is "out" to the entire world, but he can't tell the boy he loves that he wants to be more than just friends.

Three teenage boys, coming of age and out of the closet. In a revealing debut novel that percolates with passion and wit, Alex Sanchez follows these very different high-school seniors as their struggles with sexuality and intolerance draw them into a triangle of love, betrayal, and ultimately, friendship.

Judul: Rainbow Boys (Rainbow Boys #1)
Pengarang: Alex Sanchez
Tebal: 247 halaman
Bahasa: Bahasa Inggris

Sejatinya buku ini tak menawarkan kisah monumental baru seputar isu LGBTQ. Tiga remaja pria yang menjadi tokoh utamanya pun tampil sangat predictable. Jason ---cowok pebasket populer yang berperan sebagai gay in denial/gay in the closet, Kyle ---cowok kutu buku nan pintar dari segi akademis sedang berusaha menyesuaikan dirinya yang sebenarnya sudah mengaku gay, dan Nelson ---tipikal cowok gay pecicilan yang berdandan ala-ala demi menarik perhatian. Lalu, oleh sang pengarang ketiganya dipertemukan dalam satu frame hingga terciptalah cinta segitiga di antara mereka. Siapa suka siapa, dan siapa yang akhirnya menjadi kekasih siapa, silakan baca sendiri untuk menemukan jawabannya, ya.

Yang berbeda adalah latar belakang Alex Sanchez, sang pengarang. Ia berusaha menyelipkan isu penerimaan dan pengakuan kesetaraan LGBTQ di masyarakat. Alex pernah menjadi pendidik dan pendamping pada korban kekerasan (fisik maupun psikologis) terkait isu LGBTQ sehingga ia memberikan gambaran grup-grup pendukung bagi siapa pun yang merasa terbebani dengan "nasib" yang menimpanya. Di bagian akhir novel ini, Alex juga mendaftar grup atau kelompok atau tempat untuk berkonsultasi terkait isu ini.


Hmm, dari serial karya Alex ini saya jadi teringat kampanye #LoveWins yang sempat booming di Amerika Serikat setelah dilegalkannya pernikahan sesama jenis di Negeri Paman Sam itu. Semua yang mendukung kampanye itu menggunakan pelangi (rainbow) sebagai simbolnya. Entahlah, saya sendiri tak paham, apa arti pelangi bagi LGBTQ.

Saya suka karakterisasi yang dihidupkan oleh Alex Sanchez, terutama tokoh Kyle yang serbaoptimis. Meskipun awalnya enggan, tapi Kyle akhirnya menguatkan diri untuk menerima dirinya yang gay dan mengakuinya pada orang terdekatnya. Pun ketika ia mulai berani menyatakan rasa suka pada salah satu tokoh yang sudah dikaguminya sejak kali pertama melihatnya. Nelson yang annoying bikin kisah dalam novel ini menjadi demikian hidup, dan Jason yang terombang-ambing dalam kebimbangan dapat menggambarkan betapa seseorang yang merasa terjebak dalam "nasib" ini bisa mengambil pilihan, menerima atau menolak.

Buat yang kepingin baca kisah LGBTQ ber-setting dunia dewasa-muda (young adult) yang cukup kental nuansa LGBTQ-nya, silakan coba baca serial karya Alex Sanchez ini. 3,5 out of 5 star untuk Anak-anak SMA Pelangi ini.

Btw, adakah yang nyadar cowok di belakang yang ada di kover itu adalah... Matt Bomer?

Selamat membaca, tweemans.

Thursday, August 13, 2015

[Review Novel Young Adult] P.S. I Still Love You (To All the Boys I've Loved Before #2) by Jenny Han


Tetapkan hatimu, Lara Jean...

Lara Jean didn’t expect to really fall for Peter.
She and Peter were just pretending. Except suddenly they weren’t. Now Lara Jean is more confused than ever.
When another boy from her past returns to her life, Lara Jean’s feelings for him return too. Can a girl be in love with two boys at once?

In this charming and heartfelt sequel to the New York Times bestseller To All the Boys I've Loved Before, we see first love through the eyes of the unforgettable Lara Jean. Love is never easy, but maybe that’s part of what makes it so amazing.

Judul: P.S. I Still Love You (To All the Boys I've Loved Before #2)
Pengarang: Jenny Han
Penerbit: Simon & Schuster Books
Edisi: ebook (bahasa Inggris)
Tebal: 337 hlm
Rilis: 26 Mei 2015

https://www.goodreads.com/book/show/20698530-p-s-i-still-love-you
Saya suka To All the Boys I've Loved Before karya Jenny Han yang kebetulan saya baca ketika menerima order memeriksa aksara versi terjemahan bahasa Indonesia yang [waktu itu] hendak diterbitkan oleh Penerbit Spring. Manis banget ceritanya, tapi enggak bikin "sakit gigi" juga karena kemanisannya itu [menurut saya, sih]. Unyu-lah kalau kata ABG zaman sekarang. Kamu yang belum baca, silakan deh dicoba baca, ya, sebelum baca sekuelnya ini. Melihat booming dari novel keduanya ini, semoga Penerbit Spring juga berminat menerbitkan kembali versi terjemahannya.

Melanjutkan akhir dari drama Lara Jean di To All the Boys I've Loved Before, di buku keduanya ini Lara Jean akhirnya bersepakat meneruskan hubungannya dengan Peter Kavinsky. Tetap dengan kontrak meskipun kali ini, tanpa bisa dicegah, hati dan rasa Lara Jean juga ikut larut dalam hubungan itu. Mau tak mau sisi romantis seorang gadis dari keluarga Song yang akhirnya jatuh cinta dan punya kekasih membuat Lara Jean berusaha menjadi pacar yang baik untuk Peter. Dan, dia juga berharap Peter juga merasai hal sebaliknya.
“I say, “In the contract we said we wouldn’t break each other’s hearts. What if we do it again?” Fiercely he says, “What if we do? If we’re so guarded, it’s not going to be anything. Let’s do it fucking for real, Lara Jean. Let’s go all in. No more contract. No more safety net. You can break my heart. Do whatever you want with it.” 

Namun, tentu saja, hubungan keduanya tidak berjalan dengan mudah. Ada kasus penyebaran video intim, Genevieve yang masih terkesan nempel pada Peter, kehadiran tak terduga surat balasan sekaligus si cowok pemilik surat--John Ambrose McClaren, sampai dengan permasalahan di keluarga Song sendiri. Di buku kedua ini, Lara Jean juga mulai magang di panti jompo tempat kakaknya, Margot, dulu juga pernah magang, dan dari situ masih ada kaitan pada kisah cintanya karena ternyata salah satu penghuni panti ada hubungannya dengan....[sensor, spoiler, hehehe]
So I take Peter’s hand; I put it on my heart. I tell him, “You have to take good care of this, because it’s yours.”

Saya suka buku ini, karena banyak hal dikisahkan mengalami pengembangan, termasuk (dan yang paling utama) kehidupan keluarga Song sendiri, mulai dari ayah, Margot, dan Kitty. Meskipun demikian, saya kehilangan cerita si tetangga, Josh. Meskipun ada disempil-sempilkan kisahnya, sebenarnya saya berharap Josh bisa jadian sama Lara Jean, walaupun Lara Jean sendiri sudah bilang nggak bakal suka kepada Josh secara Josh itu kan mantan pacar setengah matinya Margot. Tapi, entahlah, saya suka Josh, hahaha.


Kalau membaca novel bahasa Inggris saya memang jarang komplain (iyalah, saya enggak bisa komplain soal typo atau kalimat tak efektifnya), begitupun dengan novel ini. Selain memang gaya bertutur Jenny yang mengalir enak, memang tak ada yang bisa saya komplain. Well, kecuali bagian bikin gemasnya sewaktu Lara Jean senewen dan kepingin putus dari Peter. Huh, pengin menjitak kepalanya, nih. Dan, meskipun kehadiran John Ambrose berhasil memberi warna pada kehidupan Lara Jean, saya kok kurang begitu suka, ya. Mendingan kalaupun berkonflik karena permasalahan "seperti itu" lebih enak sama Josh saja. *teteup*

Overall, saya menikmati merampungkan baca novel ini. 4 out of 5 star untuk lanjutan kisah Lara Jean yang berusaha memahami cinta seorang Peter Kavinsky ini. Well done, Jenny.
When you lose someone and it still hurts, that's when you know the love was real.

Selamat membaca, tweemans.

Monday, April 6, 2015

[Resensi Novel Romance] Love Over Coffee by Amrit N. Shetty


Romance @ Work: Backstreet nan ribet...

Rajni blew her hair away from her face.
My heart skipped a beat.
‘I love you!’ I blurted out.
Her cheeks turned a deep pink.
I could sense that her anger had completely disappeared.

Anup; a happy-go-lucky boy next door; finds himself a misfit in an IT company. On the bright side; he has great friends in office—Chetan; Subbu and Parag—to help him out of sticky situations. Also; in the same office is the love of his life; Rajni. But Rajni’s strict family and her paranoia of tongue-wagging colleagues play villain in their love story forcing him to be satisfied with clandestine meetings; secret phone conversations and emails. Just as Anup decides to turn over a new leaf; sinister happenings at work force him to take some life-changing decisions—to quit his job and pursue his long-cherished dream of becoming a writer; and also; to marry Rajni.

For more info on new series Metro Reads; please visit www.metroreads.in

Judul: Love Over Coffee
Pengarang: Amrit N. Shetty
Penerbit: Penguin Books India (Metro Reads)
Bahasa: Inggris
Tebal: 246hlm
Harga: 5 Ringgit Malaysia (dibeli di Big Bad Wolf #Firesale 2015)
Rilis: 2010 (India)

Menemukan buku mungil bersampul merah ini di antara ribuan buku di arena Big Bad Wolf #Firesale 2015 yang digelar Februari silam di Malaysia International Exhibition Center @ The Mines, Kuala Lumpur, Malaysia. Merupakan salah satu buku yang saya beli secara impulsif karena label "Metro Reads" dan "Romance @ Work"-nya. Juga karena setting dan karakter tokoh-tokohnya dari India. Seperti membaca metropop dengan bintang utama Kajol dan Shah Rukh Khan, hehehe.

Awal membaca cukup bersemangat karena tulisan Amrit enak dibaca. Ngalir dan berhasil menggambarkan suasana kantor perusahaan IT di India sana.Seperti inilah nuansa metropop yang selalu saya suka. Latar belakang pekerjaan dan karier para tokohnya diulas secara cukup memadai, tidak tampil hanya sekadar tempelan. Nuansa manis-romantis jalinan kisah kasih para tokohnya tersaji lengkap dengan keseharian mereka di tengah hiruk pikuknya kota dan kesibukan mengerjakan urusan kantor. Ahh, tulisan fiksi urban yang menakjubkan.


Sayangnya, sampai dengan akhir halaman novel mungil ini, hanya itulah faktor yang saya suka dari novel ini. Selebihnya agak sedikit hambar dan terlalu bertele-tele. Jika dirangkum, novel ini lebih bnayak menggambarkan perjuangan Anup untuk mendapatkan perhatian dari Rajni, kekasih sekantornya yang tak mau hubungan mereka diketahui rekan kerja yang lain. Alhasil, pada banyak kesempatan pertemuan keduanya berupa pertemuan rahasia di tempat parkir, di kafe di pinggiran kota, atau di ruangan rapat yang sepi.

Anup sendiri sebenarnya tak masalah jika hubungan keduanya go public, ia sudah demikian jatuh hati pada Rajni. Love over coffee yang diangkat sebagai judul adalah merujuk kebiasaan Anup yang akan berpura-pura membuat kopi di mesin pembuat kopi yang letaknya tak jauh dari meja kerja Rajni. Tentu saja, tujuan utamanya adalah untuk (paling tidak) melihat sekilas sang pujaan hati. Saya senyum-senyum sendiri mendapati kelakuan Anup ini, hehehe. Mungkin kalau saya terlibat hubungan asmara dengan kolega kantor, bakal seperti Anup begini. *nyengir




Oh, tenang saja, ceritanya enggak melulu tentang hubungan Anup-Rajni, kok. Suasana kantor dan tiga rekan kerja laki-laki Anup: Chetan Pardikar aka Bhau, Parag, dan Subbu, serta intrik dengan para atasan mereka: Kiran Kumar aka KK dan Arun Mehra aka AM. Malahan, di ujung cerita, selain kejelasan soal hubungan Anup-Rajni, juga diutup dengan twist yang cukup mengejutkan tentang rekan kerja dan para atasan itu. Saya cukup kaget mendapati ending-nya jadi begitu. Wew.

PRO:
1. Gaya menulis asyik dengan vocabulary yang mudah dipahami;
2. Metropop banget dengan latar belakang pekerjaan ditampilkan sangat memadai;
3. Setting tempat di India, menambah wawasan budaya kerja (dan gaya pacaran) di sana;
4. Buku ini ditulis oleh Amrit yang memang berprofesi sebagai pakar IT sehingga nuansa kantor IT-nya cukup terasa.
My fave part:
Maturity can come with life's experiences and not just from years we have spent living.
(hlm. 119)
It had taken only on bad night to change things forever. Life is but a thread knotting with many others.
(hlm. 127)
I had something that was mine... something that no one could take away or steal from me. In Rajni, I had love.
(hlm. 215)

KONTRA:
1. Pada banyak bagian, novel ini semacam memoar hubungan Anup-Rajni, tak jarang bikin bosan/capek melihat mereka sering berselisih paham;
2. Konfliknya bisa meledak secara bombastis, tapi kurang tergarap dengan rapi.

Overall, saya bersyukur menemukan buku kecil ini di belanara tumpukan buku di book fair BBW waktu itu. Sungguh sebuah pengalaman yang menyenangkan membaca buku ini, apalagi diceritakan dari sudut pandang Anup, si tokoh laki-laki (dengan PoV orang pertama). 3 out of 5 star dari saya untuk kisah cinta penyuka kopi ini. Sayang sekali, setelah buku ini, Amrit belum menulis buku lagi.

Selamat membaca, tweemans.