Friday, March 9, 2012

[Resensi Novel Chicklit] Goodnight Tweetheart by Teresa Medeiros


Hai, tweetheart, apa kabarmu hari ini?
Rating: 4 out of 5 star


Judul: Goodnight Tweetheart
Penulis: Teresa Medeiros
Penerjemah: Siska Yuanita
Pewajah sampul: eMTe
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 248 hlm
Harga: Rp
Rilis: Desember 2011
ISBN: 978-979-22-7837-8

Yono: Kau pakai baju apa?
Yuli: Sweater bernoda kopi dan syal Hermes Miranda Priestly di THE DEVIL WEARS PRADA. Kau?
Yono: Jaket kulit hitam mengilat dan topi kain Lyckety-Splyt di 8 MILE.
Yuli: Ahh, manis sekali. Seharusnya tambahkan gelang berduri di pergelanganmu dan tindikan peniti di telingamu.
Yono: Itu rocker, aku ini rapper. Jadi, apa kabar tulisanmu hari ini?
Yuli: Masih belum beranjak dari adegan bercinta di kolam renang yang kuceritakan terakhir kali kita nge-tweet
Yono: Oh, adegan panas itu. Apa kau perlu kipas?
Yuli: Tak perlu, adegan itu di kolam renang, pasti akan dingin sendiri.
Yono: Goodnight, Cinta
Yuli: Goodnight, Rangga
Yono: Goodnight, Mili
Yuli: Goodnight, Mamet
Yono: Goodnight, tweetheart...


Mencoba hal baru, that’s not my style. Ketika facebook baru saja muncul, saya itu belum lama punya akun friendster. Berhubung teman-teman saya banyak yang pindah ke facebook, maka saya pun ‘terpaksa’ ikut arus dan bergabung di situs jejaring sosial buatan Mark Zuckerberg tersebut. Saat itu, saya masih naif juga, mencoba mencari akun facebook artis Hollywood untuk bisa saya ajak friend, ternyata sulit sekali mencarinya. Lalu, saya meminta bantuan google, dan justru diteruskan ke alamat si artis di My Space dan Twitter. Setelah dilihat-lihat, cukup banyak artis yang join di Twitter dan setahu saya saat itu Twitter masih kalah pamor dibanding facebook di Indonesia. Saya membuat akun twitter hanya untuk mem-follow akun artis Hollywood favorit (pertama kali follow Britney Spears...;) tapi, belakangan saya ikut menikmati Twitter (bergantian dengan goodreads.com, tentu saja).

Membaca goodnight tweetheart sungguh menyenangkan. Kocak. Berkat kepiawaian Teresa menghadirkan dialog-dialog cerdas nan lucu (tak jarang menjurus vulgar) mau tak mau membuat saya tertawa. Hal lain yang memukau saya adalah bagaimana dalam novel yang tidak terlalu tebal ini, penulis mampu menciptakan karakter dengan sub-plot yang banyak tapi tetap hidup. Twist pada cerita dan ending yang manis menjadikan novel ini sungguh sayang jika dilewatkan.


Dan, tweet-versation mereka berdua benar-benar menggemaskan. Selalu diawali dengan pertanyaan, “Kau pakai baju apa?” dan kerap diakhiri dengan saling mengucapkan salam perpisahan dengan memanggil tokoh/karakter dalam film-film yang mereka tonton di mana Mark selalu menulis “Goodnight tweetheart” yang tak pernah dibalas oleh Abby karena speechless. Abby Donovan merupakan seorang penulis debutan yang karya perdananya terpilih dalam Oprah’s Book Club dan sedang menggarap novel kedua namun terkendala writer’s block sehingga ia berada pada titik kritis kehidupannya. Sementara Mark Baynard adalah seorang dosen sastra berstatus duda-anak-satu yang mengaku sedang cuti panjang dan berlibur ke beberapa negara di Eropa.

Tapi, semua akan menjadi datar dan biasa-biasa saja, jika hanya berisi tweet-versation biasa yang kadang diwarnai flirting-flirting seksi itu saja. Untunglah, Teresa tahu bahwa cerita ini harus dikemas dengan sub-plot yang mendukung. Di sekeliling Abby ada ibunya yang sedang dirawat di pusat rehabilitasi akibat penyakit disorder yang dideritanya, lalu ada Margo sang sahabat setia, serta konfliknya sendiri menyangkut stagnansi penulisan dan hubungannya dengan agen-publisisnya. Dikarenakan PoV yang digunakan penulis lebih menyorot Abby, maka Mark yang menjadi teman twitter Abby di seberang hanya dapat teraba karakternya melalui percakapan mereka. Menjelang ending, baru terlihat beberapa adegan yang melibatkan Mark dan keluarganya.


What can I say, novel ini produk impor, jadi ketika beberapa kata vulgar terselip di sana-sini, yah, mau bagaimana lagi. Saya tetap terganggu, namun menurut saya, siapa pun pembacanya pasti akan mudah terikat kepada ceritanya ketika membaca novel ini, karena akan sibuk mencoba menebak-nebak...uhmm, “Karakter di film apa sih yang sedang mereka bicarakan ini?” atau beberapa serial Amerika masa kini yang menjadi bahan pembicaraan mereka. Saya menikmatinya. Dan, 4 bintang saya berikan untuk novel ini. Semoga ada novel karya Teresa lain yang dapat diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia.


Selamat membaca kawan!

3 comments:

  1. Sudah jadi wishlist sejak terbit edisi terjemahannya, cuma.... >.<

    ReplyDelete
  2. Cuma kenapa, Okky? Ini aku juga dapet dari ngganti punya Mia Queen (Bu Dokter Bali, hehehe)...abis baca reviu-nya Ren, jadi pengen baca...:)

    ReplyDelete
  3. Lanjutannya.. cuma ga punya duit. Haha. Iya ih, aku mau minta mba desty deh, katanya dia punya ebooknya *mau banget*

    ReplyDelete