Sunday, January 10, 2016

[Resensi Novel Romance] Everlasting by Ayu Gabriel


Coba bayangkan, apa yang akan terjadi jika kamu mencampurkan rasa frustrasi, tidak aman, curiga, bersalah, penasaran, cemburu, khawatir, dan bermacam-macam hormon perempuan di dalam satu wadah? Hasilnya adalah penyimpangan perilaku. Saus kacang!
---Ayu Gabriel, Everlasting.

First line (kalimat pembuka):
Apa sih kebahagiaan itu? Kalau pertanyaan ini diajukan ke seluruh penduduk bumi, boleh jadi kita akan mendapatkan tujuh miliar jawaban berbeda.

Kayla, 22 tahun, jatuh cinta kepada Aidan. Setiap kali Aidan yang punya bokong seksi itu lewat di depannya, Kayla langsung belingsatan. Namun, Kayla tidak tahu bagaimana caranya menunjukkan perasaannya karena Aidan adalah bos di kantornya—usianya lebih tua 11 tahun. Ia hanya bisa mengamati dari jauh secara diam-diam sambil mencatat semua hal tentang Aidan di sebuah buku rahasia.

Dengan bantuan Saphira, sahabat baiknya, Kayla mulai berusaha mendapatkan cinta Aidan. Kayla pun mengubah dirinya menjadi seperti perempuan impian Aidan—mengubah potongan rambutnya, menato tubuhnya, sampai mengubah selera musiknya.

Ketika Kayla sedang berusaha merebut hati bosnya itu, Dylan, cinta pertama Kayla, tiba-tiba muncul. Kayla sebenarnya sudah lupa siapa Dylan karena dia pernah bersumpah untuk tidak mengingatnya lagi semenjak Dylan dan keluarganya pindah dari Jakarta, 10 tahun lalu. Keinginannya terkabul. Ia tidak ingat sama sekali tentang Dylan atau cinta mereka. Dylan pun memutuskan untuk mendapatkan kembali cinta Kayla yang ia yakini masih bersemayam di hati gadis itu kalau saja ia bisa mengingatnya.

Judul: Everlasting
Pengarang: Ayu Gabriel
Penyunting: Herlina P. Dewi
Proofreader: Tikah Kumala
Pewajah sampul: Teguh Santosa
Penerbit: Stiletto Book
Tebal: 323 hlm
Harga: Rp52.000
Rilis: Maret 2014
ISBN: 978-602-7572-25-6
Rating: 3,5 out of 5 star
Buku persembahan dari pengarang, tidak memengaruhi penulisan resensi.

Sebagai pembaca, khususnya pembaca cerewet yang mengukur suka-tak-suka berdasar gaya menulis pengarang, saya sangat bersyukur akhirnya diberikan kesempatan untuk mencicipi-baca novel ini. Gaya menulisnya selera gue banget, sehingga saya tak mengalami banyak masalah dalam membaca Everlasting. Yah, palingan cuman keseringan tertunda karena bawaan M--mood nggak jelas.

ide cerita dan eksekusinya:
Saya nangkapnya lebih ke CLBK--Cinta Lama Bersemi Kembali. Atau, bisa juga masuk kategori cinta-pertama-bertahan-selamanya meski harus bertemu dulu dengan cinta-cinta yang lain. Memang bukan ide baru, tapi yang terpenting Ayu berhasil mengemasnya melalui racikan narasi yang pas serta dialog yang segar, ceplas-ceplos, kocak, dan sekaligus cerdas. Well, ada juga sih adegan sinetron dari tokoh sampingan yang kadar irinya kebangetan, tetapi masih wajar-wajar saja, tidak begitu mengganggu.

Seperti banyak dikeluhkan oleh pembaca lain, saya pun merasai lemahnya eksekusi akhir (ending). Entah trauma, entah amnesia, yang pasti saya pun agak kurang teryakinkan dengan pilihan Ayu untuk mengakhiri kisah dalam novel ini dengan cara seperti itu. Klise dan terlalu mudah.


meet cute:
Kayla yang naksir berat pada Aidan tak digambarkan memiliki momen pertemuan khusus yang bertendensi menghadirkan suasana romantis. Hanya saja, sebagai salah satu bawahan Aidan, Kayla memanfaatkan posisi meja kerjanya untuk selalu bisa (paling tidak) mengamati pergerakan Aidan dan bokong seksinya.

plot, setting, dan karakter:
Secara garis besar, kisah novel ini beralur maju dengan beberapa bagian berupa singgungan kenangan masa silam yang menentukan kejadian di masa kini. Everlasting ber-setting lokasi di Jakarta dan terkadang bergeser ke Bogor, rumah orangtua Kayla. Eh, ada juga setting lokasi di Pantai Sawarna. Sedangkan, setting waktunya modern, di tahun 2000-an.

Tokoh utama novel ini adalah Kayla: seorang creative designer dari perusahaan jasa event organizer yang merancang kegiatan-kegiatan pesanan klien, masih single, usia twenty-something, easy going, dan begitu tergila-gila pada pesona bosnya. Aidan: bos sekaligus love interest dari Kayla, yang digambarkan sangat charming, tampan, berbokong seksi, dan husband material banget. Dylan: teman masa kecil Kayla yang sebenarnya masih menyimpan rasa sekaligus rahasia dari masa kanak-kanak mereka. Lalu ada orangtua Kayla dan Dylan, Jessica dan teman-teman kantor Kayla, Pira --sobat karib sekaligus tetangga kosan-- dan Pras (pacar Pira), serta beberapa tokoh pendukung lainnya.

Kayla digambarkan sebagai sosok wanita karier yang feminin namun juga lebih suka mengenakan ransel ketika mobile, khususnya untuk pulang ke (mengunjungi) rumah orangtuanya. Pada banyak bagiannya, Kayla dideskripsikan sebagai bawahan yang begitu terobsesi untuk mendapatkan cinta dari bosnya. Aidan tersaji sebagai cowok too good to be true yang serbabaik, meskipun ada pula sisi lain yang sebelumnya tak diketahui banyak orang, termasuk Kayla (sebagai pemujanya). Dylan hadir sebagai laki-laki easy going yang bersedia membantu Kayla untuk melakukan apa saja.  

konflik:
Meskipun tampak seperti kisah cinta segitiga, novel ini tak melulu menyajikan konflik saling merebut kekasih orang. Well, ada, sih, situasi yang mengarah ke situ, tapi Ayu dengan cepat memutar haluan sehingga plot utama tak terjerumus pada keklisean semacam itu. Pada hampir separuh buku ini, konflik justru tersaji antara Kayla-Aidan-dan-Jessica. Untung saja, banyak subplot yang diselipkan sehingga konflik menjadi lebih semarak. Gong utamanya ada di satu rahasia yang disimpan oleh Dylan. Sekali lagi, karena temanya memang tidak orisinal, agak sulit mendapatkan efek kejutan selama membaca novel ini. Untung saja, gaya bercerita Ayu berhasil membuat saya betah mengikuti pergerakan alur konfliknya.

kondisi fisik buku:
Terus terang saja, saya enggak suka sama kover novel ini. Kenakak-kanakan dan kurang merepresentasikan ceritanya. Mana gambar orangnya begitu banget. Pokoknya kalau menilai dari kovernya saja, dijamin saya enggak bakalan minat membeli. Jenis dan ukuran font juga agak sedikit bikin mata jereng. Well, mungkin ada kaitannya dengan faktor umur saya juga, sih, tapi saya merasa ukuran font-nya terlalu kecil (saya duga sebagai imbas dari halaman yang lumayan tebal dan efisiensi ongkos cetak). Hal lainnya, hikz... binding-nya kurang kuat. Ada beberapa halaman dari novel milik saya yang terlepas.

Ending (jangan membuka bagian ini jika menganggapnya spoiler):


catatan:
Frasa paling sering muncul: SAUS KACANG!
Frasa ini merupakan semacam ungkapan kekagetan atau umpatan yang muncul tiap kali Kayla mendapati hal-hal yang mengejutkannya.

PoV (point of view):
Novel ini ditulis dengan sudut padang orang pertama, "aku", dari tokoh Kayla.

HOT scene:
Salah satunya ada di halaman 259. Berikut sepenggal adegannya (kelanjutanya lebih panjang, hehehe, dan itu bagian hot-nya, buat saya):
Sebelum keberanianku surut, aku berjingkat dan dengan sedikit gugup mengecup bibirnya perlahan. Tidak ada reaksi sama sekali. Seperti mencium patung.
typo:
Lumayan rapi, sih, tapi masih ada juga typo di sana-sini, sayangnya saya lupa menandai, hahaha. Beberapa yang saya ingat adalah penggunaan kata dari pada (dipisah) alih-alih daripada (sambung). Lalu penggunaan kata frustasi alih-alih frustrasi (KBBI). Dan juga ada penggunaan di- untuk kata kerja yang dipisah contohnya di halaman 220 (tenda putih dipadu warna emas di pasang di halaman), serta kata apalagi yang berdasar konteks mestinya dipisah menjadi apa lagi (halaman 307). Namun, typo-nya enggak begitu mengganggu, sih, karena saya telanjur terhanyut oleh gaya menulis Ayu.

kesimpulan:
Meskipun tema yang diangkat tidak membawa kebaruan, tapi gaya menulis Ayu Gabriel membuat saya betah berlama-lama membolak-balik halaman novel ini. Pun dengan konfliknya yang sangat mungkin terjerumus ke dalam lembah klise bernama jurang cinta segitiga, pengarang berhasil menyelipkan beragam subplot untuk membangun konflik yang cukup kokoh. Namun sayang, ending yang ....yah, gitu banget ending-nya... bikin agak kecewa. Buat saya, tulisan Ayu Gabriel ini candu. Saya butuh tulisannya yang lain. Loving Denaya sepertinya menjadi target buruan dalam waktu dekat. Thanks, Ayu.
  
End line (kalimat penutup):
"Cium aku."

0 comments:

Post a Comment