Sunday, April 20, 2014

[Buku diFilmkan] Resensi Me & You vs The World the movie



Me & I vs THE BORING!!!

Judul film: Me & You vs The World
Sutradara: Fajar Nugros
Penulis skenario: Endik Koeswoyo, Stanley Meulen
Produser: Gope T. Samtani
Adaptasi novel: Me and You versus The World
Pnegarang: Stanley Meulen
PH: RAPI Film
Durasi: 97 menit
Pemain: Rio Dewanto, Dhea Seto, Bucek, Zoya Amirin, Manohara, dll.

Sejujurnya, hari ini saya berniat maraton nonton film yang diadaptasi dari buku. Saya memilih Studio XXI Blok M Square sebagai tempat nonton, sekaligus berharap bisa main basket di arena permainan Zone 2000 di sela menunggu jadwal pemutaran film-filmnya (batal, tempatnya rame pisan!!!). Ada tiga film yang ingin saya tonton: 1. Me & You vs The World; 2. Sepatu Dahlan; dan 3. 3600 Detik. Tapi, niatan itu saya urungkan setelah saya enek nonton film pertama. 

Trailer film ini:


Kalau ditanya sebelum nonton sih, saya sudah bisa menebak filmnya akan menjadi seperti ini. Tapi, saya mencoba mengapresiasi karya seni anak negeri. Kata jargonnya, “Kalau bukan kita, siapa lagi?” Jargon yang tinggal jargon kalau filmnya dibuat semacam ini doank. Ya, jangan salahkan studio yang memutar film Indonesia sepi jika kualitas yang disuguhkan “hanya” seperti ini. Oh, jangan salah! Saya sangat menikmati Habibie & Ainun, 99 Cahaya di Langit Eropa part 1, Ketika Cinta Bertasbih 2, Test Pack, Perahu Kertas part 1, dan masih banyak film adaptasi buku lainnya. Saya akan bilang suka jika memang suka, dan bilang tidak jika saya memang tidak suka. Dan, saya memang tidak (bisa) menyukai Me & You vs The World ini.

Ada kalanya, antara buku dan film atau film dan buku itu saling melengkapi. Ketika buku difilmkan dan saya belum membaca, saya akan segera membeli dan membaca buku itu jika saya suka pada filmnya, dan sebaliknya. Sayangnya, film ini menjadi film kedua yang membuat saya enggan membaca bukunya (setelah Kata Hati-nya Bernard Batubara). Maaf, tapi saya mesti bilang, film ini kacrut. Belum sepuluh menit film diputar, saya sudah memutar bola mata mungkin untuk kesepuluh kalinya. Iya, kehadiran Baron (Gofar Hilman) memang menyegarkan suasana. Bahkan beberapa adegan dan dialognya mampu memancing tawa segelintir penonton yang tadi ada di studio, termasuk saya, tapi dia seorang saja tak mungkin menyelamatkan keseluruhan film. Ditambah lagi, karakternya itu hanya bertahan setengah film saja, karena berdasarkan plot si tokoh ini berubah menjadi serius, maka lenyaplah keceriaan dari film ini.

Jujur, trailer-nya cukup menghibur dan mendorong saya untuk menonton film ini terlebih dulu alih-alih 3600 Detik. Tapi, keseruan trailer-nya langsung menguap begitu detik demi detik film diputar. Seperti yang sudah saya sebutkan di awal, saya sudah memutar-mutar bola mata sejak film dimulai. Adegan klise, dialog cheesy, scene nggak jelas, dan plot kacangan mewarnai sepanjang film. Celakanya, ceritanya sendiri semacam ‘kosong’, saya gagal mendapatkan sesuatu pun selepas menonton film ini, kecuali cara pengambilan gambarnya yang lumayan bagus. Belum lagi, astagaaaaaa… ini yang bagian milih cast siapa, sik? Kacrut gitu aktingnyaaaahhh… yaampun!

Bayangkan: cowok tampan sedikit liar, gadis lugu kutu buku, dipertemukan, sedikit adegan air dan minyak, lalu menyatu menjadi senyawa tak terpisahkan. Si cowok memengaruhi si cewek, jadi sedikit memberontak. Adegan berikutnya, terbongkarlah agenda rahasia yang merusakkan segalanya. Ingat sinetron? Ingat Me versus High Heels (judulnya pun mirip, hehehe)? Begitulah. Tapiii… sebagaimana sinetron dan High Heels itu, toh pada akhirnya semua happy ending. Sama!

Saya tak akan merekomendasikan untuk menonton atau tidak menonton. Semua terserah Anda. Yang bisa saya bilang, baru sepuluh menit di dalam studio saya sudah ingin keluar, tapi saya ingat uang tiket yang saya keluarkan dan prinsip untuk tak mengomentari hal yang belum saya baca/tonton secara penuh, maka saya menguatkan diri. Satu bintang untuk akting Dhea Seto dan Rio Dewanto. Ada kalanya mereka terlihat aneh, tapi di beberapa adegan mereka tampak begitu manis dan serasi. Kesimpulan: tak ingin menonton ulang dan tak berminat membaca bukunya.

Selamat membaca dan menonton film Indonesia, tweemans!


Per 20 April 2014, novel ini mendapat rating 3,35 di goodreads.com

2 comments:

  1. Terimakasih Om komentar dan reviewnya... semoga film berikutnya saya bisa menulis lebih bagus lagi... Amiin

    ReplyDelete
  2. lah kenapa? menurut says bagus-bagus aja tuh

    ReplyDelete