Thursday, July 9, 2015

[Review Novel Terjemahan] Cherry Crush by Cathy Cassidy


Berbohong untuk hidup...
Hidup Cherry Costello berubah selamanya. Dia dan ayahnya pindah ke Somerset, di mana seorang ibu baru dan sekelompok saudara baru menunggu. Pada hari pertama Cherry di sana, dia bertemu Shay Fletcher; dengan kulit cokelat dan mata berwarna hijau laut, jenis cowok yang pasti akan membuatmu jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi, Shay sudah memiliki pacar, saudara tiri baru Cherry, Honey. Cherry tahu persahabatannya dengan Shay berbahaya—itu bisa menghancurkan segalanya. Tapi, itu tidak berarti dia akan menjauh darinya...

Judul: Cherry Crush (The Chocolate Box Girls #1)
Pengarang: Cathy Cassidy
Penerjemah: Melody Violine
Penyunting: Nur Sofiyani
Penerbit: PT Ufuk Publishing House
Tebal: 327 hlm
Harga: Rp44.900 (Rp15.000 - obral buku murah)
Rilis: Februari 2011
ISBN: 978-602-8801-81-2

https://www.goodreads.com/book/show/8772077-cherry-crush

Cherry Costello berharap hidupnya berubah menjadi lebih baik ketika ia dan ayahnya pindah tempat tinggal. Kenangan masa kanak-kanak yang tak menyenangkan akibat kematian ibunya membuat Cherry tumbuh menjadi seorang gadis yang gemar mengarang cerita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sayangnya, lambat laun orang lain menganggapnya sebagai kebohongan dan mencap dirinya sebagai gadis pengkhayal. Tapi, sepertinya garis nasib belum juga membawa perubahan untuk Cherry. Dan, Cherry Crush adalah awal dari perjuangan hidup baru Cherry bersama ayah dan keluarga tirinya.

Cherry Crush merupakan buku pertama dari serial The Chocolate Box girls karya Cathy Cassidy. Buku ini ditulis menggunakan sudut pandang Cherry sehingga fokus utama kisah ini memang tentang Cherry dan drama hidup barunya bersama keluarga tirinya. Setelah lama menduda, sang ayah mulai berkencan dengan Charlotte, janda dengan empat anak perempuan yang tinggal di Inggris. Setelah beberapa lama, Paddy --ayah Cherry-- memutuskan untuk meninggalkan semua yang mereka miliki di Glasgow, Skotlandia, dan pindah ke Somerset, Inggris. 


Tentu saja, semua tak mudah, terutama untuk Cherry. Ia memang berhasil membaur dengan Charlotte dan tiga anak gadisnya (si kembar Skye dan Summer serta si bungsu Coco), namun si anak pertama, Honey, terang-terangan tak menyukai Cherry sejak kali pertama bertemu. Belum lagi ada Shay Fletcher, cowok berbau laut yang membuat Cherry sesak napas --sangking terpesonanya-- bahkan dari sejak pertemuan pertama mereka, yang menambah runyam hidup Cherry di Somerset.

Saya suka karakter Cherry yang diilustrasikan memiliki masalah kepribadian yang tergambar dari kegemarannya mengarang cerita yang indah-indah tentang hidupnya agar bisa diterima oleh lingkungannya.
Aku telah memuntir kenyataan untuk membuat diriku kelihatan lebih baik, supaya bisa diterima.

Bagusnya, masalah kepibadian ini memang ada alasannya. Secara tersirat, pengarang berhasil membangun latar belakang mengapa Cherry melakukan itu semua. Terlebih usia Cherry yang masih remaja sangat memungkinkan hal seperti itu terjadi.

Masalahnya, kebohongan kecil selalu punya cara untuk menjadi lebih besar. Kau tidak bisa mundur. Kau berakhir dengan menggali dirimu sendiri semakin dalam dan semakin dalam, hanya supaya tidak terdeteksi. ----hlm208

Dan, saya paham benar soal itu. Saya pun pernah mengalaminya. Pada suatu waktu di masa remaja saya dulu, saya juga memiliki masalah yang kurang lebih sama dengan yang dihadapi Cherry, meskipun saya bukan membual tapi justru sebaliknya, menutup rapat-rapat semua kisah pribadi saya dan keluarga. Saya lahir dan tumbuh dari keluarga pas-pasan, dan saya berusaha keras agar teman-teman saya tak tahu di mana saya tinggal, bagaimana kondisi rumah saya tinggal, dan sebagainya. Intinya, saya tak ingin di-judge karena alasan itu. Waktu itu saya berpikir, mereka tak akan bisa menyukai dan menerima jika tahu latar belakang saya. Tentu saja, kalau dipikir-pikir lagi sekarang, konyol juga sikap saya itu. Tapi, ya begitulah, ego kanak-kanak masih merajai hari-hari remaja saya, dulu. 

Kekuatan karakter Cherry juga dibangun dengan menambahkan asal-usul kedua orangtuanya dan ciri fisik yang diwariskan kepadanya. Ayahnya adalah orang Skotlandia sedangkan ibunya adalah orang Jepang, dan Cherry digambarkan lebih banyak mewarisi ciri fisik ibunya. Hal tersebut semakin membuatnya menjadi sasaran empuk bullying dari lingkungan sekitarnya.

Mungkin karena baru buku pertama sehingga fragmen kehidupan Cherry yang ditampilkan masih sedikit, sebatas upaya adaptasinya di daerah baru dengan orang-orang baru. Di ujung ceritanya juga dibuat menggantung dengan mengarahkan kehidupan Cherry dan hubungannya dengan Honey ketika mereka direncanakan masuk sekolah bersama. Apakah Honey masih akan tetap memusuhi Cherry? Setelah susah payah beradaptasi di rumah, bagaimana usaha Cherry untuk beradaptasi dengan teman-teman di sekolah barunya? Ahh, saya jadi kepingin baca buku lanjutannya.

Oiya, saya punya obsesi baru ketika membaca sebuah buku yakni menemukan bagian dari buku yang menjelaskan judulnya. Sepanjang menurut saya enggak bersifat spoiler, saya akan bagikan di artikel review saya, dan untuk buku ini, judul Cherry Crush dijelaskan di halaman 233 ini:


Hal pertama yang membuat kening saya berkerut adalah mudahnya Cherry jauh hati pada Shay di kesempatan pertama bertemu. Okeee... mungkin pengarang buku ini penganut prinsip love at first sight, tapi tetap saja, menurut saya agak terlalu "murahan" ketika Cherry memiliki perasaan insecure yang tinggi di lingkungan barunya, eh ia dengan mudahnya naksir cowok yang baru dilihatnya, yang jika dua detik dipikirkan bisa saja si cowok sudah ada yang punya, kan? Tanggapan Shay yang juga tampak "gampangan" makinlah bikin saya ilfil. Yah, di ujung-ujung cerita nanti ada bagian yang menjelaskan perasaan masing-masing, sih. Tapi, saya tetap enggak begitu bisa klik dengan situasi ini. Tunggu kek sehari-dua hari-tiga hari baru jatuh suka, masak iya langsung suka aja gitu. Hmm... mungkin ini subjektif saya, sih, ya, hehehe. 

Typo masih bertebaran di mana-mana, bahkan ada kalanya kalimat serasa ada yang kurang kata atau enggak lengkap. Namun, overall, saya sih suka, termasuk gaya terjemahannya. 3,5 out of 5 star buat buku pertama serial The Chocolate Box girls ini.

Selamat membaca, tweemans.

0 comments:

Post a Comment